Agama di Indonesia cenderung memiliki kaitan erat dengan adat, tradisi, atau budaya Nusantara. Terlebih lagi Agama Hindu yang memiliki karakter membaur dengan budaya sekitar sebagai proses penyebarannya sejak dahulu kala. Hal serupa terjadi di Bali, yakni umat Hindu di Bali memiliki begitu banyak lapisan adat, budaya, dan agama yang melekat pada identitasnya. Mulai dari sarana prasarana upacara yang mengandung unsur seni dan budaya, seperti banten, penjor, ogoh-ogoh, gamelan, hingga tarian sakral. Begitu banyaknya adat dan budaya yang dimiliki umat Hindu di Bali, namun sebagian di antaranya memiliki kaitan yang sangat erat dengan leluhur. Umat Hindu di Bali menghormati dan mempercayai leluhurnya sebagai narahubung atau perpanjangan tangan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan), hal ini dibuktikan dengan adanya "Pura Kawitan".
Pura Kawitan adalah tempat umat Hindu di Bali untuk melakukan pemujaan sebagai bentuk penghormatannya kepada leluhur sekaligus mengekspresikan rasa kasih sayang kepada Tuhan. Setiap Pura Kawitan tersebut pun memiliki kisah sejarahnya masing-masing, seperti kisah leluhur yang berkuasa atau berjuang yang kemudian ditempatkan pada altar pemujaan Pura Kawitan tersebut. Tak hanya itu, masih banyak lagi adat dan tradisi umat Hindu di Bali yang bernuansa pemujaan kepada leluhur. Seperti Piodalan, Ngaben, Metuunan, hingga Galungan dan Kuningan. Adapun hal ini merupakan bentuk dari Pitra Yadnya, yaitu korban suci tulus ikhlas yang ditujukan kepada leluhur.
Pitra Yadnya berkaitan dengan konsep kepercayaan umat Hindu bahwa setiap manusia yang lahir ke dunia memiliki tiga hutang yang wajib dibayar, yakni "Tri Rna" dengan salah satu bagiannya adalah Pitra Rna atau hutang kepada leluhur. Kenyataan bagaimana leluhur mengambil peran yang begitu besar bagi umat Hindu di Bali menggambarkan pula bagaimana kepercayaan umat Hindu di Bali terhadap konsep "Punarbhawa".
Punarbhawa adalah salah satu bagian dari Panca Sradha, yakni lima dasar kepercayaan atau keyakinan umat Hindu. Panca Sradha dapat dikatakan sebagai inti dari ajaran Agama Hindu itu sendiri. Adapun bagian-bagian dari Panca Sradha adalah sebagai berikut:
1. Brahman/Widhi Tatwa
Widhi Tatwa berasal dari Bahasa Sansekerta, di mana "Widhi" dapat diartikan sebagai "menakdirkan" dan "Tatwa" artinya filsafat. Maka Widhi Tatwa berarti filsafat tentang yang "menakdirkan", yakni Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam Agama Hindu, kesejahteraan dunia dan kebahagiaan rohani adalah tujuan utama yang dapat ditempuh melalui empat jalan yang disebut sebagai Catur Marga. Adapun salah satu bagian dari Catur Marga adalah Bhakti Marga atau Bhakti Yoga, yakni pemujaan kepada Tuhan dengan tulus ikhlas. Oleh karena itu diperlukan keyakinan kepada Tuhan yang juga disebut sebagai Widhi Sradha untuk dapat menimbulkan rasa bhakti dan menempuh jalan ini, sehingga kesejahteraan dan kebahagiaan rohani yang merupakan tujuan dari Hindu akan dapat tercapai.
2. Atman
Hindu mempercayai Tuhan Yang Maha Esa bersifat maha ada, kekal, tanpa awal dan tanpa akhir, serta ada di mana-mana yang disebut Wyapi Wyapaka Nirwikara. Hal ini karena Tuhan meresapi setiap makhluk ciptaannya melalui Atman yang merupakan bagian atau percikan kecil suci dari diri-Nya (Brahman).
3. Karma Phala
Karma memiliki arti "perbuatan" dan Phala artinya "hasil", sehingga Karma Phala berarti hasil dari suatu perbuatan. Umat Hindu mempercayai setiap baik ataupun buruknya perbuatan yang dilakukan akan memberikan hasil yang setimpal, oleh karena itu Hindu mengajarkan Dharma atau ajaran kebenaran sebagai pedoman segala perbuatan umatnya.
4. Punarbhawa