Awalnya saya mengira, perut yang melilit ini akibat perubahan jadwal tidur. Maklumlah sudah 3 malam berturut-turut telat pulang kantor.
Perut serasa dikocok, mual rasanya. Bukan sakit perut, bukan pula masuk angin. Sesuatu yang sulit dijelaskan. Itu terjadi setiap kali dalam perjalanan ke kantor.
Hari itu, hari ke-4 saya sebagai pendatang di suatu kota. Rencananya 2 tahun akan bekerja dan menetap sesuai kontrak.
Seperti biasa kami reporting, morning briefing singkat, termasuk informasi tugas prioritas masing-masing departemen.
Sejak 2 hari lalu, ada sesuatu hal mengganggu perhatianku. Di tengah briefing, Roy selalu berkomentar. Interupsi yang dibuat-buat, padahal hal itu dapat disampaikan selesai bicara.
Sangkaku, Roy, departemen head front office itu, hanya berkomentar di hari-hari awal kubergabung. Maklum, pendatang baru harus mempelajari kebiasaan setempat.
Dugaanku ternyata meleset. Suatu hari, Roy menjadi garang. Ia menyerang ide-ideku. Mempertahankan argumennya di depan forum dengan cara tidak simpatik.
Merasa pendapatnya benar seakan mencari pembenaran karena bertutur menyudutkan beberapa nama di forum yang tak sepatutnya ia lontarkan.
Karena lelah menanggapi celotehnya, aku diam. Pantang bagiku berdebat kusir dengan siapapun. Begitupun yang lain, GM ikut terdiam.
Peristiwa itu membuatku tak habis pikir. Ingin rasanya meluapkan perasaanku bahwa ia sangat mengganggu pikiran dan sistem kerja di departemen yang menjadi wilayah tanggung jawabku.
Tidak berhenti sampai di situ, ada lagi serangkaian kejutan buruk lainnya. Ada-ada saja yang dilakukannya, di luar dugaan.