Lihat ke Halaman Asli

Bapak Tua Bekerja sebagai Bekatik

Diperbarui: 20 September 2015   22:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang itu saya tidak sengaja memperhatikan Bapak tua yang duduk agak lama di luar gerbang Keraton Yogyakarta dengan menggunakan baju hijau disertai sarung, berkopiah dan menggendong tas kecil, penasaranpun memenuhi pikiran saya. Dengan sangat penasaran saya mendekat dan bertanya kepada beliau. Bapak Drajat namanya, ternyata beliau adalah seorang perawat kuda atau biasa dipanggil dengan istilah lain yaitu Bekatik di Keraton Yogyakarta, beliau berusia lebih dari setengah abad atau lebih tepatnya usia beliau 65 tahun, beliau bekerja dari tahun 2005 saat itu beliau berumur 55 tahun. Sudah sepuluh tahun ini Bapak Drajat mengabdikan diri menjadi bekatik di Kraton Yogyakarta. Sesungguhnya Beliau adalah seorang pendatang dari Kota Solo, di Jogja sendiri beliau tinggal di tempat saudaranya di Kota Gede Yogyakarta. Bapak dua anak ini dalam perekonomian bisa dibilang berkecukupan dan kedua anaknyapun sudah memiliki pekerjaan yang mapan dengan memiliki pekerjaan sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI), anak pertamanya yang berumur 29 tahun ditugaskan di daerah Papua sedangkan anak keduanya ditugaskan di Kota Lembang, Bandung. Sebenarnya beliau adalah pensiunan PNS, semasa menjadi PNS beliau bekerja di Balai Kota Solo. Setelah pensiunan dari PNS beliau mendapatkan tawaran dari teman untuk mengikuti pendaftaran menjadi bekatik di Kraton Yogyakarta, hanya berbekal lulusan SMA dan pengalaman bekerja sebagai PNS beliau memberanikan diri mendaftar menjadi bekatik di Keraton Yogyakarta walaupun belum tidak memiliki pengalaman maupun pengetahuan tentang perkudaan.

Menjadi bekatik tidaklah mudah, Bapak Drajat harus melalui tahap seleksi ujian tertulis tentang tata cara mengurusi dan merawat kuda. Beliau menjelaskan bahwa peserta yang mengikuti pendaftaran menjadi bekatik di Keraton Yogyakarta berjumlah lumayan banyak. Karena semangat dan kerja keras ahirnya beliau lolos dalam tes tersebut. Setelah lolos beliau mendapatkan pelatihan kerja selama dua bulan. Hanya dengan gaji kurang dari satu juta rupiah beliau tetap mengabdikan diri bekerja menjadi Bekatik yang bisa dibilang pekerjaan tersebut cukup sulit dan membutuhkan tenaga yang ekstra padadahal usia beliau adalah batas usia angkatan kerja. Pengalaman pahit dalam bekerja sebagai bekatik pernah beliau rasakan yang paling terkenang adalah ditendang kuda dan mengalami luka memar pada kaki penyembuhanyapun memakan waktu sampai satu bulan. Sesungguhnya putra-putranya sudah melarang beliau untuk bekerja menjadi Bekatik namun beliau merasa kesepian sepeninggalan istrinya beberapa bulan yang lalu, alasan untuk mengisi waktu luang dan untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat karena beliau pernah mencoba tidak melakukan kegiatan beberapa waktu dan ternyata hal tersebut membuat badan beliau menjadi tidak sehat.

Bekatik di Keraton Yogyakarta berjumlah 6 orang pengurus sedangkan kuda yang harus mereka urus dan rawat berjumlah 11 kuda. Bapak Drajat dalam satu minggu bekerja selama 4 hari Senin sampai dengan hari Kamis dari pukul 08.00 sampai pukul 16.00WIB, tugas yang di kerjakan beliau yaitu memandikan, menggosok kulit kuda, memotong rambut kuda, dan memeriksa mata kuda. " kuda itu memiliki perasaan sama seperti manusia, bila kuda diperlakukan kurang baik dan kasar maka kuda juga melakukan sikap yang kurang baik dan kasar pada kita " ujar Bapak Drajat. Teguran dari Sri Sultan pernah Bapak Drajat rasakan, namum karena besarnya rasa tanggung jawab dan pengabdian beliau sehingga teguran tersebut menjadi sebuah semangat untuk berbuat lebih baik dan bekerja lebih berhati-hati. 

Pelajaran yang dapat saya ambil dari Bapak Drajat yaitu, usia tua bukanlah hambatan bagi seseorang untuk terus bekerja dan berkarya, walau pengalaman yang kita miliki belum memadahi namun jika diimbangi dengan kerja keras, doa, dan usaha maka apa yang kita inginkan dan kita cita-citakan akan terwujud. Jadi kita sebagai generasi muda harus menjadi generasi yang tangguh dan pantang menyerah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline