Lihat ke Halaman Asli

Winni Soewarno

Orang biasa yang sedang belajar menulis

Menikmati Nonton dan Belajar dari Drama Korea

Diperbarui: 26 Mei 2022   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dirumahku ada dua remaja yang sedang senang-senangnya menonton drama Korea. Hampir setiap hari, mereka berdua asik menatap laptop untuk menengok bintang-bintang yang digandrungi. Serunya saat mereka menceritakan apapun tentang artis idola, rasanya tak pernah habis.  Tentu saja tidak ada ijin bagi mereka untuk menonton lebih dari dua episode setiap harinya. Apalagi nonton secara marathon.  

Tak bisa kusalahkan mereka yang menjadi tak suka menonton tayangan televisi lokal. Bisa dihitung dengan jari, berapa banyak tayangan yang menarik atau mendidik. Acaranya didominasi oleh sinetron yang dipanjang-panjangkan serialnya saat ratingnya bagus.  Cerita yang semula agak berisi, menjadi tak karuan. Jika tidak sinetron, ada tayangan komedi, yang menurutku 'garing'. Sering tak menghibur, karena isinya dipenuhi lakon merundung rekan main. Body shaming - celaan fisik - adalah yang paling banyak dipilih. Tentu saja kami tak tega melarang anak-anak mengakrapi tayangan luar yang lebih banyak bagusnya. Tengoklah cerita tentang satwa yang menarik di National Geographic yang sangat memikat . Atau tayangan perjuangan anak-anak dalam memasak di acara Masterchef Junior dan berlomba ketangkasan di American Ninja Warrior Junior. Sangat menarik. Mampu membuat pemirsa seolah berada didalamnya sehingga ikut berteriak senang kala ada yang menang atau menjerit sedih dan kesal saat ada yang gagal.  Hiburan di masa pandemi sangat terbatas.  Tayangan televisi luar negeri seakan menjadi tontonan wajib seusai makan malam.

Alternatif lain, membaca buku misalnya,  bukan lagi hal yang diminati. Gawai menjadi lebih sakti dan menyenangkan untuk menjadi teman sehari-hari. Dari gawai mereka membuka youtube atau telegram, e-book dan banyak lagi. Dua yang kusebut lebih dulu ini cukup familiar bagiku. Keduanya menayangkan film dan drama bermacam genre tak berbayar. Meski demikian, kami tak membolehkan mereka melihatnya melalui gawai. Ada televisi diruang keluarga yang bisa digunakan untuk menyambungkan gawai sehingga film atau drama dapat dilihat melalui monitor televisi yang lebih besar. Cara ini kami gunakan agar dapat mengontrol mereka dari melihat tayangan-tayangan tak layak. Selain juga menjaga agar mata tidak terlalu dekat terpapar gawai. Tak mudah memang mendisplinkan anak-anak ini. Lama-kelamaan mereka terbiasa. Lebih nyaman nonton menggunakan televisi daripada melalui gawai yang layarnya kecil.

Sesekali aku bergabung dengan mereka. Mengasyikkan juga melihat cerita tentang raja-raja di Korea. Sesekali aku memasukkan komentar. Terutama jika kisahnya menceritakan tentang intrik-intrik, iri dengki, sakit hati, pembalasan dendam dan sikap-sikap negatif lainnya. Kuingatkan bahwa hal-hal yang baik saja yang perlu diteladani. Tak perlu mencontoh yang tercela karena berujung pada penderitaan.

https://www.wowkeren.com/berita/tampil/00247269.html

Sampai suatu kali saat mereka akan menonton tayangan seri drama, mereka saling mengucap salam dalam bahasa Korea. Sebelah tangan didepan badan dan saling membungkuk. Aku menghembuskan nafas. Sekali lagi terhenyak akan luar biasanya sekali pengaruh sebuah tayangan. Dicontoh dan ditiru anak-anak dengan baik. Bisa jadi merekapun tak mengerti maknanya. Ada rasa tak rela mereka menyimak tayangan-tayangan itu tanpa mempelajari apa-apa. Jiwa pengajarku bergejolak. Drama-drama ini mungkin bisa dipakai untuk mereka belajar sesuatu selain kehidupan bintang idolanya.

hellotinkorean2-628e05e6bb448629d623d2a2.png

https://dairysia.com/

Belajar bahasa sudah tentu. Belajar sejarah dan budaya sebagai bonusnya. Meski sudah berkesempatan mengunjungi negara ini, pengetahuanku tentang Korea nol besar. Beberapa makanan enak saja yang aku tahu. Untungnya, hidup dimudahkan pada masa ini. Masa merebaknya COVID-19 bisa disikapi sebagai blessing in disguise. Ada berkat yang bisa digali pada saat terkurung di rumah. Orang menjadi sangat kreatif membuat konten-konten yang bermanfaat. Mereka mengunggahnya di internet . Dari mulai konten yang remeh-temeh sampai konten yang berat. Dari yang hanya nyaman untuk dilihat sampai konten untuk belajar. Ada banyak sumber yang bisa digunakan untuk belajar. Mulai dari yang tak berbayar sampai yang berbayar. Semuanya hanya bermodal internet.

Mencuri start, mulailah aku menggunakan laptopku untuk mencari-cari sumber. Aku menemukan banyak sekali bahan yang menarik. Dari Youtube saja, ada banyak sekali bahan yang bagus-bagus menurutku. Ada banyak pilihan pelajaran bahasa. Aku memilih yang kubutuhkan, bahasa Korea. Dalam tautan-tautan yang kudapat, ada materi belajar dengan pengajar orang Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia. Ada juga materi yang dibawakan oleh penutur asli menggunakan bahasa Inggris. Materi dalam bahasa penutur aslipun ada. Tapi itu belum untuk levelku. Aku memilih yang nyaman, dalam bahasa Indonesia tentunya. Pengajarnya anak muda, berbahasa Indonesia dan materinya sistematis bagi pembelajar awam sepertiku.

Sesudah agak percaya diri, aku mulai bergabung lagi dengan anak-anak untuk menyaksikan sebuah drama Korea. Waktu itu kisahnya tentang seorang perempuan yang menjadi polisi. Dia ingin ditugaskan di stasiun kereta bawah tanah. Keinginannya terpenuhi dan dia ditugaskan di stasiun bawah tanah yang tersambung ke beberapa stasiun lainnya di wilayah di Korea. Polisi muda ini mempunyai kelebihan mampu menghafal setiap sudut area stasiun. Dia mengetahui dimana pintu keluar, ada berapa dan menuju kemana. Dia faham dimana letak toko tertentu. Disudut mana ruang mesin, ruang panel dan lainnya. Kemampuannya didapat dari perjalanan kelilingnya setiap hari dari satu stasiun kestasiun lain yang terhubung. Selain untuk bekerja, hal ini dijalaninya untuk mencari saudara kembarnya yang cacat dan hilang saat di stasiun kereta. Sang saudara kembar ini sudah hilang bak ditelan bumi selama dua tahun.

“Nah, itu kata yang kalian gunakan waktu itu untuk memberi salam. Sudah benar, badan agak sedikit membungkuk. ” jelasku saat sebuah kata terucap dalam suatu percakapan “tulisannya seperti itu.” Tunjukku pada sederet huruf Hangeul – huruf Korea - di layar televisi. Anak-anak jadi menoleh ke arahku. Agak mengerenjit dahi mereka. “ Kalau diterjemahkan kira kira menjadi ‘Selamat pagi, pak Komisaris Polisi Ahn.’ Mereka juga punya bahasa formal. Terutama kepada orang yang dihormati atau lebih tua yang sopan,” lanjutku bersemangat. “Itu tuh bentuk huruf ‘a’. Sebelahnya huruf ‘n’. Jadi seru kalau bisa membaca  huruf-huruf itu.” Kulempar pancingan pertamaku meskipun dengan modalku yang baru secuil. Ingin tahu apakah mereka tertarik atau tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline