Lihat ke Halaman Asli

Cecep Gaos

Guru pecinta literasi

Gerakan Indonesia Membaca dalam Bingkai Negara Kesatuan

Diperbarui: 30 Maret 2017   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: http://www.letsread.com.au/

Laporan hasil survei UNESCO pada tahun 2011 indeks minat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, yaitu hanya 0,001 persen. Ini artinya hanya satu orang dari 1000 penduduk yang masih mempunyai minat baca yang tinggi. Selain itu pada Maret 2016 lalu, Most Literate Nations in the World, telah merilis pemeringkatan literasi internasional. Dalam pemeringkatan tersebut, Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei (www.jurnalasia.com). Laporan-laporan ini tentu saja membuat seluruh komponen bangsa merasa sedih sekaligus miris. Wajah kita sebagai bangsa, yang sedang tumbuh dan berkembang terasa ditampar di hadapan dunia yang sedang lari kencang dengan segala kemajuannya. Jangankan dibandingkan dengan negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika, dibandingkan dengan negara-negara sekawasan (baca: Asia Tenggara) saja peringkat minat baca kita masih berada di bawah.  

Laporan hasil survei-survei ini begitu menjadi perhatian besar seluruh elemen bangsa. Hal ini menunjukkan begitu pentingnya kegiatan membaca ini. Ada suatu pepatah yang berbunyi “Buku adalah jendela dunia”, maka untuk membukanya adalah dengan cara membaca. Selain itu, membaca merupakan salah satu dari empat kemampuan yang harus dikuasai dalam berbahasa. Di dalam ilmu linguistic, membaca (reading), bersama-sama dengan menyimak (listening) dikategorikan sebagai receptive skills, yaitu kemampuan untuk menerima informasi dan ilmu pengetahuan. Receptive skills ini sangat menentukan dalam penguasaan dua kemampuan berbahasa yang lain, yaitu menulis (writing) dan berbicara (speaking). Kedua kemampuan ini dikategorikan sebagai productive skills.

Bahkan di dalam agama Islam misalnya, perintah membaca merupakan wahyu pertama kali diturunkan sebelum wahyu-wahyu lainnya oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada umat manusia. Wahyu ini tertuang dalam surat Al’alaq ayat 1, yaitu iqra (bacalah). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kegiatan membaca. Membaca yang dimaksud tentu saja tidak hanya dalam pengertian sempit, tetapi juga dalam pengertian luas. Dalam pengertian sempit membaca dilakukan dengan cara membaca secara tekstual, sedangkan dalam pengertian luas membaca dapat diartikan secara kontekstual.        

Kualitas seseorang salah satunya bisa dilihat dari bagaimana cara merespon atau bersikap terhadap suatu situasi dan kondisi. Pun dalam merespon laporan-laporan survei ini, yang paling penting adalah bagaimana kita bersikap dan bertindak. Apa yang bisa kita -sebagai bangsa- lakukan untuk menempatkan kegiatan membaca sebagai salah satu kegiatan yang paling penting dalam mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi.

Oleh karena itu, kita harus bahu-membahu dalam menanamkan kepedulian terhadap pentingnya kegiatan membaca.  Selain itu, diperlukan gerakan massive dan terstruktur yang melibatkan seluruh elemen bangsa. Secara garis besar gerakan membaca ini harus kita lakukan di 5 tatanan, yaitu: tatanan keluarga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum, dan pemerintahan.

Tatanan pertama yaitu keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama untuk menumbuhkan minat baca pada anak yang sangat efektif. Ada sebuah syair Arab yang berbunyi “Al ummu madrasatul ula” Ibu adalah sekolah pertama. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat dengan anak-anak, sehingga perkembangan minat baca mereka bisa dikontrol dan diarahkan. Orangtua bisa membuat program gerakan membaca yang sederhana dan menarik yang melibatkan seluruh anggota keluarga.

Tatanan kedua adalah institusi pendidikan. Sebagai sebuah lembaga yang secara khusus didirikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah sepatutnyalah institusi pendidikan menjadi garda terdepan dalam menumbuhkan minat baca. Ciptakanlah lingkungan sekolah yang memiliki budaya baca yang tinggi.

Tatanan ketiga adalah tempat kerja. Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang senantiasa menyediakan tempat dan kesempatan para pekerjanya untuk membaca. Sehingga memungkinkan para pekerjanya dapat meng-update segala informasi yang sedang terjadi.

Tatanan keempat adalah tempat umum. Belakangan ini sudah mulai menjamur pojok-pojok baca di tempat-tempat umum, seperti di mall, taman, bandara, tempat olahraga dan lain sebagainya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan minat baca masyarakat.

Tatanan yang kelima adalah pemerintahan. Pemerintahan merupakan tatanan yang mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam meningkatkan minat baca bangsa Indonesia. Pemerintah pusat sampai daerah harus memiliki political will yang tinggi dalam upaya meningkatkan minat baca masyarakat, melalui peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.

Yang paling penting dari semua itu adalah konsistensi dan keberlanjutan dari program-program yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan. Sudah saatnya seluruh elemen bangsa -dalam bingkai negara kesatuan- bahu-membahu melakukan upaya meningkatkan minat baca melalui peran dan tanggungjawabnya masing-masing, sehingga pada akhirnya bangsa Indonesia mempunyai tingkat literasi yang tinggi tidak kalah oleh bangsa-bangsa lain di dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline