Lihat ke Halaman Asli

(MyDiary) Cinta yang Hilang

Diperbarui: 11 April 2016   14:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Scrwwnshot grub FC FB"][/caption]Dear Diary

Bulan di Bulan Ramadhan terasa berkah aku rasakan akan anugerah cinta yang datang secara tak sengaja. Salam untuk semua kaum mulimin sehabis solat Taraweh ketika menengok kenan lalu kekiri. Dan aku menengok lagi kekanan, terlihat wajah putih merona merah karena malu menatapku. Gadis bermukenah putih itu tersenyum simpul ketika aku menatap wajahnya.

Di Musholah kecil itu, aku dan dia main lirik-lirikan. Hanya sekat tembok dan kaca Musholah itu yang jadi pembatas antara jama'ah laki-laki dan wanita. Sekat tembok itulah yang menjadi saksi cinta kami berdua di bulan yang penuh barokah.

Aku pun menatapnya dibalas olehnya dengan menundukan wajah. Aku pun begitu ketika ia melirikku, aku pura-pura memalingkan wajah ini. Rasanya aku seperti melihat bidadari turun dari langit dan hinggap di hadapanku. Sungguh cantik wanita itu, sehingga aku terpesona memandangnya.

Keesokannya aku beranikan diri untuk memdekati dan berkenalan padanya. Ia menyambut dengan cinta di sebelah warung milik Haji Nurdin. Di warung itulah aku menyatakan cinta yang tulus dan mulus semulus pipinya yang merah merona.

Dayung bersambut, kami pun jadian pacaran. Seribu rayuan maut aku lontarkan. Seribu kata-kata pujangga aku hapalkan. Seribu puisi cinta aku torehkan hanya untuk wanita yang aku sayangi.

Sebulan berlalu. 

Hubungan kami semakin lengket, sehingga ia mengajakku untuk bersirahtur rahmi ke rumah orangtuanya yang jauh. Kami di Jakarta, sedangkan orangtuanya di Surabaya. Tentu jika kesana harus menggunakan ongkos yang banyak. Sedangkan aku pemuda kere wal sulit serba rumit hingga kejepit resleting celana ketika ditarik ke atas.

"Mas, tenang aja. Aku yang ngongkosin Mas!" ujar dia dengan lembut. Ia tahu agar aku tidak berperasaan merendahkan harga diriku.

Sebenarnya bukan itu yang kumaksud enggan untuk pulang kampung menemui kedua orangtuanya. Aku pikir jika pacaran sudah sampai kenalan sama orangtua sudah pasti akan menuntut segera untuk menikah. (Padahal baru belajar PHP). Itulah yang ada di benakku. Aku takut karena aku belum siap... Tapi Plise....aku cinta bingit sama dia...

Ia terus memaksaku. Tapi aku juga terus beralasan bla, bla, bla. Ah, dia tidak marah loh ... Dia hanya bilang, "Ya sudah aku saja yang pulang."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline