Sampah merupakan produk sampingan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Tiap orang di Indonesia, rata-rata menghasilkan sampah hampir 0,8 kg per harinya. Kondisi ini jika tidak disikapi dengan bijak, maka sampah dapat menjadi masalah yang signifikan bagi kehidupan manusia.
Pengelolaan sampah sudah mulai dilakukan di sekitar kita, yaitu dengan menerapkan konsep pemilahan dan 3R. Sekolah sebagai wadah berkumpul orang banyak, termasuk guru dan siswa ikut pula menerapkan konsep tersebut.
Konsep pemilahan yang dilakukan adalah dengan memilah pembuangan sampah organik, yaitu sampah yang mudah dan cepat terurai dalam tanah, dan anorganik, yaitu sampah yang sulit dan membutuhkan waktu lama untuk terurai.
Konsep 3R yang dilakukan adalah Reuse (Guna ulang) yaitu kegiatan penggunaan kembali sampah yang masih digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain, Reduce (Mengurangi) yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah dan Recycle (Mendaur ulang) yaitu mengolah sampah menjadi produk baru.
Di sekolah, aplikasi pengelolaan sampah dapat dimulai dengan penyediaan fasilitas tong sampah yang berbeda untuk jenis sampahorganik dan anorganik. Seluruh komponen sekolah harus sepakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan bersama-sama mengawasi proses pemilahan saat pembuangan sampah.
Fasilitas tong sampah organik dan anorganik berfungsi sebagai tempat pemilahan awal sampah yang kemudian dapat di olah kembali menjadi produk baru. Sampah organik dapat diolah menjadi pupuk kompos alami untuk dimanfaatkan sebagai pupuk taman di sekolah, sedangkan produk anorganik seperti kertas bekas dapat diolah menjadi kertas daur ulang yang dapat dimanfaatkan untuk mading (majalah dinding).
Bentuk pemanfaatan kembali sampah inilah yang merupakan aplikasi konsep 3R yang telah dijelaskan sebelumnya. Pembelajaran aplikasi ini dapat menunjukkan kepada siswa mengenai pentingnya menjaga lingkungan dari sampah dan merangsang siswa untuk belajar kreatif dalam pemanfaatan sampah.
Proses kesepakatan bersama juga menjadi hal penting dalam pengelolaan sampah, karena dapat menarik siswa untuk merasa dilibatkan dalam kegiatan menjaga lingkungan sekolah. Budaya yang ditanamkan secara terus menerus dan diwariskan ke generasi-generasi siswa selanjutnya, dapat menjadi budaya positif bagi sekolah.
Proses kesepakatan ini dapat dilakukan melalui pembuatan piagam pengelolaan sampah dalam internal sekolah, melibatkan klub-klub eskul dalam pengaplikasian pengelolaan sampah, membuat seminar-seminar percontohan penggunaan produk baru dari sampah dan melibatkan pihak-pihak terkait dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan sampah yang telah berjalan di sekolah.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab setiap orang. Namun dengan penanaman nilai positif melalui sekolah, diharapkan dapat menjadikan siswa sebagai model pembelajaran komunitas mereka di luar sekolah. Dengan terciptanya hal ini, maka kesadaran dan tanggung jawab lingkungan oleh masyarakat luas dapat dipahami dengan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H