"Esensi mendidik adalah mengangkat harkat dan martabat murid, membuatnya berani bermimpi dan membuat hal besar" (Andrea Hirata-Laskar Pelangi).
Pendidikan selalu menjadi inspirasi bagi manusia untuk melakukan perubahan. Diperbincangkan setiap lapisan dari masyarakat sampai pejabat, semuanya terkesan berbicara demi peningkatan mutu pendidikan, meskipun dengan kesan agak dipaksakan.
Terlebih menjelang dan sesudah kegiatan perhelatan Ujian Nasional, namun selalu menjadi bias akibat dari proses pendidikan peninggalan watak kolonial, terjadi bias perilaku pendidikan baik yang masih mengenyam bangku pendidikan sampai yang telah berhasil menjadi outpun pendidikan.
Berangkat dari hal ini Pemerintah baik dari pusat maupun daerah mengeluarkan konsep kebijakan pendidikan berorientasi pada pendidikan yang membentuk dan menekankan aspek perilaku yang dikenal dengan pendidikan karakter.
Berbicara pendidikan karakter bukanlah barang baru bagi insan pendidik di tanah air ini, sejak jaman penjajahan, kemerdekaan, orde lama, orde baru sampai era reformasi dan entah orde apa namanya lagi . Pendidikan sebenarnya telah terintegrasi dengan pembentukan karakter seperti yang digagas oleh para penggiat pendidikan dan para tokoh agama pun telah mengajarkan sebab di dalam agama telah termaktub nilai-nilai karakter.
Ini seolah-olah ada dikotomi pendidikan ada pendidikan karakter tentu ada pula pendidikan tidak berkarakter, nah sekarang siapa yang mau dituding atau disalahkan menjadi insan pendidik yang tidak berkarakter ? dengan menjudge Insan Pendidik tidak mempunyai berkarakter, tentu tidak ada seorangpun yang mau.
Seiring angin kebebasan demokrasi dengan adanya kebebasan berpendapat serta iklim demokrasi yang terbuka, namun tidak di iringi dengan kualitas kematangan jiwa anak bangsa yang memegang peran di pemerintahan atau katakanlah sebagai Stake Holder menyebabkan terjadi degradasi keteladanan, manusia biasanya akan meniru orang yang dianggap lebih tinggi kedudukannya, baik dari segi umur, pengalaman, bahkan kedudukan dan tidak mau peduli apa yang dilakukan benar atau salah, asalkan telah dilegitimasi dan dianggap benar akan kebijakannya meskipun salah maka hal tersebut tidak menjadi masalah, artinya segala perbuatan dan tingkah laku bukan berorientasi pada nilai-nilai luhur bangsa ini, baik yang bersumber dari kebudayaan maupun dari agama.
Namun segala tingkah laku dianggap benar jika jika telah terlindungi sebuah peraturan perangkat kebenaran yang bernama Undang-undang inilah yang menjadi masalahnya.
Manusia yang melakukan sesuatu yang benar jika menurut undang-undang salah tentu akan dihukum, diproses sesuai dengan hukum posistif yang berlaku. Maka kehancuran dan kebobrokan karakter ini bukan hanya muncul tiba-tiba, namun telah mengakar dan tertanam begitu lama, dan ketika kran kebebasan terbuka, maka ia akan meledak dengan hentakan dan dentuman yang luar biasa.
Nah sebagai seorang pendidik tugas Insan pendidik bukan hanya mengkritisi peraturan, walaupun itu juga diperlukan, namun tugas utamanya adalah membentuk kepribadian siswa sebagai peserta didik agar mereka mampu menjadi Stake Holder yang merubah setiap kebijakan tanpa ada keberpihakan kecuali kepada nilai-nilai kebenaran dengan keteladanan.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 4 ayat 4 tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan telah ditegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses