Lihat ke Halaman Asli

Catarina Tenny Setiastri

Ibu, guru, dan pejalan.

Bantuan Siswa untuk Merefleksi Sang Guru

Diperbarui: 15 September 2024   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hahai Teman-teman pendidik.

Selama ini, saya ingin sekali merefleksi bagaimana saya mengajar di kelas. Apakah cara saya mengajar... sudah menarik atau justru membosankan? Apakah para siswa di kelas mengerti semua topik yang saya jelaskan? Apakah saya bisa membawa suasana kelas menjadi hidup? Apakah class rules yang saya buat bisa membantu para siswa mendapatkan suasana nyaman di kelas? Atau.... sudahkah kelas saya meraih lesson's goal  yang saya buat di tiap awal pelajaran?

Ya... sebenarnya, refleksi sudah saya lakukan. Di tiap lesson plan yang saya buat, ada kolom refleksi di bagian bawah, yang selalu saya isi tiap selesai mengajar. Tapi... itu kan refleksi dari saya. Ya... saya jujur sih ngisinya... (wkwk, berasa memaksa biar dipercaya) tapi menurut saya, pasti akan lebih baik dan lebih obyektif kalau refleksi itu muncul bukan dari saya sebagai seorang pendidik, melainkan dari para siswa yang saya ajar. Iya kan... kan.. kan..?

Jadilah saya mikir, gimana ya caranya biar refleksi ini benar-benar baik dan obyektif? Gimana ya caranya mendapat refleksi dari peserta didik tanpa bertanya pada mereka? Hmm...

Baiklah Ladies and Gentleman... kita gali dulu definisi refleksi ya... >> Refleksi adalah proses saat kita memeriksa dan mengevaluasi diri kita dalam mengajar di kelas. Refleksi bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas kita dalam mengajar.

Nah, balik lagi nih ke pertanyaan awal: gimana cara membuat sebuah refleksi yang baik dan obyektif, serta bagaimana cara mendapatkan refleksi dari peserta didik tanpa bertanya pada mereka.

Ting!
Akhirnya, saya menemukan jawaban di minggu ke-6 proses belajar mengajar. Wkwk, lama kali ya? Ya, mungkin inilah yang dinamakan keindahan sebuah proses.; kita mengalaminya, kita bahkan menemukan jawabannya, namun kita baru menyadarinya setelah kita duduk diam untuk flashback dan mengingat kejadian-kejadian di kelas, senyum-senyum sendiri, lalu mencakar-cakar kertas (baca: menuangkannya dalam tulisan) dalam sebuah laboratorium raksasa kita. 

CASE 1
Wkwk 'case', seperti detektif yak!
Para siswa saya (kelas 7 dan 8) memiliki cara jitu saat ingin lari dari kenyataan eh.. lari dari pelajaran. Caranya adalah dengan bolak-balik ijin ke toilet. Walaupun ada rule: siswa hanya boleh keluar kelas dengan hall pass, dan tiap kelas dijatah 2 buah hall pass saja; 1 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan, tetap saja tidak mematahkan semangat mereka untuk ke toilet. Mereka silih berganti pergi ke toilet.
>> Efek jelek: proses belajar mengajar terganggu. Saya terganggu saat menjelaskan, semangat pun naik turun karena ter-interupt. Fokus kelas juga terpecah, melihat temannya keluar, pengen juga keluar.
>> Refleksi: siswa saya ga tertarik dengan pelajaran saya atau siswa pengen ngeliatin ke temen-temen mereka kalau mereka bisa keluar dari kelas untuk melakukan hal lain
>> Perbaikan: di minggu ke-4, saya sampaikan ke mereka, ga ada yang keluar saat saya menjelaskan. Saya pun menggunakan timer dalam setiap aktifitas. Tak tek tak tek! Diskusi yang sebelumnya sepuluh menit, saya jadikan 5 menit. Mereka berpacu dengan waktu, klo ga fokus, mereka akan kehilangan waktu. Untuk anak yang keluar pun, tidak ada pengulangan penjelasan. Jika aktifitas pencatatan, saya akan pastikan mereka mencatat dengan memparaf semua buku di akhir pelajaran. Saya pun juga membuat aktifitas yang ga bisa ketebak. Misalnya: permainan saya lakukan kadang di tengah-tengah pelajaran. Jadi yang ke toilet akan kehilangan momen asik sama temen-temennya.
>> Hasil: di minggu ke 5-7, semakin sedikit yang ke toilet. Klo mereka minta ijin, saya mah cuman tanya: "Are you sure you wanna go?" then biasanya mereka batal pergi, karena mereka tahu saya ga akan ngulang materi, dan aktifitas di kelas berjalan cepat, mereka akan benar-benar ketinggalan. Atau saya langsung aja ngomong, "Oh just go then, and no need back to the class. Go, go, just go please". Saya ngomong dengan suara datar. Dan horeeee! Tambah sedikit yang ke toilet.

CASE 2 Refleksi Lesson's Goal
Tahun lalu, saya jarang banget nulis tujuan pembelajaran di awal pelajaran. Alasan saya begitu klise: wasting time
>> Efek jelek nih buat refleksi: ga ada frame yang jelas untuk siswa dan saya sendiri sebagai pendidik dalam proses belajar mengajar. Hidup segan mati tak mau, wkwk. Para siswa yaaa gitu, yang bisa-ya-bisa, yang ga ya ga. Muka-muka ga semangat pasti bermunculan di semua sisi kelas. Saya sebagai pendidik juga ga tau pasti berapa siswa yang mengerti dan achieve the goal, dan saya pun seperti ga ngeraih apa-apa di akhir pembelajaran.
>> Perbaikan: Di tahun ini, di tiap awal pelajaran, saya menulis di papan lesson's goal kami. Misalnya: I can make sentences using the present simple tense. Goalnya sederhana, ga muluk-muluk. Lalu saya minta mereka mengucapkannya bersama. Itu akan menjadi tujuan belajar kami di hari itu. Di akhir pelajaran, saya akan tanya ke mereka, so what do you think? Can you make your own sentences using present simple tense? Yayaya!
>> Hasil: Para siswa jadi lebih antusias dan percaya diri. Trus saya pun sebagai pendidik merasa puassssss banget! Saya centang goal kami di papan dan kita sama-sama selebrasi dengan tepuk tangan.

MAsih banyak case lain, tapi sepertinya perlu waktu hibernasi lebih lama untuk menuangkannya ke tulisan, wkwk. Pembenaran! Tapi yang pasti... sadar atau ga, sikap siswa di kelas ternyata banyak membantu kita untuk merefleksi cara kita me-manage dan mengajar di kelas.

Selamat berefleksi, Teman-teman pendidik! Maaf ga ada foto-foto untuk lebih membuat tulisan ini lebih jelas. Saya lupa mulu dokumentasikan padahal sudah bawa kamera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline