ilustrasi dok. pribadi
Apa yang terjadi bila kaum wanita dipertemukan dalam satu wadah ? Bisa ditebak bahwa mereka akan terlibat dalam obrolan seru dan mengasyikkan. Mereka saling berkisah, dan mungkin juga bercanda. Melalui obrolan hangat dan menarik, mereka lalu bisa saling menguatkan dan memperkaya satu sama lain. Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari obrolan yang ringan sekalipun.
Begitu pula jika 25 orang wanita (kompasioner) dipertemukan dalam satu wadah penulisan. Maka yang terjadi juga saling berbagi kisah pengalaman. Cerita-cerita menarik dalam realitas keseharian yang dituangkan dalam bentuk tulisan ringan mengalir dari tangan mereka dan menjadi semacam obrolan yang mengikat satu sama lain. Ada benang merah yang menghubungkan para wanita ini, yakni kesamaan sebagai wanita yang berperan sebagai ibu, istri, atau juga pendidik bagi anak-anaknya.
Buku "25 Kompasioner Wanita Merawat Indonesia" yang diterbitkan oleh Peniti Media merupakan antologi yang mencoba mewadahi gagasan kaum wanita. Buku ini menjadi semacam ruang pertemuan bagi para wanita dari berbagai latar belakang keluarga, pendidikan, dan pengalaman yang berbeda. Buku setebal 154 halaman ini tak hendak menyuguhkan hal-hal muluk. Buku ini justru menyodorkan realitas keseharian kaum wanita dalam relasinya dengan keluarga maupun dengan anggota masyarakat. Sederhana, ringan, namun memikat dan penuh makna.
Tampil dengan cover depan yang juga sederhana, buku "25 kompasioner Wanita Merawat Indonesia" ibarat sebuah taman mungil yang ditumbuhi aneka tanaman bunga warna-warni yang menghadirkan keharuman alami. Taman yang menampilkan suasana asri dan kesejukan bagi siapa pun yang mengunjunginya.
Para wanita yang menghuni taman mungil ini adalah penulis-penulis aktif di blog keroyokan Kompasiana. Setidaknya nama mereka tak terlalu asing bagi pembaca karena tulisan-tulisan mereka sering muncul dan menjadi suguhan para kompasioner lainnya. Mereka adalah Puji Nurani, yang lebih dikenal dengan nama akun Bu Anni, Aridha Prasetya, Arek Tembalangan, Cay Cay, Rumah Kayu (Dee), Dewi Sumardi, Edrida Pulungan, Ely Yuliana, Find Leila, Gaganawati, Isti, Yosephine Winda, Lis S. (Aurora Borealisa), Maria Margaretha, Mutiaraku, Ngesti Setyo Moerni, Parastuti, Puri Aretha, Rita Kunrat. Rokhmah Nurhayati, Roselina Tjiptadinata, Sri Sugiastuti, Theodomo, Tytiek Widyantari, dan Vely Zega.
dok. pribadi
Sentuhan halus yang melibatkan emosi yang sangat menyentuh terasa menonjol dalam tulisan para wanita tersebut. Simak saja pengalaman Aridha yang harus menunggui sang ibu menghadap kembali pada Sang Pencipta. Sang ibu yang dalam penderitaan sakitnya akhirnya meninggal dalam pelukan sang anak yang begitu mengasihinya. Sementara Roselina Tjiptadinata mengajarkan kepada pembaca bagaimana mempersiapkan anak-anak agar berguna bagi nusa dan bangsa. Sungguh pengalaman Ibu Ros yang sarat dengan perjuangan keras terasa menggugah dan inspiratif.
Membesarkan anak dalam keluarga tak cukup hanya sekadar memberi makan atau kesenangan saja. Seorang ibu juga harus mengajarkan berbagai nilai. Bagaimana ia bisa menanamkan kedisiplinan, etika pada anak-anaknya sekaligus memberikan keteladanan. Seorang ibu perlu mengetahui perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, perlu belajar memahami cita-cita anak, memahami persoalan yang dihadapi anak-anak, serta mencermati pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan sekitar. Dengan demikian diharapkan para ibu bisa menjadi sosok yang mampu merawat kehidupan keluarganya.