Memanfaatkan sisi spiritual dan religius masyarakat sebagai mesin uang, bukan hal aneh untuk saat ini, bagaimana masyarakat fundamentalis yang muncul sebagai masyarakat dominan semakin melanggengkan, membuat masyarakat meyakini sesuatu secara berlebihan, mendramatisir sebuah keyakinan menjadi sesuatu yang mutlak dan paling benar adalah sebuah usaha untuk mengeruk keuntungan lebih maksimal.
Dengan dalih donasi ataupun sumbangan sukarela pengikut ajaran akan dengan mudah memindahkan materi yang dimiliki ke kantong sang penjual kepercayaan.Tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana yang digalang dari masyarakat, karena semua dibutakan oleh sebuah hukum absolut kepercayaan yang dianut, sebuah industri yang tidak dapat dibantah secara rasio.
Dengan iming-iming kebahagiaan dan ganjaran sebuah tempat di hari akhir nanti semua menjadi lebih gampang untuk dilakukan, dan para konsumen fundamentalis akan berlomba-lomba untuk menyumbangkan uangnya semakin besar dan rutin.
Banyak kita temui seperti hadirnya rumah zakat, pondok pesantren, pengajian, kebaktian-kebaktian, KRR, hingga persepuluhan yang semuanya adalah penggelontoran dana umat ke tangan individu atau kelompok yang tidak jelas alirannya.
Tidak jelas siapa yang diuntungkan di sini, bahkan sang pencipta yang ajarannya disebarkan dan dianut tidak mendapat bagian dari dana yang sangat besar itu. Hanya ada segelintir pihak yang bergelimang harta, bahkan semakin banyak masayarakat yang hidup di bawah standar kesejahteraan yang semestinya mendapat dana umat tetapi semakin terabaikan.
Penyelewengan dana umat pun merebak hingga ke ranah pemerintahan, digunakan untuk kepentingan pribadi tentunya, juga sebagai kartu truff menunjukkan kokohnya posisi mereka. Sertifikasi yang dikeluarkan oleh sekelompok pembesar kepercayaan juga merupakan bagian dari usaha memperkaya diri, hingga akhirnya eksploitasi kepercayaan digunakan untuk meraih posisi di percaturan politik.
Memalukan tentunya, tetapi industri ini hanyalah perputaran uang, di mana kita menciptakan dunia industri, menghidupkan dunia industri, menikmati hidup dari dunia industri, ketergantungan kepada dunia industri, hingga terjebak ke dalam dunia industri ini.[CC]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H