Lihat ke Halaman Asli

Rokok Itu Candu

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masih ingat tentang hilangnya salah satu ayat dalam UU Kesehatan yang disahkan oleh DPR pada 14 September lalu. Ayat yang dimaksud adalah ayat 2 Pasal 113 UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang berkaitan dengan tembakau. Pada waktu disahkan di paripurna DPR, Pasal 113 itu terdiri 3 ayat. Namun pada waktu UU itu dikirim ke Presiden untuk ditandatangani, ternyata pasal itu hanya berisi 2 ayat, di mana ayat 2 yang ikut disahkan di paripurna ternyata dihapus. Ayat 2 Pasal 113 UU 113 UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan itu berbunyi, “Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya.”

Nah pasal tersebut sebenarnya sudah menjawab “keributan” tentang fatwa haram rokok yang dikeluarkan Muhamadiyah dan pro kontra jamkesda di DKI (warga miskin yang merokok tidak berhak mendapatkan jamkesda). Dimana secara terang benerang pasal 113 bahwa rokok adalah zat adiktif dan merugikan dirinya dan masyarakat sekelilingnya. Zat adiktif sendiri merupakan obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus yang jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa.

Jadi menurut saya wajar apabila Muhamadiyah mengeluarkan fatwa haram tentang rokok, karena rokok memang merugikan (membuat candu) dan tidak ada manfaatna. Paling tidak itu merupakan kampanye yang baik dari organisasi keagamaan walaupun efektifitas dari fatwa tersebut diragukan. Bahkan menurut saya kyai yang masih merokok sebaiknya pensiun dulu dari kekyaiannya sampai beliau-beliau berhenti merokok. Karena kyai yang merokok tidak bias mencontohkan hal yang baik bagi masyarakatnya.

Lalu mengenai warga miskin yang perokok di DKI dicabut hak mendapatkan Jamkesda. Memang masih perlu kajian mendalam mengenai kebijakan tersebut. Terutama mengenai bagaimana mekanisme pemprov DKI menyeleksi warganya yang merokok atau tidak. Tapi paling tidak upaya Pemprov DKI untuk memerangi rokok perlu mendapatkan apresiasi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline