Pengemasan merupakan faktor yang penting dalam menunjang masa simpan suatu produk pangan, untuk melindungi bahan pangan tersebut dari penurunan kualitas. Pengemasan di Indonesia pada umumnya menggunakan plastik. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan sampah mencapai 17,5 juta ton/tahun pada tahun 2023, dengan komposisi kedua terbesar dari timbunan sampah tersebut adalah plastik sebanyak 18,9%. Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan menimbulkan permasalahan lingkungan karena sulit terurai secara alami. Salah satu upaya pengurangan sampah plastik dapat dilakukan dengan mengganti plastik kemasan yang ramah lingkungan, misalnya edible film.
Berangkat dari permasalahan tersebut, kolaborasi antara mahasiswa dari Departemen Ilmu Pangan dan Bioteknologi dengan Departemen Agroekoteknologi Universitas Brawijaya membuat suatu riset tentang formulasi flavonoid dari teh hijau sebagai antibakteri pada edible film berbasis kulit kentang khususnya pemanfaatan ekstrak teh hijau.
Lima mahasiswa yang terdiri dari Celina Lovinri (FTP), Stevanus Prasasta Laksmana (FTP), Laily Putri Agustin (FTP), Deffindra Ahmad Tirtapandu (FP), Hanum Salsa Manurung (FP) di bawah bimbingan Prof. Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP., MP., mengembangkan suatu inovasi Ekstrak Daun Teh Hijau untuk diuji coba pada Edible Film berbasis Tepung dari Kulit Kentang. Penelitian ini didanai oleh Kemdikbudristek dan UB melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta tahun 2024.
“Pada penelitian ini kami membuat edible film dengan memanfaatkan tepung kulit kentang dan memanfaatkan flavonoid dari ekstrak teh hijau sebagai antibakteri. Selanjutnya akan dilakukan beberapa uji efektivitas flavonoid dari ekstrak teh hijau sebagai antibakteri pada edible film” ujar Celina.
Menurut Deffindra meningkatnya minat konsumsi masyarakat terhadap kentang menyebabkan limbah dari kulit kentang juga meningkat. Kulit kentang juga mengandung banyak nutrisi sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan menjadikan tepung kulit kentang sehingga lebih mudah untuk diolah.
Sementara itu, pemilihan teh hijau sebagai sumber flavonoid juga dikarenakan merupakan komoditas yang mudah didapatkan dan memiliki harga terjangkau. Di sisi lain, teh hijau juga memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi dibanding teh jenis lain.
Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa flavonoid dari ekstrak teh hijau dapat dijadikan antibakteri pada edible film berbasis kulit kentang. Produk ini juga bersifat ramah lingkungan karena dapat langsung dikonsumsi. Pemanfaatan limbah kulit kentang sebagai edible film diharapkan dapat menjadi alternatif dalam mengurangi penggunaan plastik kemasan pada makanan, serta menjadi solusi dalam pengelolaan limbah kulit kentang
“Nantinya edible film ini akan dijadikan sebagai pembungkus makanan primer yang melindungi makanan tersebut dan dapat memperpanjang masa simpan,” ujar Stevanus.
Laily, mengatakan penelitian ini sedang dalam tahap pengembangan dan harapannya dapat menjadi alternatif kemasan yang ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H