Lihat ke Halaman Asli

Casmudi

TERVERIFIKASI

Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Mengajar dengan Ikhlas dan Sabar Anak Tuna Grahita

Diperbarui: 5 Oktober 2019   04:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

"Mengajar dari hati dan sabar akan membuat emosi menjadi hilang" (Tofik Ardiayanto, pengajar SLB C Jalan Maruti Denpasar).

Pernyataan yang bisa menjadi renungan siapapun. Ya, mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti Tuna Grahita (IQ rendah) tidaklah mudah. Namun, tidak bagi Bapak Tofik Andriyanto (41 tahun). Ramah dan murah senyum saat saya menemuinya. Ia mengenakan pakaian adat Bali tepat hari Kamis sesuai peraturan Gubernur Bali. Pria asli Solo Jawa Tengah dengan 1 anak perempuan yang masih duduk di SD memberikan paparan tentang pola pendidikan anak Tuna Grahita. 

Mendidik anak Tuna Grahita  hingga 18 tahun lamanya, dengan keikhlasan dan kesabaran. Bahkan, 10 tahun "save the children",  mencoba memberi  akses kerja bagi anak Tuna Grahita di Bali. Bekerja di SLB C yang beralamatkan di jalan Maruti Denpasar menjadi tempat pengabdiannya.

Kepedulian Gubernur Bali

SLB C Jalan Maruti merupakan pindahan dari SLB C Kampung Jawa Denpasar. Mulai bulan April 2019 pindah ke jalan Maruti. Saat SLB masih berada di Kampung Jawa, sejak tahun 2003 ada wacana "dipindah" ke SLB daerah Jimbaran Badung. Pemindahan itu gagal. Kemudian, mau dipindahkan ke SLB Tohpati tahun 2013, gagal lagi.  Wacana tersebut membuat wali murid gelisah. Dampaknya, banyak anak SLB yang putus sekolah dengan alasan jarak yang terlalu jauh.

Setelah berkunjung ke SLB Kampung Jawa. Gubernur Bali Wayan Koster mengusulkan pindah ke Jalan Maruti (eks RS. Indra). Ada 24 Rombongan Belajar (Rombel) atau kelas. Setiap kelas secara ideal diisi dengan 5 orang anak. Namun, pada kenyataannya diisi dengan 8-12 orang. Dengan alasan kekurangan tenaga pengajar atau pendidik. Sementara, pengajar yang ada di SLB C Jalan Maruti berjumlah 14 orang. Jadi, masih kekurangan tenaga pengajar.

Perlu diketahui bahwa jumlah siswa SLB jalan Maruti adalah SD (93 orang, SMP (25 orang) dan SMA (25 orang). SLB C Jalan Maruti menganut 5 hari kerja. Waktu belajar untuk SD dimulai dari pukul 08.00 sampai 11.30 WITA. Siswa  kelas SMP belajar dari pukul 08.00 sampai 13,30 WITA. Dan, siswa SMA belajar dari pukul 08.00 sampai 14.00 WITA. Sedangkan, untuk pengajar mempunyai jam kerja dari pukul 08.00 sampai 15.30 WITA.

Tahun 2019, penerimaan siswa baru atau SD SLB C Jalan Maruti mencapai rekor, yaitu sebanyak 50 siswa Tuna Grahita yang mendaftar. Tentu, siswa Tuna Grahita yang diterima di SLB Jalan Maruti berdasarkan IQ  (Intelegence Quotion). Sebagai informasi, SLB C terbagi menjadi 2, yaitu: SLB C dengan anak ber-IQ 50-70 dan SLB C1 dengan anak ber-IQ 20-50.

Rata-rata anak yang masuk  SLB C Jalan Maruti  berumur 10-12 orang. Padahal, Bapak Tofik Andriyanto berharap anak yang bersekolah di SLB C seharusnya "lebih awal lebih bagus". Menurut Tofik Andriyanto,  banyak orang tua yang menyembunyikan kondisi anaknya karena pengaruh psikologi. Bahkan, tidak sedikit orang tua yang "merasa malu" untuk menyekolahkan anaknya ke SLB C karena pengaruh sosial masyarakat. Padahal, apapun kondisi anak adalah amanat Tuhan Yang Maha Esa. Harus ditangani seperti anak normal pada umumnya. Bahkan, ABK sebagai "anak emas" yang membutuhkan penanganan khusus.

Tidak sedikit anak yang sekolah di SLB C merupakan rekomendasi dari guru saat anak yang bersangkutan sekolah di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau TK (Taman Kanak-Kanak). Dan, syarat-syarat yang harus dipenuhi agar anak bisa bersekolah di SLB C adalah Akta Kelahiran, Kartu Keluarga dan Surat Rekomendasi atau hasil tes psikologi dari Rumah Sakit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline