Berbicara mengenai resiko, pastinya tidak lepas dari kehidupan sehari-hari kita. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan resiko sebagai akibat yang kurang menyenangkan dari suatu tindakan atau perbuatan. Setiap hal yang kita lakukan pastinya mengandung resiko yang mau tidak mau, harus siap kita tanggung.
Seorang pedagang misalnya. Saat ia memutuskan untuk memasuki dunia bisnis, ia harus siap dengan resiko gagal jual yang akan menimbulkan kerugian di masa depan. Memang benar segala hal mengandung resiko. Namun resiko tersebut dapat dicegah keterjadiannya, bila sebelumnya telah terbentuk budaya resiko yang baik.
Apa itu budaya resiko? Budaya resiko atau risk culture memiliki pengertian yang cukup kompleks. Caretta et al., (2017), menyatakan bahwa budaya resiko adalah elemen penting dalam sebuah perusahaan. Secara lebih terperinci, Ginting et al. (2013:318) mendefinisikan budaya risiko (risk culture) sebagai budaya yang dikembangkan oleh perusahaan dan bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan dan menilai penyimpangan secara dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan dan prosedur yang ada di perusahaan secara berkesinambungan.
Budaya resiko ini dibangun dan dikembangkan oleh orang-orang yang berkepentingan demi tujuan khusus. Mengutip dari artikel rilisan Pak Yupiter, budaya resiko ini dibangun melalui beberapa tahapan, yaitu
Tahu -> Sadar -> Mampu -> Mau -> Pola Pikir dan Perilaku Berubah -> Budaya Risiko.
Resiko tersebut perlu diidentifikasi dan diketahui, sebelum muncul kesadaran akan adanya resiko tersebut. Kemudian, pihak-pihak yang menyadari resiko tersebut harus mau dan mampu untuk mencegah dan meminimalisir resiko tersebut. Caranya?
Dengan mengubah perilaku dan pola pikir terhadap resiko tersebut. Memang resiko adalah sebuah hal yang perlu ditakuti, namun kemudian yang menjadi poin penting adalah bagaimana mencegah dan memitigasi resiko tersebut. Setelah hal tersebut disadari dan dilakukan berulang-ulang, lambat laun akan terbentuk budaya resiko yang baik.
Ada juga beberapa contoh dari perusahaan tertentu yang menerapkan sistem reward and punishment yang dilakukan secara repetitif untuk membangun dan membentuk budaya resiko tersebut.
Mengapa budaya resiko menjadi penting? Budaya resiko menjadi penting di saat-saat krisis, khususnya di pandemi COVID-19. Dimana banyak sektor yang terpukul dan masih belum bisa bangkit.
Kita dapat melihat negara dengan budaya resiko yang tinggi seperti Amerika, China, dan negara-negara Eropa lainnya yang memiliki budaya resiko yang tinggi secara umum tidak terjadi lonjakan kasus yang hebat seperti di Indonesia. Negara-negara tersebut telah mengembangkan pemahaman yang baik bagi penduduknya, sehingga tercipta budaya resiko yang sangat baik.