Hari Raya Idul Firi adalah hari raya kemenangan yang di dalamnya berbagi kebahagiaan. Berkumpul dengan keluarga saat hari raya adalah dambaan setiap orang meskipun ladang mencari rejeki jauh di kutub bumi sekalipun. Pulang kampung atau biasa disebut mudik merupakan fenomena menjelang hari raya Lebaran. Setiap orang mempunyai tujuan yang sama, bertemu orang tua atau sanak keluarga.
Dan, Hari Raya idul Fitri menjadi ajang yang tepat untuk berbagai rejeki bagi keluarga dan saudara. Salah satu cara berbagi rejeki buat keluarga adalah dengan memberikan sejumlah uang yang lebih dikenal dengan nama "salam tempel". Sedangkan, salam tempel khas Brebes, kampung halaman saya lebih familiar dengan sebutan Pecingan.
Pecingan bisa menjadi sarana untuk menunjukkan kesuksesan seseorang mencari rejeki di tanah seberang. Dengan pecingan, maka seseorang bisa dihargai di lingkungan keluarganya. Besaran pecingan ditentukan seberapa besar kesuksesan yang diraih oleh seseorang. Bahkan, pecingan juga dipengaruhi oleh kebiasaan yang beredar dalam suatu keluarga.
Pro Pecingan
Meskipun Pecingan sebagai aplikasi diri untuk saling berbagi, tetapi pada faktanya Pecingan juga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat khususnya di Brebes Jawa Tengah. Masyarakat yang pro terhadap tradisi pecingan biasanya beranggapan bahwa memberi pecingan kepada orang lain khususnya saudara sebagai bukti untuk berbagai rejeki di hari raya layaknya etnis Tionghoa berbagi angpao kepada keluarga dan saudaranya.
Mereka beranggapan bahwa pecingan tidak dilakukan setiap hari. Toh, hanya dilakukan setahun sekali di hari raya. Bahkan, dengan pecingan bisa merekatkan hubungan persaudaraan. Pecingan menjadi ajang untuk saling mengenal antar anggota keluarga. Bahkan, bagi anggota keluarga yang baru dalam lingkup keluarga besar.
Saat pecingan diberikan kepada orang lain maka biasanya akan muncul doa-doa atau harapan dari orang yang diberi. Ini menjadi pemantik semangat bagi anda yang hidup merantau dan jauh dari keluarga. Bahkan, pecingan bisa menjadi lahan untuk berbagi rejeki bagi orang lain atau anggota keluarga yang hidup dalam kondisi belum beruntung seperti anda.
Pecingan dalam tradisi masyarakat Brebes menjadi prioritas saat pulang ke kampung halaman. Apalagi, jika anda mendulang kesuksesan yang luar biasa di perantauan maka besaran pecingan membuat keluarga atau saudara tersenyum lebar. Ada anggapan masyarakat bahwa memberi lebih baik dari pada menerima. Itulah sebabnya, pecingan menjadi tradisi para perantau saat pulang kampung.
Memberikan Pecingan menjadi sebuah kebanggaan para perantau saat hari raya. Mereka bisa menyisihkan sebagian hartanya layaknya menyisihkan kewajiban zakat. Itulah sebabnya, dana untuk pecingan sudah diatur sedemikian rupa dari besaran dan jumlah orang yang akan diberi. Jangan, kaget jika tempat penukaran uang seperti di Bank Indonesia atau jasa penukar uang di pinggir-pinggir jalan menjelang hari raya banyak diburu orang.
Para perantau menukar sejumlah uang hingga ratusan juta dengan tujuan untuk dijadikan sebagai pecingan. Senyum mereka selalu merekah tatkala bisa menukarkan uangnya dengan uang pecahan kecil. Di sisi lain, Bak cendawan di musim hujan, jasa penukar uang menjadi lahan yang subur untuk mendulang rejeki.
Konsumen yang menukarkan uang ke pecahan kecil pun beragam, dari orang biasa hingga orang yang bermobil mewah. Tujuan mereka hanya satu, bisa memberikan pecingan ke keluarga, saudara dan kerabatnya. Jika, uangnya berlebih dan yang pemberi pecingan adalah seorang pejabat daerah maka acara open house menjadi lahan untuk mengenalkan ke masyarakat.