Lihat ke Halaman Asli

Joni Iskandar

Muda, Melankolis & Senyap

Awas! Rasa Iba dan Bahagia Sudah Jadi Komoditas

Diperbarui: 17 Mei 2017   21:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Beberapa waktu lalu, saya membaca status Facebook kawan saya. Ia mengisahkan pertemuannya dengan seorang ibu paruh baya di jalan. Dari penuturan si ibu, ia datang dari desa untuk mencari anaknya ke kota. Sialnya, si ibu kehabisan ongkos dan belum menemukan dimana alamat anaknya.

Tentu saja tujuan si kawan membuat status di Facebook dengan mengunggah beberapa Poto si ibu, agar anak atau ada dari kerabat ibu yang ada di kota bisa saling bertemu. Minimal ada orang yang mengenal ibu tersebut dan bersedia membantunya.

Sebelum berpisah, kawan saya memberi si ibu uang ongkos untuk melanjutkan perjalanan.

Dalam waktu singkat, status kawan saya jadi viral. Ada banyak komen dan ribuan share statusnya. Foto dan kisah si ibu banyak menuai simpati dari para pembaca. Jangankan kawan saya yang menemuinya secara langsung, yang membaca statusnya saja banyak merasa simpati pada si ibu. Saya pun turut hanyut dalam rasa iba.

Saya tertarik mencari tahu bagaimana kelanjutan kisah si ibu, apakah dia sudah bertemu dengan anaknya atau belom. Saya buka kolom komentar dan membacanya secara seksama. Banyak yang simpati. Namun banyak juga berkomentar negatif cenderung pedas. Meraka bilang si ibu modus. Sampai ada satu status yang membuat rasa iba saya hancur berkeping keping.

"Wah.. gak usah percaya mas, saya juga pernah mengalami hal yang sama, di tempat yang sama dan orangnya sama."

Terlepas benar tidaknya komentar di atas, saya sampai pada kesimpulan bahwa rasa iba saat ini telah jadi komoditas yang laris. Saya juga pernah beberapa kali menemui orang di perjalanan dengan kasus serupa.

Beda beda tipis dengan Orangtua yang tidak tahan mendengar permintaan anaknya.

Misal, anak yang merengek nangis untuk minta dibelikan mainan. Kadang bukan karena si ibu menganggap bahwa mainan itu penting bagi anaknya. Tapi hanya karena dia tak tega melihat anaknya nangis.

Tak hanya rasa iba, kebahagiaan juga bisa dieksploitasi. Lihatlah orang orang di mall yang kerap terjebak dengan manipulasi hadiah berkedok undian. Ujung ujung nya mereka diminta untuk membayar sejumlah uang agar mendapatkan undian yang dijanjikan. Karena merasa bahgia ketiban durian runtuh, mereka lupa caranya berpikir. Kondisi inilah yang sering dieksploitasi.

Iba dan bahagia adalah komoditas terkini. Jangan mudah baper. Jaga terus kewarasan di tengah dunia yang mulai menggila.

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline