Lihat ke Halaman Asli

Obi

Diperbarui: 4 Juni 2021   12:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Obi menjelepok di balik lindungan pokok-pokok singkong. Kakinya sulit diajak melangkah lagi. Pandangan matanya berkunang-kunang. Biar begitu, matanya yang cekung nyalang mengawasi Pak Dudung yang tengah bersiap-siap membersihkan cangkul di sumur di tengah ladang itu.

Perutnya berkeriut mengejutkan dirinya sendiri. Sejak kemarin sore tak ada sebutir nasi atau sedikit makanan yang masuk ke perutnya. Bapaknya yang penjudi, malam tadi pulang sempoyongan. Ibunya yang terlambat membuka pintu jadi sasaran amukan lelaki itu. Amukannya kian menjadi-jadi kala tak mendapati apapun di meja makan. Maka membadailah segala sumpah-serapah di gubuk kecil itu. Hingga pagi, Obi tak dapat memejamkan mata kembali. Perutnya yang keroncongan kalah perih oleh kebenciannya pada lelaki yang dipanggilnya Bapak.

Saat mentari belum menampakan wujudnya, Obi telah menyelinap ke belakang rumah. Terseok-seok ia menuju ladang singkong yang tak jauh dari rumahnya itu. Belum lagi memasuki kebun, kaki Obi tersandung akar pohon. Kepalanya membentur bendul akar yang menonjol di permukaan tanah. Lalu semua menjadi gelap.

Panas mentari yang menyapu wajahnya menyadarkan Obi. Matahari sudah tinggi. Dari tengah ladang terdengar suara cangkul beradu dengan tanah kering. Pak Dudung sedang menyiangi ladang singkongnya.

Hingga matahari meraja di ubun-ubun barulah lelaki tua itu beranjak menuju sumur tua di tengah ladang. Setelah membersihkan tubuhnya, lelaki itu duduk di dangau kecil membuka bekalnya.

Dari musolla tengah kampung kerosak speaker mengalunkan suara orang membaca ayat-ayat suci. Hanya Pak Muin yang jadi imam sekaligus makmum di musolla itu saban pagi. Sementara anak-anak sebaya Obi hanya datang saat maghrib. Anak-anak itu riuh bermain air sambil berwudhu juga riuh saat salat.

Para lelaki sebaya bapaknya dan Pak Dudung biasanya berkumpul di warung pinggir kampung setelah bekerja di ladang. Mereka bermain judi sampai impas lalu pulang sempoyongan karena mabuk.

Pak Dudung tengah berjongkok di dekat perapian di bawah dangau. Aroma ikan bakar menguar dari sana. Keriut di perut Obi kian menggila.
Beringsut dari tempatnya, Obi mencari tempat untuk menjauh dari sana. Ibunya sering memperingatkan agar jangan mendekati ladang singkong Pak Dudung. 

Lelaki bengis dengan kumis melintang itu tak segan-segan memukul orang yang dianggap mau mengganggu ladang singkongnya.
Malangnya saat akan beranjak bangkit, Obi terjatuh menimpa pohon-pohon singkong itu.

Pak Dudung yang tengah makan sontak bangkit sambil meraih cangkulnya. Saat Obi masih berusaha bangkit, lelaki tua itu sudah berdiri di depannya.
"Kamu mau mencuri, ya?" tuduh Pak Dudung.

Obi hanya sanggup menggeleng.
"Dasar anak b*jing*an. Kamu sama seperti bapakmu," ujarnya lagi kali ini sambil menendang tubuh ringkih Obi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline