Siapa tak kenal tokoh bernama Kartini?. Namanya demikian terkenal. Setiap tahun hari lahirnya diingat.
Anak sekolah terutama anak Sekolah Dasar dan Taman Kanak-Kanak, berbaris berpawai ke sekeliling lingkungan sekolah dengan pakaian tradisionil yang mereka kenakan. Sementara tingkatan sekolah yang agak tinggi, melakukan upacara bendera.
Nampak perempuan di kantor-kantor bekerja mengenakan baju tradisional. Nampak cantik dan indah. Salah satu dampak dari perjuangan seorang perempuan muda yang menginginkan perempuan mempunyai cita-cita setinggi langit.
Anak perempuan Raden Mas Adipati Sosrodiningrat- seorang Bupati Jepara - ini lahir 21 April 1879 di Rembang. Lahir dari keluarga yang sadar akan kemajuan, tetapi terbelenggu adat dan sistem kolonial. Adat yang mengikat langkah perempuan untuk mendapatkan pendidikan di sekolah.
Adat yang memingitnya setelah usia 12 tahun sebagai persiapan untuk dinikahkan, melarangnya keluar rumah. Membatalkan sekolah ke Batavia dan Belanda di pilihnya. Menikah poligami dijalaninya karena sang suami mengijinkannya untuk tetap belajar, menempuh ujian dan membuka sekolah. Bukan menyerah pada cita-cita. Tapi ini caranya menyediakan jalan yang lebih lebar.
Dia diijinkan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang disukainya yakni memintarkan anak-anak perempuan. Dia ingin perempuan mempunyai kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah pintu yang dapat memerdekakan untuk bisa keluar dari ikatan tradisi dan rantai kebodohan.
Karena itulah yang menyadi penyebab lemahnya posisi sosial perempuan di masyarakat. Karena kiprahnya ini, Kartini dikenal sebagai tokoh emansipasi perempuan.
Pemerintah sangat menghargai jasanya. R.A. Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional dengan SK Presiden RI (Ir. Soekarno) No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964. Pemikirannya yang dikumpulkan melalui surat-suratnya oleh J.H. Abendanon,
Menteri Pendidikan pada masa Kartini diberi judul Door duisternis tot licht yang kemudian diterbitkan oleh Balai Pustaka di tahun 1922 berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran’. Selain itu, gambar Kartini juga diabadikan dalam uang kertas yang 5 Rupiah dikeluarkan tahun 1953 dan 10 ribu Rupiah yang dikeluarkan tahun 1985.
Wajah Kartini muncul pada uang kertas pecahan 5 Rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Uang kertas ini bertanda tahun 1952. Dipersiapkan untuk diedarkan setelah selesainya nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, yang prosesnya sudah berlangsung sejak tahun 1951. Bank Indonesia terbentuk pada 1 Juli 1953.
Uang ini diumumkan secara resmi dalam Berita negara dan kemudian ditetapkan dalam Lembaran Negara Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Mulai diedarkan tanggal 2 Juli 1953 dan ditarik dari peredaran pada 16 Januari 1961.