Lihat ke Halaman Asli

Winni Soewarno

Orang biasa yang sedang belajar menulis

Membopong Si Kulit Singkong

Diperbarui: 13 Mei 2022   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: pngegg.com

Aku berdecak kagum saat menyaksikan acara master chef anak-anak yang ditayangkan sebuah televisi Australia. Luar biasa sekali anak-anak ini. Tinggal dua orang yang memperebutkan juara pertama  dan kedua. Yang satu usianya 9 tahun. Yang lain sebelas tahun. 

Jangan ditanya soal kemampuannya mengolah makanan. Tantangan mengolah bahan makanan apapun selalu membuatku terpana pada hasilnya. Olahan mereka memunculkan air liurku. Aku yang ilmu memasakku ala kadarnya, terkagum-kagum melihatnya.

Acara itu mengingatkanku saat masih SMP. Memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus di sekolahku selalu diadakan acara. Semua murid dilibatkan dalam berbagai kegiatan. Acara  pertandingan olah raga digelar. Lomba vocal grup dan menyanyi dimulai. Berjalan di catwalk ala peragawati juga ditunggu-tunggu. Lomba memasakpun tak ketinggalan.

Lomba memasak ini dilakukan juga oleh guru-guru. Seru sekali melihat pak guru mengenakan daster mencoba membuat nasi goreng yang enak. Lebih seru lagi melihat ibu guru mengenakan kebaya lengkap dengan kondenya, membuat bakmi goreng dengan berbagai macam variasi. Seringkali harus menaikkan kainnya agar tak mengganggu gerak.

Setiap tahun bahan masakan yang digunakan untuk lomba berbeda. Lomba memasak inipun berlaku bagi murid. Dua atau tiga orang murid diajukan dari masing-masing kelas untuk mengawal kelasnya. Tahun itu, entah kenapa aku dan dua orang temanku dipilih untuk mewakili kelas kami dalam lomba memasak. Mungkin saja karena aku dan dua temanku ini belum terlibat dalam acara apapun. 

Olahraga aku tak pandai. Menyanyipun tak mungkin menang karena suaraku terbatas hebatnya dilingkup kamar mandi saja. Memperagakan kostum di catwalk juga tak berbakat. Jadilah pada lomba memasak kami di ‘korbankan’.

Bahan makanan terpilih saat itu adalah singkong.  Sebelum hari H perlombaan memasak oleh murid-murid, aku dan tim dibuat pusing kepala. Rasanya semua makanan yang kami rencanakan untuk dimasak, sudah dibuat oleh bapak dan ibu guru.

Batallah aku dan tim membuat utri – sebutan lain untuk ketimus. Penganan dari singkong yang sudah diparut, dicampur dengan gula merah dan kelapa parut kemudian diimbuhi dengan potongan nangka atau potongan kelapa. 

Adonan ini dibungkus dengan daun pisang yang kemudian dikukus. Baunya akan harum karena ada potongan daun pandan sedikit disetiap bungkusnya. Padahal kami sudah berbagi tugas. Siapa akan yang akan melakukan tugas apa sampai siap.

Penganan lain yang terpaksa harus dibatalkan adalah misro – amis dijero – manis didalam, kata orang Sunda. Parutan singkong yang dibumbui, kemudian dibentuk agak bulat dan didalamnya diisi gula merah. Kemudian digoreng untuk mematangkannya. Kami berniat membuatnya sebagian dengan isian keju karena tak semua juri suka makanan manis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline