Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Ayah Sederhana

Diperbarui: 19 Januari 2019   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

maxpixel.net

Koran-koran langganan yang setiap hari singgah di dalam rumah sudah menumpuk tak terjamah oleh pemilik rumah sejak satu bulan terakhir ini. Pierre harus memutar otak mencari pekerjaan tambahan semenjak anak-anak mulai bersekolah pada sekolah swasta di kotanya. 

Nasib sial menimpanya, Pierre dan ratusan karyawan pabrik lainnya terpaksa menjadi korban PHK. Bahkan, membaca koran pagi sudah tak sempat lagi baginya yang sudah harus tiba dini hari untuk menjajakan kudapan bagi para pelancong yang berhalu-lalang dalam kegelisahan di sekitaran Garde de Lyon. 

Hingga menjelang sore bersama musik indah hasil kolaborasi antara biola dan saxophone yang dimainkan para pengamen jalanan, Pierre masih setia menjajakan roti dan kue-kuennya tanpa lelah. Kerap kali, Ia teringat anak-anak yang sudah resah menunggu kedatangannya setelah melihat berbagai lukisan karya seniman jalanan di mulut stasiun. Barang tersisa empat roti maupun kue, Pierre pulang tanpa hendak membawa lelahnya sebelum malam tiba.

Kepulangan Pierre disambut sebuah berita yang disampaikan dengan terbata-bata oleh anaknya dengan wajah kemilau oleh cahaya lampu pijar. Pierre harus membayar uang pangkal sewa rumah yang harus Ia bayar sebelum akhir bulan. Membuatnya merasa seperti sapi perah yang tiada habisnya diperah sang penggembala hingga tak sanggup lagi mengalirkan satu tetespun air susu.

Pierre tersenyum iba, tenggelam dalam kesedihan yang tak bisa diungkapkan melihat air muka anaknya murung melihat Ayahnya harus bekerja lebih keras lagi. Tak rela air matanya menangis, Pierre memberi ciuman dan pelukan untuk anaknya dan mencoba menidurkan anak itu pada sebuah kasur dengan beberapa boneka yang menghiasinya.

Ditengah himpitan ekonomi, Pierre hidup dengan sederhana. Sepotong Baguette dengan ikan tuna menjadi santapannya sehari-hari bersama putrinya. Menjelang pagi, Pierre kembali bergegeas menuju stasiun setelah menyiapkan makan pagi untuk Sang Putri.

Kesederhanaannya acap kali mengibakan orang-orang yang akhirnya membeli kudapannya. Berita yang disampaikan anaknya kemarin, memaksanya mencari pekerjaan tambahan dengan menjadi penyemir sepatu hingga larut malam walaupun mendapatkan hasil yang tak seberapa. Berapapun hasil jerih payahnya, Ia selalu mengucap syukur kepada Tuhan.

Sebuah kehidupan sederhana yang dirasa sangat berat bagi seorang ayah sepertinya tak meluluhlantakkan semangat untuk menghidupi anaknya. Rasa lelah Pierre cukup terbayarkan dengan senyuman dan sedikit kebahagiaan  yang dirasakan putrinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline