Lihat ke Halaman Asli

Ini Alasan Rasional Harga Emas Merosot

Diperbarui: 2 Juli 2015   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang terutama para pelaku pasar emas memberikan opininya tentang turunnya harga emas secara signifikan di sepanjang periode 2011-2013. Nilai emas menurun sebesar 30% setelah sempat menyentuh level tertingginya pada US$ 1,921 per troy ounce pada tahun 2011 lalu. Ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa turunnya nilai emas ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti semakin menguatnya nilai Dollar Amerika atau situasi perpolitikan dunia. Akan tetapi faktor yang menurut saya paling mempengaruhi merosotnya nilai emas ini adalah faktor All-in Sustaining Cost (AISC). Sebelum membahas lebih dalam tentang AISC ada baiknya kita membahas faktor lain yang mempengaruhi harga emas ini.

  1. Nilai Tukar Dollar Amerika

Seperti kita ketahui bersama bahwa hampir sebagian besar barang komoditi diperjualbelikan menggunakan mata uang US Dollar. Oleh karena itu, harga emas sangat terpengaruh sekali dengan nilai mata uang US Dollar. Ketika USD menguat maka nilai emas akan menurun, begitu pula sebaliknya. Harga emas sangat mudah terpengaruh oleh kondisi-kondisi perekonomian dunia, begitu pula emas. Selain itu, tingkat supply & demand juga mempengaruhi pergerakan harga komoditas ini.

  1. Tingkat Inflasi

Salah satu faktor yang juga memengaruhi adalah nilai inflasi global yang terus menurun dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan investor yang memegang emas berusaha melindungi nilai asetnya dengan ikut menjual emasnya karena harga yang terus turun. JP Morgan Chase, yang telah melakukan survei di 30 negara di dunia yang mewakili hampir 90 persen dari perekonomian dunia, menjelaskan, inflasi global sebesar 4 persen telah memuncak pada 2011 lalu.

  1. All-in Sustaining Cost (AISC)

All-in Sustaining Cost (AISC) merupakan indikator dari total biaya produksi emas, dimana data ini menyediakan total biaya produksi secara lebih lengkap dibandingkan teknik pendekatan lama dan traditional yang disebut “cash cost”. AISC sudah menjadi indikator total biaya produksi emas secara global yang didukung oleh World Gold Council (Dewan Emas Dunia). AISC merupakan total biaya produksi emas yang meliputi biaya pengeluaran gedung, modal usaha yang digunakan untuk pembangunan tambang dan biaya produksi untuk menetapkan standar efisiensi kegiatan operasi perusahaan.

Berdasarkan World Gold Council, biaya produksi (AISC) pada tahun 2011 berada pada kisaran US$900 – US$1,400 per troy ounce. Akan tetapi pada periode 2011, harga emas sedang berada pada level yang sangat tinggi. Bahkan harga emas sempat menyentuh level tertingginya pada US$1,921.

Ini dapat dikatakan sebagai “economic bubble”, bubble terjadi ketika harga suatu barang berada jauh di atas harga sesungguhnya. Saya merasa bahwa pada tahun 2011, harga emas sudah mengalami bubble sehingga tidak lama kemudian harga akan merosot tajam. Oleh karena itu, harga emas merosot sangat tajam hingga 30% setelah sempat menyentuh level tertingginya.

Perusahaan tambang emas ternama di Sumatra Utara, PT Martabe, menurunkan level AISC nya dari US$729 per ounce pada kuartal keempat 2014 lalu menjadi hanya US$471 per ounce. Hal ini disebabkan oleh pernyataan World Gold Council yang menetapkan pada periode 2014-2015 rata-rata All-in Sustaining Cost untuk industri emas diturunkan hingga berada pada kisaran US$1,100 – US$1,200 per troy ounce. Pergerakan nilai emas seharusnya tidak bergerak jauh dari standar AISC karena data ini merupakan patokan nilai emas saat ini. Hal inilah yang menyebabkan harga emas kembali ke kisaran US$1,176 pada saat ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline