DalamPembukaan UUD 1945 alinea 4 salah satu tujuan negara adalah “mencerdaskan kehdupan bangsa“ Tujuanyang secara nyata banyak diwujudkan lelalui pawiyatan. Namun sayang pada era yang sudah sangat terbuka ini pendidikan di Indonesia sudah meninggalkan dunia literasi/ bacaan) yang seharusnya menjadi pokok acuan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa.
Dunia pustaka sempat membawa Bangsa Indonesia ke dalam kejayaan sebagai bangsa yang besar diperhitungkan keberadaannya. Kitab Negara Kertagama peninggalan zaman Majapahit adalah satu dari sekian banyak kejayaan pustaka bangsa Indonesia. Melalui dunia pustaka juga bangsa ini terlepas dari penjajahan. Para terpelajar bangsa membaca buku dan akhirnya terinspirasi bergerak bersama untuk melepas belenggu.
Pada era kemerdekaan seperti sekarang, dunia pustaka menjadi hal yang sangat vital menentukan arah dari isi pergerakan bangsa yang cerdas. Namun sayang sarana pustaka tidak bisa dinikmati secara merata anatara kota dan desa. Antara si kaya dan si miskin.
Keadaan yang semakin diperparah dengan melesatnya industri audio –visual. Minat baca yang semakin menurun jika dibandingkan dengan konsumsi audio-visual yang lebih mudah untuk diperoleh di setiap penjuru tempat. Acara televisi lebih mudah ditonton sampai di pelosok desa daripada sebuah buku yang terbaca.
Dan pasti kesenjangan edukasi terbuka lebar dari keadaan ini. Kemudahan akses pustaka hanya bisa dinikmati bagi kalangan anak-anak kaya. Anak-anak miskin atau daerah terpencil semakin tertinggal dengan keterbatasan informasi dan sarana belajar mereka. Peluang untuk belajar dengan mengandalkan sarana pendidikan formal tentu saja tidak cukup.
Pustaka menjadi sebuah pilihan peluang untuk mencerdaskan anak-anak di daerah terpinggirkan dan tidak mampu. Membuat sebuah perpustakaan dan buku-buku bacaan untuk anak-anak dan masyarakat di tempat mereka adalah sebuah jalan keluar yang bisa dilakukan dari keadaan ini. Butuh lembaga-lembaga dengan insan-insan yang mempunyai keterpanggilan hati untuk memperbaiki keadaan ini.
Lokasi kegiatan
Desa Sidomulyo Yogyakarta adalah sebuah desa yang terletak di pinggir utara kota Yogyakarta, sebelah barat daya kira-kira 300 meter dari stasiun tugu Yogyakarta di pinggir sungai Winongo. Merupakan desa yang warganya banyak terdiri dari kaum pendatang dari luar daerah.
Seperti daerah yang lain. Desa ini juga berawal dari pendatang yang mencoba peruntungan di kota. Ada yang berhasil tetapi banyak juga yang gagal. Datang dari desa dan untuk bertahan hidup pasti mereka butuh tempat untuk berteduh. Dan mereka akan mencari daerah tidak bertuan seperti pinggir rel kereta, daerah aliran sungai atau kolong jembatan. Atau mencari kontrakan dengan tarif kecil. Kontrakan dengan tarif kecil inipun sudah dapat dipastikan ada di pinggir kota atau sepanjang aliran sungai dengan lingkungan yang kumuh. Begitu keadaan ini terus menerus berlangsung, hingga beberapa generasi, yang kian hari semakin memadati daerah ini.
Kehidupan keras membuat mereka berbuat apa saja demi untuk bisa terus bertahan. Sesiang atau malam mereka terus menggerakkan roda penghidupan. Anak-anak yang mereka miliki menjadi terlantar. Pola pengasuhan yang seharusnya anak-anak dapatkan secara layak menjadi terbengkalai. Anak hampir tiap hari harus bermain sendiri tanpa pendampingan orangtua atau ikut orangtuanya mengkais rejeki. Keindahan masak anak-anak menjadi hilang.
Belum lagi pendidikan yang tentu saja juga banyak yang dikesampingkan. Banyak yang dari mereka putus sekolah untuk membantu orangtuanya atau sama sekali tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah. Begitu usianya genap 7 tahun, mereka di giring berada di jalan mengumpulkan recehan rupiah.
Lingkungan yang tidak memadai juga banyak berpengaruh ada kesehatan. Sempitnya dan padatnya tempat tinggal adalah jaminan bahwa pola hidup sehat tidak pernah akan diterapkan. Kesehatan secara psyikis tentu juga adalah suatu permasalahan berat yang tentu terjadi. Shingga banyak perilaku yang menyipang dari aturan norma yang berlaku.
Begitu kusut rumitnya keadaan anak-anak di desa ini. Dan kita berharap dengan kegiatan ini dapat sebagai jawaban terhadap permasalahan anak-anak serta keluarganya dengan mengembalikan budaya literasi bangsa yang mulai ditinggalkan.
Bentuk Kegiatan
1.Pengadaan Perpustakaan Desa
Adalah aksi utama yang dilakukan. Dimana desa Sidomulyo akan diberikan pengadaaan perustakaan desa sebagai sarana untuk mengakses literasi/ buku bacaan oleh masyarakat terutama anak-anak. Di perpustakaan ini mereka bisa belajar dan memunculkan karakter suka membaca yang memang harus di tumbuhkan mulai dari usia kecil.
2.Workshop Bermain dan Cerita Anak.
Adalah kegiatan untuk menumbuhkan minat awal pada anak-anak usia dini. Dengan cerita atau bermain yang merupakan dunia mereka karakter untuk suka membaca menjadi mudah untuk diperkenalkan pada mereka. Pembelajaran yang secara halus bisa cepat mereka cerna.
3.Klinik Menulis
Merupakan kegiatan yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur peran perpustakaan terhadap perubahan kehidupan masyarakat Sidomulyo. Dengan anggapan bahwa membaca dapat menambah pengetahuan maka masyarakat juga akan mampu untuk menulis meski dengan topik-topik yang sederhana.
Sasaran
Anak-anak, keluarga dan masyarakat di komunitas di desa Sidomilyo, Kricak Yogyakarta.
Manfaat yang diharapkan
1.Mempermudah anak-anak dan keluarga mampu untuk mengakses informasi mealalui buku bacaan.
2.Minat baca yang semakin meningkat dikalangan anak-anak dan masyarakat.
3.Mengembalikan dan mengenalkan budaya literasi untuk anak-anak.
4.Memperbaiki pola hidup masyarakat.
Penutup
Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini, harus diperkenalkan dengan budaya literasi yang secara tidak langsung sudah membuat bangsa ini memperoleh kejayaan. Dan era global ini, kecerdasaan kehidupan bangsa dapat diraih dengan banyaknya ketersediaan buku. Anak-anak, keluarga dan masyarakat dapat mengakses buku dengan mudah dimana mereka berada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H