Pringadi Abdi Surya (PAS) pada tanggal 31 Mei 2017 telah “membongkar” dugaan plagiarisme yang dilakukan oleh Afi Nihaya Faradisa (Afi) melalui tulisannya yang berjudul Drama “Dugaan” Plagiarisme Afi Nihaya Faradisa. Melalui tulisan tersebut PAS dengan apik dan meyakinkan telah membongkar dugaan plagiarisme yang dilakukan Afi dengan dilengkapi screenshot tulisan yang diduga sebagai tulisan asli yang menjadi sumber plagiarisme yang dilakukan Afi. Saya tidak akan membahas lebih jauh lagi mengenai konten tulisan PAS tersebut karena sudah tersebar luas dan kita ketahui bersama.
Pada kesempatan ini saya hanya akan coba menyampaikan kegalauan saya akan dugaan plagiarisme yang (juga) dilakukan oleh PAS pada tulisannya yang berjudul Rhenald Kasali dan Kantin Kejujuran yang ia tulis pada tanggal 5 Juni 2017. Dugaan plagiarisme ini saya temukan pada bagian akhir tulisan PAS tersebut, yaitu kata “Itu” yang ia jadikan sebagai kata penutup.
Penggunaan kata “Itu” dianggap plagiat? Apa loe gila? Bagaimana bisa? Kata “Itu” kan kata tunjuk yang biasa digunakan oleh hampir semua orang. Itu adalah kata yang bersifat common senseyang sudah banyak orang ketahui dan pakai. Itu bukan plagiarisme. Begitu yang kita pahami bersama, termasuk saya. Apalagi kalau kita merujuk kepada pernyatan Rhenald Kasali bahwa plagiat hanya berlaku untuk karya ilmiah. Penggunaan kalimat atau pernyataan yang bersifat common sense atau berisi pendapat umum tidak bisa dikategorikan sebagai plagiarisme.
Tapi coba saya kuliti lebih dalam lagi kegalauan saya ini. Memang betul kata “Itu” adalah kata yang bersifat common sense. Tapi kata “Itu” yang digunakan oleh PAS untuk menutup tulisannya memiliki kesamaan dengan kata “Itu” yang sering dipakai sang motivator Mario Teguh (MT).
Selain kata “Salam Super”, kata “Itu” telah menjadi trademark dan ciri khas dari MT, yang telah melambungkan namanya menjadi motivator yang bertarif tinggi. Meskipun hanya saja yang membedakan adalah jenis komunikasinya. PAS menyampaikannya dalam komunikasi tulis, sementara MT sering menyampaikannya dalam komunikasi lisan.
Kata “Itu” yang digunakan PAS pada tulisan itu saya anggap mempunyai kesamaan baik dari segi tulisan dan situasinya, maupun tujuan penggunaannya. Hawa yang saya rasakan ketika membaca kata “Itu” yang ditulis oleh PAS sama dengan yang saya rasakan ketika mendengar kata “Itu” yang sering MT sampaikan di setiap kali menutup pernyataan-pernyataannya ketika memotivasi orang-orang dalam acara Mario Teguh Golden Ways, misalnya.
Melalui ulasan tersebut saya tidak sedang menghakimi seseorang (baca: PAS) telah melakukan plagiarisme, tetapi saya sedang mencoba membuka ruang diskusi dan diskursus baru mengenai batasan-batasan plagiarisme. Karena ternyata pengertian dan batasan plagiarisme masih sangat bisa diperdebatkan, -termasuk- bergantung pada kepentingan masing-masing? []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H