Lihat ke Halaman Asli

Kabar Gembira untuk Kebebasan Beragama di Indonesia

Diperbarui: 10 November 2017   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: kompas.com

Kebuntuan puluhan tahun terhadap penghayat kepercayaan yang tidak boleh mencantumkan status keyakinan di kolom agama terpecahkan oleh putusan MK ini.

Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan angin segar bagi kebebasan beragama di Indonesia. Setelah memutuskan Penghayat Kepercayaan dapat ditulis dalam kolom KTP, MK juga akan memberikan dukungan penuh kepada sejumlah aliran kepercayaan lainnya yang selama ini merasa didiskriminasi oleh pemerintah.

Hal tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Dasar 1945 yang berbunyi, "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya".

Dengan begitu, apakah penganut kepercayaan lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia akan mendapatkan perlakuan sama seperti penganut Penghayat Kepercayaan dari Riau?

Indonesia memiliki keberagaman yang unik. Dari kebudayaan hingga suku etnis yang begitu banyak. Tercatat, di sejumlah daerah lainnya juga terdapat agama atau kepercyaan yang diyakini lebih tua sebelum Islam, Budha, Kristen Protestas, Katolik, Hindu, dan Kong Hu Cu datang.

Sebut saja seperti di Jawa Barat, sebagaian warga Sunda dan Kanekes masih punya kepercayaan terhadap agama leluhur mereka yang hingga saat ini dipeluk yakni kepercayaan Sunda Wiwitan. Sedang di Lebak Banten, Sunda Wiwitan aliran madrais juga dikenal sebagai agama Cigugur atau/dan ada beberapa penamaan lain di Cigugur.

Kepercayaan lainnya seperti Kejawen juga dapat ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Batak, masyarakat di sana percaya akan kepercayaan Parmalin yang merupakan agama asli mereka. Begitu pula di Kalimantan yang punya Kaharingan dan Tonaas Walian di Minahasa, Sulawesi Utara dan Tolotang di Sulawesi Selatan serta Wetu Telu di Lombok dan Naurus di Pulau Seram Provinsi Maluku, dan lain-lain.

Artinya, jika pemerintah ingin mengakomodasi semua kepercayaan yang PepNews.comhimpun dari berbagai sumber, agama-agama kepercayaan tersebut di atas harus pula mendapatkan prioritas. Tidak semata hanya ingin mencari sensasi belaka.

Alumnus Antropolog Universitas Indonesia (UI) yang saat ini berdiam di Riau, Rawa El Amady, sebagaimana diberitakan Detik.com, Selasa 7 November 2017, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk memberikan dukungan dengan keputusan MK tersebut. Menurutnya, di Riau masih banyak suku di pedalaman yang selama ini punya kepercayaan sendiri tentang keagamaan,

"Keputusan MK harus dipatuhi semua komponen yang ada, terutama pemerintah daerah, dalam mengakomodasi aliran kepercayaan," Kata Rawa El Amady.

Rawa El Amady menjelaskan, hingga saat ini di Riau terdapat beberapa komunitas suku yang menerima tekanan baik secara ekonomi dan politik sehingga mereka dengan terpaksa harus memeluk agama yang di telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Padahal, kata dia, komunitas itu sejak turun-temurun telah punya kepercayaan terhadap agama nenek monyang mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline