Lihat ke Halaman Asli

Pandangan Komunitas Thrifting terhadap Larangan Kegiatan Impor Baju Bekas dari Pemerintah

Diperbarui: 13 April 2023   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pakaian thrifting menjadi semakin populer, tidak hanya untuk orang tua saja tetapi juga di kalangan anak muda. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, di antaranya adalah harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan pakaian baru sehingga menjadi alternatif bagi mereka yang ingin menghemat uang.

Salah satu tempat yang menjadi wadah melakukan kegiatan thrifting adalah Happy Shopping. Happy Shopping merupakan salah satu grup komunitas thrifting terbesar yang ada di aplikasi telegram dengan jumlah anggota mencapai 7.114 pengguna.

Selain itu di dalamnya juga para anggota bisa bebas memperjual belikan baju atau barang preloved mereka. Salah satu manfaat bergabung di komunitas thrift seperti Happy Shopping ini adalah menjadi tempat berkumpulnya para seller-seller terpecaya untuk memperjual belikan baju thrifting mereka secara offline maupun online.

Terkait larangan pemerintah impor baju bekas mayoritas komunitas thrifting sebanyak sebanyak 64,2% tidak setuju dengan larangan kegiatan thrifting dari pemerintah karena mereka merasa bahwa kegiatan thrifting merupakan cara yang efektif untuk mengurangi sampah dan limbah tekstil, yang merupakan masalah lingkungan yang serius di Indonesia. 

Lalu, kegiatan thrifting juga dianggap sebagai alternatif dengan harga yang terjangkau dan ekonomis untuk mendapatkan pakaian yang layak pakai. Lalu, beberapa orang juga berpendapat bahwa larangan kegiatan thrifting akan berdampak pada pengurangan lapangan kerja bagi penjual dan pedagang pakaian bekas.

Selain itu, ada juga yang beranggapan bahwa kegiatan thrifting bisa diberhentikan untuk peningkatan kualitas produk lokal. Suryo (24) anggota komunitas thrifting sekaligus seorang mahasiswa, mengaku sering membeli sepatu dan juga baju lewat event thrift. 

"sebenarnya setuju tidak setuju dengan kebijakan pemerintah untuk memberhentikan kegiatan thrifting. Tidak setuju nya karna susah nyari brand lokal yang ukuran nya besar contoh untuk sepatu, dan untuk alasan setuju nya mungkin kegiatan thrifting bisa di berhentikan dengan catatan untuk peningkatan kualitas brand lokal atau setidak nya ada peningkatan size brand lokal seperti ukuran ukuran di brand luar," ucapnya.

Sebagai konsumen setia thrifting, Dita (25) mengaku kurang setuju jika thrifting merusak bisnis UMKM, justru menurutnya membeli pakaian bekas memberikan dampak yang baik untuk meminimalisir limbah fesyen, yang penting tujuannya tidak konsumtif.

"Kalau thrifting dibilang merusak bisnis UMKM menjadi buruk sih nggak juga, beli pakaian baru atau bekas sama saja kalau akhirnya pakaian barunya tidak terpakai lagi. Justru membeli pakaian bekas memberikan dampak yang baik untuk meminimalisir limbah fesyen, yang penting tujuannya tidak konsumtif dan pastinya memilih thrift karena tidak ada yang menyamain baju/model sama yang lain, beda lagi kalau beli di local pasti ada aja yang nyamain pakai dengan model baju yang sama," tuturnya.

Senada dengan Dita, seoranag mahasiswa bernama, Martha (19), juga menilai bahwa dengan kegiatan thrifting bisa menghemat pengeluarannya untuk membeli baju namun tetap fashionable.

"Saya tidak setuju karena melalui aksi thriftiing tersebut, saya bisa menghemat pengeluaran saya namun tetap fashionable. Lagi pula pakaian yang diperjual belikan merupakan pakaian yang layak," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline