Kita tau bahwa Masa Pandemi Covid-19 telah mengguncang seluruh dunia yang menyebabkan kekacauan tatanan kehidupan. Semua kegiatan dan pekerjaan dipaksa harus dilakukan di rumah. Orang-orang juga menggunakan segala cara untuk bisa mengatasi rasa bosannya di rumah dengan melakukan kegiatan baru dan mencari hiburan di dunia maya.
Tapi apakah kalian sadar bahwa dampak dari stay at home selama masa pandemi telah meningkatkan interaksi orang-orang dalam penggunaan sosial media?
Sosial Media Tik-tok saat ini tengah menjadi sorotan, masalahnya tidak hanya kalangan orang biasa yang menggunakannya, tetapi mulai dari artis dan pejabat pun ikut meramaikan sosial media ini. Satu demi satu trend bermunculan dan banyak orang berbondong-bondong mengikutinya. Fenomena ini menyebabkan gaya hidup, penampilan, dan cara pandang pada beberapa orang juga ikut berubah.
Siapakah yang paling terdampak dengan fenomena ini?
Yups, jawabannya adalah para remaja. Masa remaja adalah masa transisi yang dialami anak menuju masa pendewasaan. Pada masa ini, sebagian besar remaja belum tau siapa mereka,tujuan hidup mereka, dan nilai-nilai kehidupan. Mereka masih dalam proses mencari identitas dan jati diri.
Proses pembentukan identitas diri pada remaja adalah salah satu bagian penting dari kehidupan seseorang. Apalagi, identitas akan terus berkembang dan berubah selama menghadapi kondisi, situasi, maupun tantangan baru dalam kehidupannya. Dalam tahap ini, krisis identitas remaja pun adalah sebuah konflik dalam diri mereka.
Di tengah gempuran trend sosial media, membuat remaja makin kesulitan untuk menemukan jati diri mereka. Yang seharusnya mereka benar-benar menjadi diri mereka sendiri, tetapi justru salah arah dan terbawa arus mengikuti setiap trend yang ada. Mereka semakin tidak bisa membedakan mana yang salah dan benar karena menurut mereka dengan mengikuti trend yang ada membuat mereka lebih dihargai di dalam pergaulan.
Banyak remaja yang akhirnya mengalami permasalahan dalam pergaulannya dan kehidupan sehingga membuat mereka secara tidak sadar mudah mengalami depresi yang merupakan tanda-tanda dari gangguan mental. Secara psikologis kecanduan sosial media memiliki ciri-ciri antara lain perasaan euforia, depresi, cemas, tidak bisa lepas dari gadget, kemampuan bersosialisasi berkurang, dan kecenderungan untuk menarik diri dari dunia nyata.
Krisis identitas akan muncul ketika kita terlalu banyak melihat dan mengikuti apa yang ada di sosial media sampai kita tidak bisa melihat diri kita sendiri dan juga bisa karena tekanan dari dunia luar sehingga membuat kita menjadi tidak nyaman dan ragu dengan diri kita sendiri.
Pada kenyataanya, tidak semua trend yang bermunculan di tik tok ataupun sosial media memiliki dampak yang positif, tetapi justru banyak yang akhirnya menimbulkan kesan negatif dan semakin melenceng dari budaya orang Indonesia. Akhirnya, makin banyak lagi remaja yang akan terjerumus kedalam lingkaran trend bersosial media.
Padahal sebenarnya, hal yang akan mereka hadapi mungkin 5 tahun atau 10 tahun lagi adalah dunia nyata dimana banyak orang bersaing untuk mencapai kesuksesan, mengejar karir dan pendidikan, dan bersaing di dunia kerja. Kesiapan mereka tentang hal ini akan semakin diragukan karena mereka hanya fokus dan terjebak di dalam trend sosial media.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran serta dari orang tua dan keluarga untuk bisa mengarahkan anaknya agar lebih bijak dalam menggunakan sosial media. Pendidikan karakter dari rumah adalah salah satu pondasi terkuat yang bisa membekali anak dari pengaruh dunia luar.