Banyak orang yang memiliki keinginan menjadi Pemimpin, yaitu orang dengan tampuk kekuasaan dalam struktur organisasi baik itu organisasi Pemerintahan atau Organisasi Perusahaan. Orang yang dengan Status Quo dapat memberikan Perintah dan Tanggung Jawab kepada orang lain untuk mencapai tujuan. Pemimpin adalah orang dengan Ketrampilan Mempengaruhi, Memotivasi, Menginspirasi atau Membujuk orang lain dan pada akhirnya menjadikan mereka sebagai Pengikut. Pemimpin adalah orang yang mampu membawa Perubahan, terlepas hal tersebut Positif atau Negatif.
Dalam perjalanannya, sebuah perusahaan pasti mengalami saat di mana ia harus mencari seorang pemimpin. Dalam lingkup organisasi kantor/perusahaan, yang disebut pemimpin adalah direktur, manager (kepala divisi), supervisor atau level officer. Setiap posisi yang memiliki bawahan dapat disebut sebagai pemimpin karena memiliki wewenang untuk memberikan instruksi kepada orang yang ada di bawahnya dalam suatu hierarki pekerjaan.
Seringkali proses mendapatkan seseorang untuk mengisi posisi pemimpin tersebut tidaklah mudah. Tidak adanya seorang figur yang pas dalam sebuah organisasi seringkali memaksa perusahaan untuk mencari figur pemimpin dari luar yang berpengalaman di bidang yang akan dipimpinnya.
Proses seleksinya pun tidak lah main-main, mengingat pemimpin adalah orang yang akan memberikan pengaruh pada banyak orang yang lebih jauh mempengaruhi kinerja mereka untuk memutar roda perusahaan. Tak cukup satu kandidat, melainkan seringkali beberapa kandidat di seleksi untuk mendapatkan seseorang yang benar-benar pas baik dari segi kemampuan, ekspektasi juga kesesuaian budayanya.
Berbagai metode sudah umum dilakukan seperti Wawancara Berbasis Interview (CBI), rangkaian psikotest untuk mengukur potensi di tingkat managerial, presentasi, studi kasus, Focus Group Discussion sampai tes kesehatan. Namun, metode ini belumlah cukup untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai seorang individu calon pemimpin. Karena, metode-metode tersebut hanya berupaya menggali informasi yang “muncul” atau murni berasal dari diri individu saja.
Sebagai balance biasanya juga dilakukan cek referensi terhadap bekas atasannya di tempat bekerjanya terdahulu. Sebagian pihak menilai ini sudah cukup kuat untuk memperoleh informasi tentang individu yang akan menduduki posisi pemimpin dalam organisasinya. Namun, ternyata belum.
Dalam seri bahasan manajemen sumber daya modern saat ini, mulai dikenal suatu metode yang dinamakan “3600 methods” atau metode penilaian 360 derajat. Berbeda dengan metode penilaian secara konvensional yang menitikberatkan penilaian secara vertikal dari atas ke bawah (dinilai oleh bekas atasan), metode penilaian ini mencoba mengumpulkan masukan mengenai diri individu yang akan menjadi pemimpin tadi dari berbagai pihak sekeliling individu di tempat kerjanya terdahulu.
Mekanisme cek referensi konvensional dimana menanyakan kinerja individu pada bekas atasannya dulu memang efektif untuk memperoleh informasi tentang kinerja individu yang bersangkutan, akan tetapi dinilai bias karena beberapa alasan. Pertama, kecenderungan yang lumrah bahwa kebanyakan orang berupaya menyenangkan orang di atasnya membuat bekas atasan menilai bawahannya baik. Kedua, kecenderungan “laporan beres” atau “asal Bapak senang” dari anak buah kepada atasan. Ini membuka kemungkinan bekas atasan tidak tau secara mendetil proses-proses penyelasaian yang dilakukan oleh bekas bawahannya tadi. Karena sudah tau beresnya saja. Dia pun tidak tau apakah bekas bawahannya tersebut benar-benar memiliki kontribusi besar dalam menyelesaikan pekerjaannya atas kemampuannya sendiri, atau ternyata itu adalah hasil kerja dari para anak buah si individu tersebut.
Kita tentu tidak mengiginkan seorang figur pemimpin yang hanya pandai menyenangkan orang-orang yang berada di atasnya tapi tidak aware terhadap anak buahnya atau terkesan sombong dengan sesama rekan kerjanya. Kita mengiginkan seorang pemimpin yang bukan saja bisa menyelesaikan target-target kerja dari perusahaan tapi juga orang yang mumpuni dalam segi hubungan interpersonal. Ingat hubungan interpersonal tidak saja lapor kepada atasan, tapi juga bisa mengayomi anak buah, mengembangkan anak buah, berhubungan baik dengan rekan sekerja baik yang levelnya sama atau yang level di bawahnya.
Sebagai bentuk dari penjabaran metode 360 derajat ini adalah mulai memasukkan data mengenai bekas anak buah, rekan kerja, vendor eksternal perusahaan dan sebagainya pada Form Isian/Aplikasi calon karyawan. Ini sama pentingnya untuk memperoleh informasi yang objektif dari berbagai sumber mengenai jati diri si individu yang akan berpedan sebagai calon pemimpin di tempat kita. Buat apa kita mendapatkan informasi referensi dari bekas atasannya bahwa si individu tersebut baik, namun ternyata kepada anak buahnya dia kurang aware dan tidak dapat bersikap adil terhadap anak buahnya. Ingat dia akan jadi pemimpin yang akan membawahi orang-orang di perusahaan kita. Tentu kita tidak ingin orang-orang terbaik di perusahaan kita yang berada di bawah pimpinan si individu ini akhirnya mengundurkan diri bukan?
Begitu juga, untuk apa sangat menguasai konsep pekerjaan, namun dia kurang peduli/cuek dengan orang-orang di sekitarnya. Ingat, perusahaan merekrut pemimpin yang akan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya.
Maka, tak ada salahnya jika mulai mengapilkasikan metode ini untuk figur seorang pemimpin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H