Lihat ke Halaman Asli

Ibnul Fadani

Penulis | Pembaca | Atlet

Harmoni Cahaya di Pelupuk Waktu

Diperbarui: 8 Juni 2023   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di landa kepedihan, diangkasa pilu
Melayanglah suara lara dalam bahasa maju
Rerumputan rindu bertabur kenangan
Membakar jiwa, menghunjamkan duri-duri sang pengangan

Di samudera duka, ombak berdebar
Hujan pilu menari di atas rerumputan hati yang gersang
Air mata mengalir, mengurai kisah yang pilu
Seperti burung terbang, mencari pelita di langit kelam yang biru

Telinga semilir kesedihan, bisikan yang membelai
Menari dengan gairah, menjadi pena dalam kisah pilu yang terukir
Namun mengapa, oh, mengapa?
Di ujung hujan, hanya terdengar getir dan tangis yang membara

Luka-luka itu menjerit dalam kebisuan
Seperti kuburan yang sunyi, meratap dalam derita
Matahari terbenam, hilang di balik awan kelam
Mengubur kebahagiaan, meninggalkan duka yang tak terhibur

Dalam bahasa perasaan, duka menyanyi
Mendamba kebahagiaan yang kini terasa jauh
Namun, biarlah puisi ini melodi pilu
Simfoni yang menghanyutkan, memeluk sunyi dalam bahasa yang tak terucapkan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline