Lihat ke Halaman Asli

Coretan Dewi Murni

Dakwah bil hikmah

Nonton "Jejak Khilafah", Pengalaman Spesial di Tengah Pandemi

Diperbarui: 21 Agustus 2020   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://www.facebook.com/Intan-Sinaga-109422187267948/

Untuk pertama kalinya dunia saling berjauhan untuk saling menjaga. Berbulan-bulan manusia sedang diuji Tuhannya lewat wabah Corona. Momen demi momen penting dilalui secara berjauhan, online. Menyedihkan memang. Tapi, di sanalah Corona akhirnya menjelaskan segala watak manusia. Apakah ia tetap bersyukur ataukah kufur nikmat. Apakah dia tetap semangat dakwah ataukah melemah. 

Kamis, 20 Agustus 2020 bertepatan dengan momen penting umat Islam sedunia Tahun Baru Hijriah 1 Muharram 1442. Meskipun kondisi pandemi, kaum muslim tidak kehilangan akal untuk merayakannya. Adalah Komunitas Literasi Islam (KLI) memelopori produksi dan pemutaran film dokumentasi sejarah Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) dalam rangka memperingati datangnya Tahun Baru Hijriah. Yang kemudian menjadi pengalaman spesial di tengah pandemi bagi penulis. Penayangannya dilakukan secara daring lewat siaran langsung di Youtube Channel Khilafah. Berbagai iklannya sudah diramaikan jauh-jauh hari di jagat sosial media. JKDN kebanjiran antusias masyarakat hingga masuk trending topik di Twitter tepat di hari penayangannya. Menurut penuturan host acara penayangan JKDN ada 250 ribu orang yang mendaftar untuk menonton. Masya Allah, Allahu Akbar!

Sejak dimulainya penayangan sekitar pukul 10.00 WIB rasa tidak sabar menggebu-gebu. Sampai semua rasa itu pecah ketika akhirnya film diputarkan episode demi episode. Kagum, terharu, penasaran, bangga hingga sedih semua meluap begitu saja. 

Di awal pemutaran film tersebut penulis tergugah oleh nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Ustadz Rokhmat S. Labib. Beliau menjelaskan sejarah penetapan 1 Muharram disandarkan pada hijrahnya Baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dari Mekah ke Madinah. Itulah momen yang memisahkan antara haq dan yang batil. Di mana keduanya tidak akan pernah bisa bersatu, layaknya siang dan malam. Sejak itulah kaum muslimin berkuasa dipimpin Rasulullah Shalallahu Wa Sallam di bawah Daulah Islam. Beliaulah yang memutuskan kapan perang, kapan berdamai. Beliau pula yang mengangkat kepala pemimpin daerah. Perbuatan beliau itu semakin mempertegas bahwasanya beliau bukan hanya sebagai nabi melainkan kepala negara.

Luar biasa! Penjelasan Ustadz Rokhmat S. Labib patut untuk dijadikan renungan. Tentang bagaimana cinta kita kepada Rasulullah. Siapa saja yang mencintai Rasulullah dengan benar pastilah dia mengikuti apa-apa yang dicontohkan beliau, termasuk penegakan khilafah. Malulah kita mengaku cinta Rasulullah tapi tidak mau menerapkan syariah secara kaafah. 

Ustadz Ismail Yusanto selaku penasehat Komunitas Literasi Islam turut serta hadir dalam siaran langsung tersebut. Beliau mengingatkan betapa pentingnya sejarah. Sebab di sana ada ibroh, pelajaran yang bisa dipetik sebagai bekal mengarungi kehidupan. Tentu saja ibroh tersebut hanya mampu didapatkan bagi mereka yang berfikir. Namun perlu dicatat, sejarah bukanlah sumber hukum atau pemikiran. Sejarah adalah objek pemikiran untuk dijadikan pelengkap, pendukung ataupun bukti. Sebagaimana jejak khilafah di Nusantara sebagai bukti dari penerapan atau implementasi pemikiran Islam (khilafah) selama berabad-abad. Kalaupun tidak ada buktinya di Nusantara bukan berarti tidak diperjuangkan. 

Jajaki khilafah benar-benar nyata. Jejaknya disajikan begitu apik dan bikin merinding. Jejaknya terbentang dari Indonesia bagian barat hingga bagian timur. Wali Songo yang selama ini kita kenal sebagai pendatang yang berdakwah di Indonesia ternyata mereka adalah utusan khilafah bertugas mengeluarkan masyarakat Nusantara dari kejahiliyahan menuju kemuliaan. Begitu pula kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Maluku dan lainnya, semuanya memiliki hubungan erat secara politik kepada pemerintahan khilafah saat itu.

Buya Hamka sendiri menolak pandangan teori Gujarat yang menyatakan Islam masuk di abad 13. Buya Hamka meyakini Islam masuk ke Nusantara abad ke-7 di masa Kekhilafahan Rasyidah. Artinya khilafah telah lama sekali masuk ke Nusantara. Telah lama pula Nusantara memiliki hubungan baik, hubungan persahabatan, hubungan tolong menolong, hubungan ukhuwah dan hubungan akidah Islam dengan khilafah.

Meski menonton di rumah saja berteman susu kurma, cemilan, buah dan wi-fi tetangga namun suasana tetap terasa hingga relung hati. Intonasi, ekspresi, kata-kata dari para narasumber dan Film JKDN itu sendiri telah merasuki penulis. Sehingga merasakan sekali semangat dan ruh perjuangan khilafah sampai titik paling mengesankan.

Menurut penulis, film ini butuh disebarluarkan, dikembangkan, serta didukung oleh seluruh kaum muslimin. Khususnya jajaran penguasa/pemimpin kaum muslimin, mengingat pemimpinlah yang bertanggung jawab atas arah pemikiran rakyatnya. Sebab khilafah adalah perintahNya yang wajib diperkenalkan, diperjuangkan mengikuti thoriqoh Rasulullah. Dengan uslub atau cara yang diperbolehkan syariat bahkan dianjurkan sesuai apa yang menarik dan dijangkau bagi masyarakat. Lewat Film JKDN menjadi ajang edukasi umat tentang sejarah islam yang telah kabur bahkan terkubur bahwa dahulu Islam pernah berjaya, kaum muslimin pernah menjadi sebaik-baik umat. Dan, suatu saat khilafah akan kembali lagi berjaya sebagaimana sabda Rasulullah yang lisannya tidak pernah berdusta,

"..., Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian."
(HR. Ahmad dalam Musnad-nya (No. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (No. 439), Al-Bazzar dalam Sunan-nya (No. 2796))

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline