Berbagai laporan survei tentang minat baca yang selalu menempatkan Indonesia pada posisi yang menyedihkan membuat segenap bangsa bahu-membahu untuk membalikkannya. Banyak pihak atau komunitas yang telah, sedang dan akan terus berupaya untuk mendongkrak minat baca bangsa Indonesia ke posisi yang lebih baik melalui gerakan-gerakan literasi. Selain itu, ada pula pribadi individu yang mendedikasikan segenap jiwa raganya berkontribusi meningkatkan minat baca ini.
Sebagai contoh, ada sekelompok mahasiswa di Kota Malang yang menamakan dirinya komunitas Mager (Mahasiswa Penggerak) yang membuat program angkot baca . Di Provinsi Jawa Barat telah diluncurkan gerakan WJLRC (West Java Leader’s Reading Challenge) yang digagas oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Kemudian ada beberapa kabupaten atau kota yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai kabupaten atau kota literasi, seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintahan daerah Kota Surabaya . Selain itu, ada pihak-pihak swasta yang menyediakan fasilitas baca di taman, seperti yang disediakan oleh pengelola Taman Galuh yang terletak di kawasan Festive Walk Galuh Mas Kabupaten Karawang dengan fasilitas Bus Pustaka
Pun demikian, ada beberapa lembaga kementerian yang telah melakukan upaya-upaya meningkatkan minat baca ini, seperti yang dilakukan oleh Kemendikbud melalui kebijakan membaca buku nonpelajaran selama 15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai yang tertuang di dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015. Contoh lainnya yaitu program Padi (Pustaka Digital) yang diluncurkan oleh Kementerian BUMN pada tanggal 4 Mei 2016 di Menara Multimedia Jakarta Pusat. Tentu saja masih banyak pihak-pihak lain yang sedang dan telah berupaya untuk melakukan hal yang sama untuk meningkatkan minat baca anak bangsa.
Namun demikian, masih ada kondisi yang kontras dan kontraproduktif dengan upaya-upaya peningkatan minat baca ini yang penulis temukan di beberapa tempat umum yang notabene milik pemerintah. Penulis menemukan kenyataan bahwa Charging Corner (pojok atau tempat mencas HP) lebih banyak jumlahnya dibanding Reading Corner (pojok baca). Bahkan lebih menyedihkan lagi, tidak ada satupun reading corner yang penulis temukan di beberapa tempat ini. Ini menunjukkan bahwa upaya meningkatkan minat baca masih dilakukan setengah hati. Pun demikian hal ini menunjukkan bahwa bahwa kebutuhan masyarakat akan buku bacaan lebih rendah daripada kebutuhan akan charger telepon seluler.
Mudah-mudahan ini menjadi perhatian bagi kita semua terutama bagi para stake holders (pemangku kepentingan) untuk lebih serius lagi dalam melakukan upaya-upaya meningkatkan minat baca bangsa Indonesia ke depan. Dengan demikian index minat baca kita sebagai bangsa yang besar bisa sejajar dengan index minat baca bangsa-bangsa lain di dunia.
Penulis:
Cecep Gaos, S.Pd
Guru SD Puri Artha Karawang, Pegiat Literasi Jawa Barat (KPLJ)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H