Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Hati #3

Diperbarui: 5 Juni 2017   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Setelah memahami hakikat seorang anak yang pada hakikatnya memiliki kecenderungan egois, ia beserta orangtua dihadapkan pada pintu yang harus ia pilih untuk membentuk hatinya, kini kita akan membahas lebih jauh mengenai kedua pintu yang harus mereka pilih: pintu moral atau pintu ilahi.

Pintu moral ini dipahami sebagai cara yang lebih universal dalam mendidik seorang anak. Seluruh perilaku seorang anak dicerminkan kepada suatu standar moral tertentu. Anak tersebut diminta untuk mengusahakan yang terbaik demi mencapai bahkan melebihi standar moral tersebut secara konsisten. Dengan berbagai stimulus, aturan dan pengkondisian, anak didorong untuk dapat mencapai standar moral tertentu. Tidak sedikit juga, standar moral yang berusaha ditanamkan di hati anak dengan cara-cara yang dapat dikategorikan kurang manusiawi, mulai dari cuci otak, ancaman hingga hukuman.

Sekilas, pendidikan hati melalui pintu moral ini memang lebih mudah dilakukan; bahkan telah menjadi praktik umum dikebanyakan masyarakat di dunia. Tidak sedikit juga tulisan ilmah, pelatihan profesional atau aturan pemerintah yang mendukung pendidikan hati anak melalui pintu moral ini. Namun, perlu diketahui, cara ini cenderung menimbulkan karakter artifisial atau bahkan pembodohan dari suatu sudut pandang tertentu. Aturan emas yang berkata karakter adalah kebiasaan yang terus menerus dilakukan sebenarnya ingin mengatakan bahwa manusia tidak lebih dari pelatihan kepada anjing atau burung beo. Bila kita amati secara baik, hampir semua pembiasaan melalui stimulus, aturan, pengkondisian, cuci otak, ancaman bahkan hukuman; sama sekali tidak menghapus hakikat hati seorang anak: egoisme. Hati seorang anak mungkin akan dapat terbentuk melalui pintu moral ini, tetapi tidak akan bertahan lama. Setelah ia mengalami kejenuhan dan ketidaknyamanan atas hal tersebut, segera ia akan menuruti kembali kehendak hatinya yang egois.

Saya tidak mengatakan pintu moral ini sama sekali tidak ada gunanya. Namun, saat kita sebagai orangtua maupun pendidik ingin menggunakan cara-cara ini, kita perlu memahami bahwa, anak tersebut tidak akan bisa menjadi seseorang yang dinyatakan oleh standar moral tertentu itu. Di kedalaman hatinya, seorang anak hanya akan mencari apa yang dapat memuaskan ego-nya. 

Sedangkan pintu ilahi menawarkan jalan yang jauh berbeda dengan pintu moral. Masih sangat sedikit orang yang mempu memahami dan melalui pintu ini di dalam mendidik anak-anaknya. Pintu ilahi ini dimulai dari suatu kesadaran akan keberadaan Tuhan yang kasih sayang, kekuasaan dan kemahatahuanNya melampaui diri seseorang. Kesadaran akan keberadaan Tuhan yang demikian tidak boleh dicampuradukkan dengan standar moral yang dimiliki agama-agama atau kepercayaan tertentu. Ini adalah suatu kesadaran teisme yang natural pada diri setiap manusia. Semua manusia tidak terkecuali, mereka sesungguhnya sadar bahwa ada 'suatu Pribadi' di luar sana yang keberadaannya melampaui batas-batas dirinya. 'Suatu Pribadi ' itu adalah Sang pemberi moral. Jadi moral atau standar moral dan 'Suatu Pribadi' itu berbeda. Kita lebih mudah memahami adanya standar-standar moral, norma-norma atau nilai-nilai kehidupan, karena ia dibentuk oleh kemanusiaan, sehingga ia dekat dengan kita, Namun, hal ini tidak berarti kita dapat secara sama memahami 'Suatu Pribadi' tersebut seperti kita memahami standar moral tersebut, karena 'Suatu Pribadi' yang kita sebut Tuhan itu bukanlah standa moral, Ia adalah Sumber dan Pemberi standar moral itu di dalam kemanusiaan. Perbedaan inilah yang perlu kita renungkan bersama implikasi-implikasinya.

Sekarang, bagaimana kesadaran akan Tuhan dapat menolong membentuk dan mendidik hati setiap anak-anak? Saya akan berhenti sejenak di sini mengenai pembahasan pendidikan hati. Pertanyaan terakhir tentu saja dapat dijawab oleh siapa saja yang memang berkompeten menjawabnya. Saya sendiri akan menyimpan sejenak pembahasan atas pertanyaan ini untuk kembali membahas pendidikan akal sehat. Yang perlu digarisbawahi terkait pertanyaan tersebut adalah, bahwa pintu moral tidak akan mampu membentuk hati seorang anak secara menetap, hanya melalui pintu ilahi-lah, hati seorang anak dapat dibentuk secara paten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline