Dalam pemilu, antusiasme pendukung / pemilih calon tertentu kadang “dibunuh” begitu saja oleh praktek kotor kecurangan pemilu. Karena itu peran para saksi , pemantau pemilu maupun warga umumnya menjadi sangat penting. Warga sebaiknya tidak sekedar mencoblos lalu selesai, tetapi hadir juga pada saat penghitungan suara. Berikut beberapa modus kecurangan pemilu yang musti diwaspadai :
1.Politik Uang
Ini bisa berupa serangan fajar, kunjungan malam hari atau dibayar setelah mencoblos di TPS. Sebaiknya bila Anda mendapat iming-iming uang ditolak saja. Bila nanti ada yang melaporkan, maka baik pemberi maupun penerima bisa kena sanksi hukum. Sebaliknya juga ketika Anda melihat praktek politik uang, laporkan ke Panwaslu di TPS/Kelurahan. Kalau Anda suka mengutuk anggota DPR, pejabat pemerintahan yang korupsi di televisi, maka jangan ikut-ikutan seperti mereka.
2.Tidak Terima Surat Undangan
Kalau Anda punya KTP Jakarta dan belum mendapat surat undangan atau kartu pemilih, silakan datang saja ke TPS terdekat. Anda bisa cek dimana TPS nama Anda terdaftar lewat situs : www.kpujakarta.go.id , dengan memasukan nomer KTP maka akan muncul lokasi TPS Anda. Bila Anda sudah terdaftar sebagai pemilih, tetapi tidak menerima kartu pemilih, tetap berhak memilih di TPS dengan membawa KTP. Praktek menahan atau tidak mengirimkan surat undangan/kartu pemilih pada orang-orang yang diindentifikasi lawan politik adalah sering terjadi. Maka jangan sampai hak politik Anda dihilangkan oleh praktek-praktek semacam ini.
3.Pemilih Ganda
Dalam beberapa pemilu, kadang tim sukses calon menggunakan pemilih siluman atau pemilih berulang kali coblos. Di sini pentingnya saksi dari masing-masing calon, untuk mengecek kualitas tinta, apakah bisa dihilangkan dengan mudah atau tidak (bisa jadi tinta dari KPUD ditukar). Juga mengecek daftar hadir, bahwa yang hadir sesuai undangan atau ada tambahan pemilih dari wilayah lain.
4.Pengrusakan Surat Suara
Praktek ini biasa dilakukan terhadap surat suara dari pihak lawan politik, dirusak misalnya dengan kuku jari ketika membuka lembaran suara. Ini sangat tergantung orientasi politik dari KPPS atau petugas TPS setempat. Setiap orang boleh saja punya sikap politik, tetapi sebagai petugas TPS tidak boleh berbuat curang. Maka tugas saksi maupun warga (penonton) untuk benar-benar mengawasi ketika petugas membuka lembaran surat suara.
5.Manipulasi Hasil Suara
Nah, ini yang sering terjadi, karena manipulasi suara dapat dilakukan di beberapa tahap. Misalnya ketika penghitungan suara di papan selesai dan akan direkap pada formulir C1, ada peluang dimanipulasi angkanya. Maka saksi maupun warga yang menonton mesti perhatikan benar ketika direkap (biasanya di akhir penghitungan energinya sudah capek, konsentrasi berkurang, ini peluang untuk manipulasi). Peluang berikutnya adalah manipulasi ketika penghitungan ulang/rekap ulang di kelurahan. DI sini saksi dari masing-masing calon mesti hadir untuk mengawal prosesnya. Perjalanan berikutnya adalah ketika rekap suara di tingkat kecamatan, kota maupun KPUD, dimungkinkan juga pengurangan atau penambahan suara pada calon tertentu. Tetapi ini bisa diminimalisir ketika setiap saksi memegang C1 atau berita acara maupun mengawal prosesnya sampai ke KPUD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H