Lihat ke Halaman Asli

Ulama, dan Muslim Cina Nanchang Bantah Isu pelarangan puasa di Xinjiang

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14058239307526002

Belum selesai dengan pemberitaan di media tentang larangan berpuasa oleh pemerintah Cina terhadap etnis minoritas Uyghur. Lalu beberapa media karbitan Indonesia kembali menulis berita dengan judul “ketahuan puasa mahasiswa Muslim dikeluarkan dari kampus” (baca : Dream.co.id jumat 11 juli 2014). Kenapa saya mengatakan karbitan, karena sangat jauh dari unsur unsur berita. Tidak ada kejelasan sumber berita, siapa nama mahasiswa yang dikeluarkan oleh kampus, siapa yang diwawancarai oleh radio free asia? Ada tanggapan pemerintah, namun samar siapa yang berbicara, dan siapa yang diwawancara? sepertinya berita tersebut adalah hasil translitan dan copy paste.

[caption id="attachment_316109" align="aligncenter" width="560" caption="sejumlah muslim Cina berkumpul dimesjid Nanchang Pronvinsi Jiangxi, sembari menunggu detik detik berbuka puasa. foto by_Cekbee"][/caption]

Pada pemberitaan sebelumnya, berjudul, “Astaufirullah! Pemerintah tiongkok larang muslim Xinjiang berpuasa”. baca detik.com Rabu, 02/07/2014 jugabeberapa media di idonesia menulis serta merujuk kepada berita yang ditulis  oleh channelnewsasia.com. Namun pada tanggal 04/07/2014 channelnewsasia.com kembali memuat berita yang membantah content berita sebelumnya “China ambassador denies ramadahan fasting ban in Xinjiang”. Namun berita yang kedua ini yang tak lagi ditulis di sejumlah media Indonesia. Seakan akan membenarkan pemberitaan sebelumnya.

“mereka (red media), hanya menulis berita mengambil uang dari hasil berita lalu pergi, tidak ada investigasi lebih medalam apakah isu itu benar? Atau salah? dan saya yakin tidak ada narasusmber yang diwawancara langsung, kecuali dari mulut ke mulut”. Ungkap Musa selaku Imam masjid Nanchang.

Hal yang senada juga di ungkapkan pemilik kantin muslim di Nanchang. “Negara tidak pernah mengurus tentang kepercayaan, anda mau beragama silahkan, anda tidak mau silahkan, yang Negara komunis ini urus adalah masalah uang, dan hidup damai, saya tau betul itu, karena saya adalah anggota partai komunis wilayah Nanchang”. Tegas Abdullah saat acara buka puasa bersama di Asrama mahasiswa asing kala itu.

Pemilik lima kantin Lanzhou mian (Lanzhou noodle) di Nanchang itu juga berpendapat bahwa, pemerintah Cina dari tahun ketahun semakin memanjakan etnis Xinjiang. “kita tidak bisa menafikan, diskrimitif itu ada, tapi dulu. Nah sekarang sudah lebih baik, mereka disekolahkan gratis, tiket perjalanan pulang pergi ditanggung negara, padahal suku mayoritas Han saja, harus membayar setengah harga biaya perjalanan kereta api, lihat kurang baik apa lagi Negara ini terhadap mereka, saya tidak membenci mereka. Tapi berbicara atas dasar kebenaran. karena saya juga muslim”, ungkapnya.

Lalu apakah benar pelarangan berpuasa pada bulan ramadhan terhadap muslim Xinjiang itu ada? Atau hanya kabar angin yang sengaja dihembuskan agar dunia melihat partai komunis yang bekuasa di Tiongkok berlaku diskriminatif terhadap suku minorotas di Cina?

Raihan, gadis kelahiran provinsi Xinjiang mengatakan “memang tidak ada pengumuman resmi dari pemerintah dimedia elektronik, maupun cetak  prihal pelarangan berpuasa pada bulan ramadhan bagi muslim di Xinjiang, tapi seluruh orang dikota kami tau akan hal pelarangan tersebut, kami adalah kaum minoritas dan diskriminasi itu ada, banyak hal yang tidak bisa kita ungkapkan, kalau mau tau banyak ya harus datang ke Xinjiang”. Ungkap mahasiwi semester akhir itu.

Seangin dengan isu yang berkembang di Indonesia, beberapa teman sejawat mengirimkan sms menanyakan hal serupa kepada saya. kebetulan saya sedang menempuh studi master Journalistic Advertising di negri tirai bamboo itu. Ini adalah tahun kedua bagi saya melakasanakan ibadah puasa di Cina, provinsi Jiangxi. menjawab pertayaan tersebut, tentunya tidak akan valid tanpa ada sumber sumber yang terpercaya.

Namun pengalaman selama tahun saya menjalankan ibadah puasa di negri yang mengahabisakan 1000 sumpit pertahun ini, sampai detik ini tidak ada informasi bersumber dari media local setempat. tentang pelarangan berpuasa bagi muslim Cina.

Kota Nanchang merupakan tempat domisili saya sementara. Tentu kondisi sangat berbeda jauh dari daerah otonomi Uyghur. Lima  hari empat malam, jarak tempuh perjalanan mengunakan transportasi kereta dari Nanchang ke Urumqi. Dengan biaya berkisar Rp 1 juta/tiket. Tentunya membutuhkan biaya yang besar untuk melakukan liputan langsung kesana.

Namun setidaknya untuk menjawab segala isu tersebut, beberapa hari lalu saya sempat mewawancari Ahonk (sebutan imam atau ulama dalam bahasa mandarin).  Berikut petikan wawancara saya dengan Musa Imam masjid Nanchang.

Q. Bagaimana PRC meperlakukan warga negaranya dalam hal beribadah?

Sepengetahuan saya, di Cina tidak pernah terjadi konflik antar agama, dan Negara juga tidak pernah melarang warganya untuk melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing masing. Muslim di Cina, hidup berdampingan satu sama lainnya, serta pemerintah tidak membeda bedakan, dari segi suku minoritas dan mayoritas.

Q. Bagaimana pula perlakuan  terhadap muslim di Cina?

kamu lihat sendiri, kamu kan sudah 3 tahun tinggal di Cina, apakah selama ini ada larangan shalat jumat di masjid? apakah muslim Nanchang disini pernah dilarang untuk berpuasa? ummat muslim dapat melaksanakan ibadah di masjid, dan dimanapun. Pun jika Negara tidak toleran terhadap muslim, mana mungkin ummat muslim yang berasal dari Negara lainnya di perbolehkan masuk ke Cina,  baik untuk berlajar maupun berbisnis.

Q. bagaimana dengan pelarangan masuk kemesjid  di Xinjiang?

Di Xinjiang, ada mindset, yang terlalu extrim. ketakutan yang berlebihan  yang membuat mereka terkekang sendiri. Anak anak belum berumur 18 tahun dilarang ke masjid,  peraturan itu dibuat oleh mereka sendiri. Sehingga timbul rasa was-was, dan takut jikalau ke masjid. Padahal masjid rumah Allah, siapapun boleh masuk untuk beribadah. Bukan untuk berbuat kejahatan di mesjid. PRC/ Negara tidak pernah membuat peraturan itu.

Masjid besar Nanchang,  adalah mesjid yang diresmikan tahun 2012 silam, masjid ini dibangun oleh negara, kami (red: komunitas muslim Nanchang) tidak punya uang yang cukup untuk membangun masjid yang megah.  Negara membangun masjid, lengkap dengan fasilitas didalamnya, sangatlah mustahil jika sudah dibangun lalu dilarang beribadah. sia-sia dong! Dan kalaupun ada larangan beribadah, ya pasti dihancurkan mana mungkin dibagun.

Q. Isu yang lebih santer diberitakan dimedia luar saat ini adalah pelarangan berpuasa di Xinjiang oleh pemerintah Cina? Apakah ini benar?

Ini berita salah. Muslim  Cina bukan hannya ada di wilayah otonomi Xinjiang saja, ada juga di provinsi  Gansu, Qinhai dan wilah otonomi Ningxia Hui, yang saya sebut ini adalah daerah yang banyak penduduk muslimnya.  Tentunya jika larangan ini ada, maka akan berlaku kepada seluruh pemeluk agama islam di Cina, buktinya di Nanchang masih bisa beribadah, masih bisa berpuasa, dan melakukan shalat jamaah terawih seperti biasa.

Media-media luar, sangat suka  memberitakan hal-hal seperti ini, padahal belum tentu sumber yang di dengan itu benar,  ini sengaja di rekayasa agar ummat muslim dibenturkan satu dengan lainya. sehingga terjadilah saling benci, tipu menipu, dan berperang.  Saya orang Cina, saya cinta Negara saya, saya juga cinta agama sama. ingat islam itu cinta damai, cinta damai dan cinta damai.

Q. jadi pelarang itu tidak benar?

Ya informasi ini tidak benar, jangan jangan mereka (Uyghur) sendiri pula yang membuat isu, untuk tidak perlu berpuasa, dengan alasan kodisi fisiklah. tidak sanggup bekerja jika berpuasalah. Saya tegaskan disini Negara tidak pernah melarang serta peduli terhadap warganya dalam hal kepercayaan agama masing masing. selama tidak menggangu kenyamananan satu dengan yang lainnya.

Q. kenapa kejahatan serta kriminalitas yang terjadi di Cina selalu di alamatkan ke etnis Xinjiang?

Ini persoalan mindset. Dikatakan Etnis Xinjiang itu pembunuh, Pencopet, ya kenapa karena mungkin kepribadian mereka sendiri, padahal islam mengajarkan tidak boleh menyakiti sesama bani adam, pun belum tentu mereka pelakunya.

Namun Siapa berani jamin, kalau suku han (suku mayoritas di Cina) tidak membunuh, tidak berkelahi? Tapi kenapa media diluar selalu melihat Xinjiang pelakunya. Xinjiang terlalu “seksi untuk diberitakan”, sehingga lebih menjual oplah Koran. yang salah adalah tukang tulis berita.

Pesan anda?

Didalam sebuah Negara, di Cina contohnya, yang terdiri dari sejumlah suku dan etnis, tentu didalamnya  terdapat orang baik dan juga orang jahat.  liat saja di tanah kelahiran Nabi, Makkah al-Mukarramah, juga banyak pencopet. Jadi media media luar janganlah terlalu mudah mengklaim segala bentuk kriminalitas di Cina pelakunya adalah muslim.

muslim di Cina memiliki indentitas dengan menggunakan peci, sedangkan wanita memakai pakaian yang tertutup aurat, nah jika terjadi sebuah kejatan di Cina, orang lansung mengklaim, itu muslim karena memakain identitas tersebut, nah kalau kalau pelakunya non muslim sering tidak kesebut, karena pakainnya dan identiasnya sama seperti yang lain. Kadang kadang pula pelaku bukan muslim, lalu diatas namakan muslim. Disebutlah kita teroris. Padahal kita hidup damai disini.

Harapan anda?

Muslim di Cina, hidup damai dan tentram saat ini, kita juga berharap kedepannya pemerintah bisa membangun sekolah-sekolah muslim disini (Nanchang). Karena untuk saat ini belum ada sekolah khusus bagi anak anak muslim, selama ini mesjidlah yang menjadi tempat  mereka belajar tentang agama, pun demikian anak-anak sangat disibukkan dengan kegiatan sekolahnya. Sehingga tidak ada waktu untuk belajar tentang agama.  Kita berharap sekolah muslim dibangun dan berstatus sama dengan sekolah lainnya. Sehingga agama dan dunia berjalan sama.

Tentunya wanwancara dengan Musa ini, tidaklah meng-cover seluruh kejadian, serta misteri-misteri kehidupan di Xinjiang. Dibutuhkan ivestigasi yang lebih mendalam untuk menjawab isu-isu diskriminasi terhadap kaum minoritas di Cina. jarak tempuh dan biaya yang jauh dari cukup bagi mahasiswa perantau, membuat tulisan ini di putus di tengah jalan. Berharap ada kiranya jurnalis yang terjun langsung ke lapangan, dan menguak kebisuan di Tanah Xinjiang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline