Belasan anak-anak berpakaian putih-putih lalu lalang dan tertawa riang di pelataran bioskop mewah Epicentrum Kuningan. Sesekali anak-anak kecil tersebut diajak berfoto bersama oleh beberapa orang.
Saya penasaran siapa anak-anak tersebut, lantas bertanya kepada salah satu ibu yang memotret mereka. Ibu itu memberitahu bahwa anak-anak yang sedang bergembira di pelataran bioskop tersebut adalah anak-anak dari Pulau Batam yang ikut berakting dalam film 'Mimpi Anak Pulau'.
Di salah satu sudut bioskop tampak seorang anak lelaki kurus yang tampak malu-malu. Saya kemudian menghampiri dan menanyakan siapa namanya. Dia berucap namanya Daffa Permana. Anak lelaki pemalu ini cukup lantang suaranya. Beberapa saat kemudian aku sekilas menengok poster film 'Mimpi Anak Pulau', di sana tertera nama Daffa Permana. Ternyata bocah lelaki yang saya tanyai namanya adalah pemeran utama film ini.
Di sudut lainnya tampak sesosok pria paruh baya yang wajahnya tak asing sedang dikerumuni oleh jurnalis. Aktor senior Ray Sahetapy tampak bersemangat menjelaskan banyak hal kepada para jurnalis yang menanyainya.
Tak jauh dari tempat Ray Sahetapy sedang diwawancarai, terlihat kehadiran sastrawan ternama Taufik Ismail. Beberapa kali ada orang yang meminta berfoto bersama dengannya.
Suasana ramai di pelataran bioskop yang saya ceritakan di atas terjadi saat sebelum pemutaran perdana film 'Mimpi Anak Pulau' produksi Nadienne Batam Production dan Studiopro 1226 yang disutradarai oleh Kiki Nuriswan.
Film ini berdasarkan kisah nyata Gani Lasa yang merupakan salah satu anak asli Pulau Batam yang merengkuh gelar sarjana. Kisah sukses perjuangan Gani Lasa sebelumnya sudah dibukukan oleh penulis ternama Abidah El Khalieqy.
Demi Merajut Mimpi, Anak Pulau Batam Nekat Seberangi Lautan
Pada awal film dikisahkan seorang ayah (diperankan oleh Ray Sahetapy) yang berprofesi sebagai nelayan yang menyambi sebagai pembuat kopra. Bapak ini memiliki banyak anak, salah satunya adalah Jani (diperankan oleh Daffa Permana).
Kehidupan ekonomi keluarga Jani sangat sederhana. Ayahnya Jani menjual hasil tangkapan di laut dan kopra ke Singapora, namun hasilnya hanya cukup buat makan sehari-hari.
Jani anak yang cerdas walau sering tertidur di dalam kelas. Ada satu hal yang membuat Jani merasa kecil hati saat berangkat ke sekolah Batoe Besar: dia bertelanjang kaki, karena orang tuanya belum mampu membeli sepatu.
Ayahnya Jani dekat dengan anak-anaknya, tetapi tegas saat anak-anaknya melakukan kesalahan. Ayahnya Jani tipe pekerja keras, tetap semangat mencari nafkah walau menderita penyakit berat.