Lihat ke Halaman Asli

Di Perkotaan, Guru-guru Sekolah Terkesan Bodoh

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tidak semua memang, tapi banyak, sangat banyak, terutama guru-guru yang ada di daerah perkotaan. Sehingga sekolah-sekolah yang memperkerjakan guru-guru tersebut juga menghasilkan generasi penerus yang tidak kalah gobloknya. Tapi jangan salah lho, Goblok memang secara sosial dan keramah tamahan, namun pinter kalau urusan nyari uang dengan sistem jual omong-omong. Kenapa saya bilang Guru-guru khususnya di daerah perkotaan justru Goblok-goblok (maaf tidak menggunakan bahasa Bodoh, karena terlalu halus), alasannya adalah : Seringkali guru-guru dari mulai sekolah tingkat dasar sampai tingkat atas memerintahkan siswa/siswinya mencari tugas via internet. Lucunya para Guru-guru itu sendiri juga belum tahu bagaimana cara mencari atau searching file, makalah, atau tugas di internet itu sendiri, dan anehnya para siswa/siswi tersebut tidak diberikan contoh terlebih dahulu di sekolahan. Tidak benar-benar diterangkan soal apa itu internet dan isi dalaman internet itu sendiri. Yang membuat gemas lagi, anak-anak tersebut malah banyak yang belum tahu apa itu microsoft office, apa itu google, apa itu download. Yang kerepotan seringkali malah para orang tua wali murid pelajar-pelajar itu. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia bisnis internet, khususnya internet cafe atau warnet, saya merasa miris dengan keadaan seperti ini. Saya pastikan hampir setiap hari anak-anak pelajar dari berbagai tingkatan sekolah ini menggunakan warnet sebagai tempat untuk mencari tugas sekolah mereka. Ini memang bagus dan positif karena keadaan seperti ini telah merubah paradigma masyarakat bahwa warnet selama ini menjadi tempatnya para netter untuk mengakses situs-situs dewasa atau untuk mengakses tindakan pornografi dan pornoaksi. Namun sayangnya, kecanggihan dan kemudahan di era kecanggihan seperti ini tidak diimbangi dengan SDM yang baik. Buktinya, para guru-guru masih banyak yang gaptek, tidak mengerti bagaimana sesungguhnya itu internet, apa itu website, apa itu blog, apa itu search engine dan lain-lain. Yang mereka tahu hanyalah, anak-anak besuk sudah mengumpulkan tugasnya yang mereka cari dari hasil menjiplak di internet. Mudah banget ya, beda dengan zaman dahulu, saat akan membuat suatu makalah kita harus benar-benar membaca dan mencari di buku-buku bacaan lalu merangkumnya sendiri. Bukan dengan cara Copy Paste seperti sekarang ini. Yang bikin saya makin kesal, seringkali anak-anak SD ini disuruh mencari tugas di internet, lha padahal mereka saja belum tahu bagaimana menyalakan komputer, tidak semua penduduk kota MEMILIKI komputer kan ???? Dan tidak semua sekolah-sekolah menerapkan pendidikan IT, khususnya komputer dengan baik dan benar bukan ? Malah kadang sekolahnya saja belum dilengkapi dengan Laboratorium Komputer. Guru-gurunya sendiri juga asal nyuruh saja tanpa membimbingnya. Akhirnya para orang tua yang kebingungan minta tolong para operator Warnet. Yah yang pinter para operatornya… Fenomena ini memang HANYA saya jumpai di sekolah-sekolah dalam kota, kenyataanya di sekolah-sekolah yang ada di pedesaan tidak terjadi HAL seperti ini, ya jelas tidak ada siswa pedesaan yang mencari tugas di internet, atau guru yang menyuruh siswanya mencari tugas di internet, lha listrik aja kadang-kadang belum ada, apalagi jaringan internet. Miris ya…..??? Perjuangan para pelajar di pedesaan perlu diacungi jempol, seringkali saya jumpai mereka berangkat sekolah dengan berjalan kaki diatas tanah becek berlumpur dan tidak mengenakan sepatu, kadang-kadang mereka harus bejibaku dengan lumpur-lumpur itu, ini pernah saya jumpai saat saya berkunjung di salah satu desa pedalaman di provinsi lampung. MSaya merasa terkagum-kagum melihat perjuangan mereka pergi ke sekolah dengan medan yang tidak layak seperti itu. Boro-boro jalan Aspal, jalannya aja jalan setapak yang smpit dan berlumpur. Beda banget dengan para pelajar di perkotaan, yang tiap hari, mulai dari anak SMP sudah diberikan izin mengendari mobil pribadinya. Tapi dengan kemudahan seperti itu, seringkali mereka malah malas ke sekolah, lha wong guru-gurunya aja juga pemalas, malah menyuruh siswa-siswinya dengan tidak kreatifnya mencontek dan mencontoh artikel-artikel di internet. Untuk mendapatkan artikel contekan di internet saja mereka masih banyak yang bingung dan tidak bisa, alias GAPTEK. Pada saat di tanyain, apakah di sekolah tidak ada pelajaran khusus komputer? Mereka menjawab kompak ada, namun tidak di ajarkan bagaimana menggunakan internet, apa itu google, apa itu mesin pencari, e-book, dan bagaimana menggunakan e-mail, malah kata para siswa-siswi itu, di sekolah-sekolah yang lagi ngetren dan tenar adalah : yang penting bisa menggunakan facebook dan twitter itu udah di anggap bisa internet (maksudnya bisa mengerti dan paham seluruh kegunaan dalam dunia maya). Di tanya soal website itu apa, mereka juga tidak tahu. Artinya pendidikan IT di sekolah-sekolah di Indonesia ini masih belum merata dan minim. Nah kalau mereka menyalahgunakan internet untuk keperluan mesum, yang disalahkan juga anak-anak itu. Mereka (guru dan orang tua) mengira sudah cukup hanya dengan melarang keras anak-anak supaya tidak melakukan tindakan amoral, hanya dengan kata-kata, nasihat dan tindakan kasar. Seharusnya pemerintah, disini Menteri Pendidikan dan Menkominfo bekerja sama menciptakan sistem pendidikan yang lebih mengarah ke arah moralitas dan pemahaman dunia IT yang lebih maju dan benar. Bukan di jadikan ladang mencari uang. Ah, ujian dan kenaikan kelas aja bisa dibeli kok, jadi sangat mudah bukan nyari uang. Memang benar kata sebuah Headline di salah satu surat kabar Metropolis kemarin yang bertajuk ” DUNIA PENDIDIKAN SEKARANG TELAH MENJADI LADANG BISNIS” . Sebagian orang tua pelajar kota yang hidupnya pas-pasan atau miskin, seringkali mengeluh kepada para operator warnet , bahwa dengan adanya guru-guru sering meminta murid-muridnya mencari tugas di internet, justru semakin membuat boros, bayangkan saja, kalau misalnya seorang guru meminta muridnya membuat makalah yang bisa di ambil dari internet, lantas dalam satu makalah itu ada 10 lembar, dan setiap lembarnya dihargai Rp. 500,-/print maka sudah Rp.5000,- uang yang harus dikeluarkan untuk mencetak makalah tersebut, belum lagi kadang gurunya meminta agar makalahnya di jilid, di foto copy, di burning dalam CD, atau bahkan kadang harus di cetak warna yang perlembarnya bisa mencapai Rp. 1000,- s/d Rp.3000,-, sudah berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk satu makalah, lha kadang-kadang mereka mendapat tugas dari guru-gurunya tidak cuman sekali dalam seminggu. Kalau bagi mereka para wali murid yang kaya raya ya tidak masalah. Mereka akan senang-senang saja, lha wong malah kadang mereka memasukkan anaknya ke sekolah favorite saja sering lewat belakang alias nyogok bokongnya kepala sekolah. Padahal nilai rata-rata sang anak tidak mencukupi untuk masuk ke sekolah favorite tersebut. Ah, bodo amat sekarang jual diri tidak musti di gang Doly atau di Teleju, di sekolahpun bisa Booooo…..! Dan kenyataanya juga banyak kok pelanggannya, ya kan ya kan…. Jadi apa pendapat anda tentang sistem pendidikan di INDONESIA, menjadikan orang cerdas atau mencetak para koruptor-koruptor muda nan HANDAL ???? Tunggu catatan saya berikutnya yang lebih pedas soal dunia pendidikan di INDONESIA…. (Bakalan saya kasih cabai campur merica). *Catatan di tengah hari saat mentari terik memanaskan hati ** Di kutip dari Blog pribadi saya di http://alfand.blogdetik.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline