Lihat ke Halaman Asli

Tips Dakwah untuk Habib "Fitsa Hats" Novel Bamukmin

Diperbarui: 10 Januari 2017   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita harus banyak-banyak berterimakasih pada belio sudah membuat awal tahun 2017 tidak membosankan. Bayangkan berapa juta netizen yang dibahagiakan atas tragedi “Fitsa Hats”ini ? Berapa juta orang dibuat haha-hihi cekakak-cekikik sendiri (kayak orang gak waras) di depan gadget oleh meme-meme dan guyonan-guyonan menyangkut belio. Buat kalian yang bersimpati, jangan sensi dulu. Ini bukan penghinaan, apalagi penistaan, bukan-bukan, bukan seperti itu. Masyarakat itu prinsipnya sederhana, gak suka yang ruwet-ruwet, kalau ada yang lucu, ya ketawa, ada yang sedih, ya ikut nangis. Sesimpel itu. Sesederhana itu.

Kenapa disebut tragedi ? Wong selevel habib kok dibuat lelucon, jadi bahan guyonan. Ya, begitulah. Jangankan titel habib, yang gak semua lapisan masyarakat paham, apa itu “habib”, terutama kaum fakir kuota seperti saya, wong yang selevel presiden saja dibuat bercandaan sudah biasa kok. Masih ingat salah satu joke komedian Jojon tentang Pak Harto ? (Beda lembar uang 500 rupiah dengan 50 ribu rupiah) “Kalau di uang Rp500 itu gambar monyet, kalau di Rp50.000 itu bapaknya monyet.” (Gambar uang Rp50 ribu saat itu bergambar Pak Harto yang mendapuk dirinya sebagai Bapak Pembangunan) Bayangkan, ini Pak Harto lho!

Disini saya gak akan membahas tentang kehabiban Habib Novel  Bamukmin. Wong jujur saya juga gak begitu paham apa bedanya habib dengan ustadz. Soalnya di desa kami gak ada, adanya pak kiai, mbah kaum, mbah dukun, tukang suwuk, wong pinter, pak dukuh, pak kesra, pak lurah dan tokoh-tokoh yang kami tuakan dan kami anggap penting. Kalau pak ustadz sih sering lihat di tipi, sering muncul di sinetron-sinetron, acara gosip apalagi pas ramadhan. Kalau habib, punten, baru dengar akhir-akhir ini di sosmed. Jadi ya, maafkeun.

Bagaimana kalau saya yang di BAP pak pulisi ? Jujur saja saya merinding membayangkan diposisi belio, untung saya gak pernah bekerja di perusahaan itu, untung juga bukan saya yang di BAP. Kalau iya ? Sebagai orang jawa, saya kok cukup yakin gak akan jawab “Fitsa Hats” seperti belio, tapi “Pitja Hat”. Iya, Pitja Hat! Sebelas-duabelas sama Habib Novel! Masih sama-sama memeable, bulliable (Cry, cry, nangis gulung-gulung guling-guling). Gimana kalau kamu ?

Konspirasi “Fitsa Hats”  

Dibalik tenarnya “Fitsa Hats” ini ada beberapa teori konspirasi dibaliknya, berikut beberapa diantaranya. (Jangan terlalu serius, ini bukan gebetan hanya konspirasi)

Menurut desas-desus yang beredar diinternal burung, konon belio malu mengakui pernah bekerja di perusahaan kebarat-baratan, mungkin belio gak kuat mendengar nyinyiran orang-orang, “Habib kok kerja di perusahaan kafir Mamarika, antek asing!” Mangkanya, demi keseimbangan yin dan yang, kebarat-baratan harus diimbangi ketimur-timuran, dengan penuh kreatifitas belio mengubah “Pizza Hut” menjadi “Fitsa Hats”, pakai “fa” bukan “p”, ini ketimur-timuran bukan kesunda-sundaan (piss, punten, aa’, teteh, salam damai). Ini teori konspirasi burung. Saya sih kurang setuju dengan teori ini. Kenapa mesti malu? Kerja bisa dimana saja yang penting niatnya baik nyari duit halal buat nafkah keluarga bukan bini muda. Betul tidak ibuk-ibuk ? Bini muda HARAM!

Ada juga konspirasi suara-suara geli, eh, lirih yang bilang ini semua kerjaan pak pulisi yang gak bener. Bisa jadi, bagaimanapun pak pulisi hanyalah manusia biasa yang lemah lagi rapuh hatinya. Mungkin saja pak pulisi kecapekan semalam nonton rangkaian sinetronnya pak hary tanu yang warbiasah itu jadi gak fokus ngetik, “Pizza Hut” jadinya “Fitsa Hats”. (Haduh pak pulisi, duniamu mudah sekali teralihkan, bagaimana jadinya kalau ditugasi jaga konsernya raisa pak. Bisa ambyaarr...)

Teori konspirasi yang terakhir ini saya ciptakan sendiri. Soalnya saya gak begitu cocok dengan dua konspirasi sebelumnya. Terlalu suudzon. Menurut nalar saya, bisa jadi, bekerja di Pizza Hut adalah bagian dari strategi dakwah belio. Dakwah kan harus menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakatnya, iya tho ? Kalau mayoritas masyarakatnya petani, Habib juga harus bertani. Kalau mayoritasnya kaum pekerja seperti di Jakarta, Habib juga harus bekerja. 

Jadi, bisa dibayangkan kalau tinggal di lingkungan Kalijodo belio bakal berprofesi sebagai apa ? Apaaah ? Germo ? Pikiranmu itu lho! Ya, bukan. Belio akan berprofesi sebagai marbot masjid Kalijodoh. Mungkin sekarang sudah diberangkatkan umroh oleh Koh Ahok Pemprov DKI, jadi gak akan ada cerita ribut-ribut Ra Mutu panganan Itali seperti ini. Saya pribadi lebih cocok dengan teori konspirasi ini, gak ruwet dan bikin adem. Udaaaah, positip tingking ajah semua kehebohan makanan ini hanyalah bagian dari metode dakwah belio. He’em. Sekian, kita akhiri teori konspirasi gak jelas ini.


 Tips Dakwah untuk Habib Novel

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline