Jalan-jalan ke Desa Navala tidaklah direncanakan dan semuanya serba dadakan. Desa Navala mempunyai kemiripan dengan Wae Rebo di Nusa Tenggara Timur yaitu tabu menggunakan listrik dalam kehidupan sehar-hari. Sebagai inisiator, saya mengajak beberapa teman kantor dan pekerja di rumah Dubes RI yang kebetulan belum pernah bepergian selama di Fiji. Ternyata yang ikut serta berjumlah total 7 orang. Bermodal patungan FJD 100 per orang atau FJD 700 cukup untuk membayar sewa mobil, tiket masuk dan pemandu di Navala. Untuk konsumsi masing-masing orang menyumbangkan makanan dan minuman.
Tepat jam 7 pagi kami berangkat ke Desa Navala via Kings Road. Perjalanan membutuhkan waktu 4-5 jam sehingga kami memutuskan untuk santai dan berfoto ria bila mendapatkan tempat yang bagus untuk berhenti sejenak. Selepas kota Korovou, kami berhenti karena ada satu penumpang ingin buang air kecil. Kebetulan cuaca dingin tapi cerah sehingga menimbulkan rasa ingin buang air kecil.
Setelah istirahat kurang lebih 45 menit, perjalanan dilanjutkan. Suasana perjalanan penuh dengan canda dan tawa. Ada yang merasa bosan karena tujuan tidak sampai-sampai. Menjelang memasuki kota Tavua, kami meminta sopir untuk berhenti karena ada pemandangan laut uang indah di atas bukit. Selama berhenti ada yang mqkan kudapan karena merasa kelaparan.
Tanpa terasa kota Ba dilewati. Perlu diketahui desa Navala termasuk dalam wilayah Provinsi Ba. Desa Navala sangat dikenal oleh masyarakat kota Ba karena banyak turis asing. Namun menuju desa Navala butuh perjuangan yang keras. Kontur wilayah berbukit-bukit dengan jalan sebagian kerikil aspal dan sebagian lagi masih berupa tanah liat. Jadi kalau musim hujan, hanya kendaraan truk yang dapat menuju desa Navala.
Setelah perjalanan hampir 1,5 jam dari kota Ba, dari atas bukit terlihat susunan rumah tradisional Fiji atau Bure yang rapi tapi ada larangan tertulis dilarang mengambil foto desa Navala sebelum diadakan acara penyambutan tamu oleh kepala suku. Begitu jalan menurun, kami menemui sungai besar yaitu Sungai Navala. Ini menjadi tanda désa Navala sudah dekat. Benar saja, kami menemui pintu gerbang dengan papan pengumuman di sebelahnya tentang peraturan memasuki dan selama berada di Desa Nava. Dalam pengumuman tersebut tertulis tiket masuk per orang FJD 25 dan membayar pemandu FJD 10-20 per pemandu.
Begitu memasuki pintu gerbang, kami bertujuh langsung dibawa oleh 2 orang pemandu menuju satu bangunan tradisional Navala yang sepertinya tempat kempwla suku biasa menerima tamu.
Ternyata kepala suku tidak berada di tempat sehingga diwakili oleh wakil kepala suku. Wakil kepala suku dan beberapa tetua menyambut kami dengan hangat. Dijelaskan bahwa desa Navala sudah ada sekitar 200 tahun yang lalu. Desa Navala merupakan bentukan dari 3 suku di pegunungan Navala. Jumlah bure di Desa Navala sekitar 100 buah dan penduduk yang tinggal di Navala berjumlah kurang lebih 1000 orang. Untuk menjaga amanah lelehur mereka, dari sejak berdiri Desa Navala tidak diperkenankan menggunakan listrik dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, kami diperbolehkan untuk jalan-jalan dan berfoto ria di desa Navala.
Oleh pemandu, kami dibawa ke beberapa tempat di Desa Navala. Berikut foto-fotonya:
Hampir 2 jam kami berkeliling desa Navala, tubuh mulai terasa lelah dan perut keroncongan. Akhirnya kami pamit diri kepada wakil kepala euku dan beberapa penduduk. Kemudian kami keluar pintu gerbang desa dan berhenti di pinggir sungai Navala dengan air sungai yang bening. Kami memutuskan untuk makan siang. Semua makanan dan inuman dikeluarkan dari mobil. Energi kami terkuras dengan eksotiknya desa Navala dan imbasnya kami makan siang dengan lahapnya.
Je