Lihat ke Halaman Asli

Casmudi

TERVERIFIKASI

Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Tantangan dan Peluang Industri Hulu Demi Menggapai Minyak 1 Juta BOPD dan Gas 12 BCSFD Tahun 2030

Diperbarui: 30 Juni 2021   05:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh, berbagai aktivitas manusia tidak bisa lepas dengan manfaat energi. Khususnya, energi migas (minyak dan gas bumi) masih dibutuhkan oleh manusia. Seperti pengadaan bahan bakar kendaraan bermotor, elpiji dan lain-lain.

 Semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan energi migas semakin bertambah. Meskipun, pemerintah gencar untuk penciptaan EBT (Energi Baru Terbarukan). Namun, ketergantungan akan energi migas tidak bisa hilang begitu saja. Justru, kebutuhan akan energi migas tetap meningkat.

Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), persentase penggunaan energi migas terus menurun dari 63% tahun 2018 menjadi 44% tahun 2050. Namun, pertumbuhan konsumsi energi yang terus meningkat menyebabkan volume kebutuhan energi migas makin meningkat.

 Cadangan migas nasional tahun 2018, minyak sebesar 2,5 BSTB (Billion Standard Tank Barrel/miliar standar barel tangki) dan gas sebesar 50 TSCF (Triliun Standard Cubic Feet/Triliun Standar Kaki Kubik). Sedangkan, kebutuhan energi nasional (di dalamnya berupa migas) pada tahun 2020 sebesar 287,1 MTOE (Million Tonnes of Oil Equivalent/Setara Juta Ton Minyak). Tahun 2030, kebutuhan energi diprediksi mencapai 500 MTOE.  Kemudian, tahun 2050 membutuhkan energi sebesar 1.012 MTOE.

Total kebutuhan minyak saja, per harinya mencapai 1,4 juta barel. Dan, Pemerintah masih mengimpor 600 ribu barel untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Hal ini dilakukan karena selama dua dekade terakhir, Indonesia belum menemukan cadangan migas yang mencukupi.

Produksi minyak nasional mengalami tren penurunan sejak tahun 1998. Sedangkan, produksi gas nasional mengalami hal serupa sejak tahun 2010. Meskipun, tahun 2013 pernah mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya (lihat grafik).

produksi-migas-nasional-tahun-1966-2019-60db07d306310e6687197902.jpg

Untuk menciptakan ketahanan energi nasional, maka Pemerintah mempunyai rencana jangka panjang. Di mana, Indonesia harus mampu menggapai produksi minyak sebesar 1 juta BOPD (Barrel Oil Per Day/Barel Minyak Per Hari) dan produksi gas bumi sebesar 12 BSCFD (Barrel Standard Cubic Feet Per Day/Barel Standar Kaki Kubik Per Hari) tahun 2030. Investasi yang dikeluarkan di industri hulu migas untuk mencapai 1 juta BOPD dan 12 BSCFD sebesar USD187 miliar.

Menurut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) (Bisnis.com/31/12.2020), realisasi lifting minyak penghujung tahun 2020 sebesar 706.000 BOPD. Tercapai 100,2% melampaui target APBN Perubahan (APBN-P) yang ditetapkan sebesar 705.000 BOPD.  Sedangkan, lifting (salur) gas sebesar 5.461 BSCFD (98,3%), masih di bawah target APBN-P sebesar 5.556 BSCFD.

TANTANGAN DAN PELUANG

Banyak tantangan terjadi pada industri hulu migas. Pertama, lokasi cekungan yang bergesar dari darat ke laut. Khususnya, laut dalam di kawasan timur Indonesia yang minim infrastruktur pendukung, masih menjadi tantangan besar.

Kedua, kondisi global mempengaruhi industri hulu migas Indonesia. Seperti, 1) Tingkat pengendalian pandemi Covid-19. Pembiayaan global untuk investasi hulu migas masih terbatas dan kompetitif; 2) Fluktuasi harga minyak; 3) Tren investasi global, di mana semakin intensifnya ke EBT (Energi Baru Terbarukan); 4) Indeks daya saing industri hulu Indonesia relatif rendah; dan 5) Berbagai negara memberi fasilitas fiskal untuk industri migas yang lebih menarik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline