Lihat ke Halaman Asli

Cecep Gaos

Guru pecinta literasi

Menikmati Sepertiga Karunia Tuhan di Gunung Parang

Diperbarui: 17 Oktober 2017   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung Parang (Courtesy Kuwat Dianto)

Gunung Parang. Pernahkah mendengar atau "menaklukkan" gunung yang satu ini? Gunung Parang adalah sebuah gunung batu yang terletak di Kabupaten Purwakarta, tepatnya di Kampung Cirangkong Desa Pasanggrahan Kecamatan Tegal Waru Kabupaten Purwakarta. Gunung Parang ini menjadi lokasi wisata panjat tebing tertinggi kedua di Asia. Gunung Parang memiliki ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut. Selengkapnya baca Disini.

Pada hari Sabtu yang lalu (14/10/2017) saya mencoba mendaki gunung ini dengan beberapa orang rekan kerja DTA Al-Mubtadi'in Yayasan Puri Artha Karawang. Perjalanan dimulai dari Karawang pada pukul 06.30 WIB. Setelah menempuh perjalanan selama sekitar 2 jam, dengan berbagai hambatannya, akhirnya sampai di lokasi dengan selamat.

Ketika sampai di lokasi yang sudah ditentukan, saya bersama rekan-rekan diarahkan ke sebuah base camp untuk persiapan pendakian. Di base camp ini, sebagai prosedur keamanan, kami dilengkapi dengan peralatan panjat tebing, seperti Harnest, Carabiner, Webbing, Helmet, dan lain sebagainya.

Persiapan di Base Camp Pendakian Gunung Parang (Dokumentasi Pribadi)

Setelah semuanya dilengkapi dengan peralatan pendakian, kita mulai melakukan kegiatan panjat tebing ini pada sekitar pukul 10.00 WIB. Pada kesempatan ini, kita mengambil paket pendakian setinggi 300 meter atau sekitar sepertiga dari ketinggian Gunung Parang.

Perjalanan awal, dari base camp kami harus menerobos kaki Gunung Parang yang ditumbuhi berbagai pepohonan yang tidak terlalu jauh untuk mencapai titik awal pendakian. Setelah beberapa saat, akhirnya kami sampai di titik awal pendakian.

Menuju titik awal pendakian (Dokumentasi Pribadi)

Sungguh di luar dugaan saya, ternyata jalur pendakiannya hanya menggunakan titian dari besi-besi baja berdiameter cukup kecil sebesar jari tangan orang dewasa yang ditancapkan pada permukaan batu tebing. Ini membuat saya sedikit was-was. Terlebih ketika melihat ke atas, kemiringan tebingnya --menurut saya- sangat tajam. Kami melakukan pendakian ini melalui jalur via Ferrata Badega Gunung Parang. Ferrata berasal dari bahasa Italia, yang artinya jalur besi (Sumber).

Titik awal pendakian (Dokumentasi Pribadi)

Kami mendaki tebing Gunung Parang ini dengan beriringan melalui satu jalur via Ferrata, sehingga kami tidak bisa saling menyalip satu sama lain. Bagi saya yang baru pertama kali mendaki gunung, pendakian 100 meter pertama begitu menguras tenaga dan memacu adrenalin. Bagaimana tidak, kemiringan jalur pendakiannya sangat tajam. 

Ditambah lagi ujung pendakian 100 meter ini ternyata tidak memiliki landasan tempat istirahat. Sehingga kami harus langsung melanjutkan pendakian menuju ketinggian 200 meter tanpa melakukan istirahat. Paling kami hanya bisa berhenti sejenak dengan berpijak pada titian sekedar untuk minum. Itupun tidak bisa saya lakukan dengan lama, karena ada pendaki di bawah saya yang harus terus memanjat.   

Pendakian menuju 200 meter membuat saya semakin lelah. Mungkin dikarenakan saya tidak bisa beristirahat terlebih dahulu. Tetapi semangat saya untuk mencapai 200 meter tetap membara, karena saya berpikir di atas sana pasti segala lelah akan terbayar dengan keindahan alam yang membentang yang bisa dilihat dari atas ketinggian Gunung Parang.

Setelah beberapa saat, dengan susah payah akhirnya saya bersama rekan-rekan sampai juga di ujung pendakian 200 meter. Momen yang sangat membahagiakan dapat mencapai ketinggian 200 meter. Dalam hati saya tidak henti-hentinya mengucap syukur akan keindahan karunia Tuhan di Gunung Parang.

Pada puncak ketinggian 200 meter ini ada landasan untuk beristirahat dengan pepohonan di sekelilingnya yang memayungi tempat istirahat di ketinggian ini. Sehingga kami bisa beristirahat dengan leluasa dan cukup lama. Pada ketinggian 200 meter ini ada spot yang bisa digunakan untuk foto-foto atau ber-selfie ria. Pada ketinggian ini juga bisa kita lihat keindahan hamparan Waduk Jati Luhur.

Di puncak pendakian 200 meter (Courtesy Kuwat Dianto)

 Setelah kembali merasa lebih segar dan kuat, kami melanjutkan pendakian ke ketinggian 300 meter. Kami semakin semangat melakukan pendakian ini, karena ini merupakan batas ketinggian terakhir dari paket pendakian yang kami ambil. 

Setelah beberapa waktu, akhirnya kami bisa mencapai ketinggian 300 meter. Kami sangat bersyukur bisa mencapai ketinggian 300 meter ini. Di atas ketinggian ini juga ada tempat untuk beristirahat meskipun luasnya tidak seluas tempat istirahat di ketinggian 200 meter. Alangkah indah karunia yang Tuhan berikan.

Setelah beristirahat sekitar 30 menit, kami melakukan perjalanan turun. Jalur yang dipakai untuk jalan turun ternyata jalur yang sama, yaitu via Ferrata yang kami lalui pada waktu pendakian tadi. Kami turun dengan sangat hati-hati karena dilakukan dengan posisi mundur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline