Lihat ke Halaman Asli

Catarina Tenny Setiastri

Ibu, guru, dan pejalan.

Kawah Ijen: Value Perjalanan Ibu dan Anak

Diperbarui: 6 April 2022   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pk. 03.40 wib"Kok sepi?" tanya anakku saat memulai langkahnya memasuki gerbang jalur pendakian Ijen. "Ya sepi banget. Pengunjung pada masuk pas loket buka, jam 03.00 tadi". Pertanyaan berulang lagi karena hingga menit ke-15, suasana begitu sunyi, begitu gelap. " Apa sampe atas, sepi gini ga ada orang, Bu?" ada gambaran rasa khawatir dalam pertanyaannya. Senter ia arahkan ke kanan, ke kiri, putar-putar, berusaha mencerna keadaan yang lama-lama berbau horor. Memang benar-benar hitam pekat di sekeliling kami. Tidak ada cahaya sama sekali. Tangannya meraih tanganku, genggaman mengeras membuatku tersenyum, wkwk.. untung ga keliatan, di usianya yang sekarang pantang banget tuh liat Ibunya happy.  "Ga, Mei. Entar di belokan pasti ketemu orang. Asal kita tetap jalan biarpun pelan, semakin ke atas, semakin banyak ketemu orang." "Yakin banget?" ih ga percaya.. "Ya, mereka pasti capek, rehat, ngelurusin kaki, trus pasti ada yang bilang.. masih jauh ya? aku ga kuat! atau duh, sakit loh kakiku." Wkwk, entah anakku percaya atau tidak, bedanya tipis karena ga ada pilihan, wkwk. Sepanjang jalan sunyi dan gelap ini, obrolan kami mengalir ga terburu-buru, benar-benar clear satu sama lain.

515e8943-296d-49ac-a5bc-e39fe6e51593-624d0b4cbb44864b4335de34.jpg

Setelah pembuktian di tiap kelokan, kekawatirannya akan keadaan yang sepi meluntur, sekarang beralih ke mental pribadinya. Gaya jalannya ga tegap seperti semula, meleyat leyot tak tentu arah. Jadi sebelum dengusan keras dan hembusan keluh terucap, harus ada pengalih perhatian yang tepat, wkwk. Kebetulan saat itu, kami mulai melangkah naik di antara pengunjung lain, mulai ramai. Ada yang bergerombol, ada yang mulai terpisah, dan ada yang semangati temannya yang terseok dan melambat. Berbaur dengan mereka membuat perjalanan ini lebih hidup. Anak saya memang ga pernah comment atau ikut nimbrung dalam candaan atau obrolan kami. Tapi saya tau, dia juga menyimak dan tersenyum simpul. Pengalihan biar anak ga ngeluh checked.
Sampai di atas, senyumnya melebar. Ijen ini memang begitu indah. Dia lelah tapi saya tau dia puas, dan bilang dalam hatinya kLu perjalanan ini sungguh sepadan dengan hasilnya, wkwk.. "Bu, pengen duduk." Oke, saya ajak Mei ke arah pepohonan yang kering karena terbakar. Wkwk. dalihnya mencari tempat datar, sebenernya sih sambil cari spot foto yang bagus, dan ngiterin sedikit kawah. Then, kami istirahat sambil ngeliat rombongan lain di sisi kanan kiri kami.

e510b331-8d28-4a98-b85d-12cea2f62013-624d0b67c668262cdf298462.jpg

Seperti sebuah kisah novel, perjalanan ini terasa begitu indah karena value yang kami dapatkan. Value perjalanan dengan si kecil, diantaranya:

-  bisa ngobrol lebih intim dan fokus antara Ibu dan anak

   Tidak ada gangguan gadget atau orang lain.

- berani mengambil keputusan dan menerima resikonya 

   Sebelumnya Mei bilang: kalo ga bisa liat blue fire, kenapa harus berangkat pk 03.00? dan akhirnya kita pun berangkat pk 03.40, dan wkwk...sepi dong.

- berani untuk hadapi ketidakpastian

    Bagi si kecil, tentu pendakian dalam gelap merupakan struggeling tersendiri.

- tingkatkan rasa saling percaya antara Ibu dan anak

   "Gpp, entar pasti ketemu orang-orang. Asal kita tetap jalan biarpun pelan, semakin ke atas, semakin banyak ketemu orang."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline