Lihat ke Halaman Asli

Cecep Gaos

Guru pecinta literasi

Bahasa Remaja

Diperbarui: 16 Oktober 2017   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. hype.idntimes.com

Ada-ada saja kreativitas anak-anak zaman sekarang. Sore tadi (16/10/2017) --di tempat les- saya dibuat terheran-heran dan kebingungan oleh generasi micin ini (dalam pengertian positif). Pada saat menulis, ada beberapa di antara mereka yang mengobrol kecil  dengan menggunakan bahasa yang tidak biasa bahkan terdengar aneh.  

Entah ini karena saya kuper alias kurang pergaulan atau saya lupa dengan fenomena itu atau apa sehingga saya belum pernah mendengar bahasa ini sebelumnya. Tetapi ternyata tidak semua anak terlibat atau merespon obrolan mereka itu. Bahkan ada beberapa orang anak yang juga terlihat kebingungan dengan bahasa yang mereka gunakan.

Sebagai generasi garam (baca: generasi 80-an), saya tidak bisa menahan diri saya untuk tidak bertanya kepada mereka hehe. "Eh, itu ngomong apa sih?" Tanya saya kepada mereka dengan excited dan penuh penasaran. Sambil tertawa mereka menjawab bahwa bahasa yang mereka gunakan itu adalah Bagahagasaga Gg (baca: bahasa G)hehe. Nah loh! Mendengar jawaban ini, saya  menjadi semakin penasaran. Apa sih bahasa G itu?

Nah, ketika mereka selesai menulis, saya melanjutkan pertanyaannya sedikit lebih mendalam. "Teman-teman kamu yang lainnya ngerti gak bahasa yang kamu ucapkan tadi?" Tanya saya kepada mereka. Mereka menjawab dengan penuh semangat "Tidak Pak". "Oohh"  respon saya sambil geleng-geleng kepala hehe. 

"Jadi yang ngerti itu cuma kamu-kamu aja?" Tanya saya sambil menunjuk dan memandangi mereka satu-satu yang  ngobrol tadi."Terus bahasa G ini digunakan untuk apa sih?"Tanya saya kepada mereka dengan penuh penasaran. Mereka menjawab "Buat ngomongin yang rahasia-rahasia Pak".  "Hahaha" Saya terbahak-bahak tidak bisa menahan tawa saya. Lalu saya meminta mereka untuk memperkenalkan diri dan bertanya jawab menggunakan bahasa G sambil merekamnya hehe.  

Bahasa itu Arbitrer dan Konvensional

Bahasa adalah alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya.  Dengan bahasa manusia dapat saling bertukar pikiran dan pesan. Bahasa dapat diungkapkan dengan cara lisan, tulisan maupun isyarat.

Bahasa itu bersifat arbitrer atau manasuka. Maksudnya adalah bahwa tidak ada hubungan langsung antara lambang dengan yang dilambangkannya. Sebagai contoh, kata gajah melambangkan seekor binatang besar berkaki empat dan memiliki belalai serta gading. Kita tidak bisa menjelaskan mengapa binatang tersebut disebut gajah, tidak disebut gajih atau gujah. Dengan kata lain, pemberian nama terhadap suatu benda itu dilakukan sesukanya. 

Hal ini menunjukkan bahwa bahasa itu bersifat manasuka tergantung penutur atau pengguna bahasanya.  Hal ini sejalan dengan apa yang diformulasikan oleh Bernard Bloch and George L. Trager (dua orang ahli bahasa Amerika), bahwa "A language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates".(Sumber)

Selain bersifat arbitrer, bahasa juga merupakan hasil dari sebuah konvensi atau kesepakatan suatu kelompok sosial atau komunitas. Sebagai contoh, setelah binatang besar berkaki empat yang memiliki belalai dan gading itu disebut gajah, maka diperlukan konvensi atau kesepakatan dari beberapa orang untuk menyebutnya sebagai gajah, sehingga suatu kelompok sosial atau komunitas sepakat untuk menyebutnya gajah.    

Kembali kepada pokok tulisan ini, yaitu bahasa G. Penulis bisa menyimpulkan bahwa bahasa G merupakan hasil dari proses pemerolehan bahasa secara arbitrer dan konvensional. Itu sah-sah saja bergantung kepada kesepakatan penutur dan pengguna bahasanya. Tetapi semoga bahasa G ini tidak menggerus tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar. []

Penulis:

Cecep Gaos, S.Pd

Guru SD Puri Artha Karawang




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline