Lihat ke Halaman Asli

Catarina Tenny Setiastri

Ibu, guru, dan pejalan.

Liburan Lebaran: Yopia Kupu-Kupu Kudapan Khas Lasem Warisan Tionghoa

Diperbarui: 2 Mei 2022   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yopia Kupu-kupu, kudapan khas Lasem warisan Tionghoa/dokpri

Hai Semua! Di liburan Lebaran ini, kami dapatkan satu lagi harta karun di Kota Lasem. 

Pembuatannya masih manual, dilakukan sepenuh hati/dokpri

Adalah Yopia Kupu-kupu, salah satu kudapan khas Lasem warisan Tionghoa. Untuk menambah value perjalanan kali ini, kami tidak ingin hanya membeli Yopia Kupu-kupu di toko kue. Kami ingin ke lokasi pembuatannya, melihat langsung bagaimana pembuatannya dan bertemu dengan para pembuatnya.

Ibu Waras memperlihatkan dapur tempat pembuatan Yopia/dokpri

Lokasi pembuatan Yopia Kupu-kupu adalah di Karangturi, Kecamatan Lasem. Untuk menuju ke tempat ini, kita hanya memerlukan 2 menit dari Mesjid  Jami' Baiturrahman dengan kendaraan bermotor. 

Siang ini memang begitu terik, tapi pendirian dan tekad kami ke lokasi begitu teguh. Kami parkir mobil di depan jalan masuk, lalu memilih jalan kaki untuk sampai ke lokasi. Cuman 5 menit doang kok. Dengan berjalan kaki, kami bisa senyum simpul dan bertegur sapa dengan warga sekitar. 

Ada juga yang tanya mau kemana, kenapa panas-panas jalan kaki, adik-adik kecil berjilbab yang berpapasan, menyapa kami dengan tersenyum. Wah bagi kami, berinteraksi dengan warga lokal seperti ini mengasikkan. Siapatau juga ada yang nyuruh mampir ke rumahnya buat ngicipin kue Lebaran J.

Bertemu Nico, si cerdas yang menjadi pengaman rumah/dokpri

Kami sampai... wah, ternyata hari ini mereka juga libur. Tapi Ibu Waras dan Ko Tony, welcome banget nerima kami. Kami dipersilahkan duduk, menghirup suasana rumah tua yang sejuk, dengan foto-foto terjejer rapi di dinding dalam, yang akhirnya kami ketahui sebagai generasi pertama pembuat Yopia Kupu-kupu. 

Ibu Waras menyuguhkan Yopia yang bentuknya seperti pia dengan ukuran diameter 7 cm. Bagian luar tidak terlalu tebal, garing, tapi tidak meremah.  Di bagian dalam, kita bisa rasakan gula merah dengan kualitas bagus. Rasa pas tidak terlalu manis, tidak hambar, dan tidak ada campuran. Hmm, yummy banget.

Berfoto dengan Bu Waras, generasi ketiga pembuat Yopia/dokpri

Sayang.. Ibu Waras dan Ko Tony tidak mengetahui sejarah mengapa Yopia dipilih sebagai nama kudapan ini. Mereka hanya meneruskan ini sebagai warisan keluarga yang patut dipertahankan. Usaha mereka ini begitu sederhana, untuk sementara dilakukan oleh mereka sendiri dan tanpa mempostingnya di media sosial. Karya mereka hanya tersebar dari mulut ke mulut. Hoho, tapi beberapa TV swasta sudah dapat untuk meliput loh.

Mereka memproduksi 2 kali seminggu, tidak ada jadwal yang pasti. Jika ingin ikut dalam proses pembuatannya, kita bisa hubungi dan buat janji dulu dengan Ko Tony, dan setelah itu datanglah di pagi hari sekitar pk 07.00 -- 08.00 WIB. Monggo dicoba :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline