Lihat ke Halaman Asli

Casmudi

TERVERIFIKASI

Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Sawah, Sungai dan Kuburan, Tempat Bermain Waktu Kecil di Bulan Ramadhan

Diperbarui: 3 Juni 2018   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa kecil sungguh menyenangkan (Sumber: loop.co.id)

Hidup di kampung halaman, Brebes Jawa Tengah benar-benar menyenangkan. Apalagi, kehidupan masa kecil saat bulan Ramadhan. Jika bulan Ramadhan datang maka minggu pertama adalah masa libur sekolah.  Sebagai anak kecil, maka menyambut bulan Ramadhan dengan suka cita adalah hal wajar.

Bukan, karena pahala yang berlipat ganda. Bukan karena memahami benar malam Lailatul  Qodar  sebagai malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Tetapi, masa yang bebas dari pelajaran sekolah.

Tetapi, ciri khas libur 1 minggu di awal bulan Ramadhan adalah masa yang selalu menggembirakan. Karena, saya akan lebih bebas pergi ke sawah, jalan-jalan ke sungai yang jaraknya hanya 1,5 km dari rumah dan pergi ke pesarean atau kuburan untuk mencari asam yang setengah matang. Dalam bahasa anak kecil waktu itu disebut sebagai Asam "mladaki".

"Nguli" Panen Padi

Keluarga saya bukanlah orang kaya atau juragan  yang mempunyai berhektar-hektar sawah. Bapak saya hanyalah seorang petani dan mandor berhektar-hektar sawah milik tetangga satu gang yang letak sawahnya terletak kurang lebih 25 km dari kampung halaman. Bapak selalu bekerja keras untuk membuat rumah baru yang lebih layak.

Ya, rumah keluarga saya hanyalah rumah berdinding bambu yang dicat pakai batu kapur warna putih. Ketika dimakan usia maka cat kapur tersebut semakin lama akan mengelupas. Dan, makin lama timbul lubang sehingga saya bisa melihat ke luar rumah dari lubang-lubang dinding tersebut. Begitu sebaliknya.

Setelah pensiun menjadi mandor, Bapak berusaha untuk menyewa tanah  sebagai tempat kesibukan keluarga. Tapi, entah nasib yang selalu sial maka saat keluarga mempunyai  sawah sendiri justru kerugian yang selalu didapat. Karena Banjirlah, dimakan werenglah, harga gak cocoklah dan sebagainya.

Maka, menjadi buruh panen padi (derep) menjadi kegiatan rutin saat bulan Ramdhan. Karena, biasanya bulan Ramadhan adalah saat panen raya. Dan, saya menghabisi masa kecil dengan membantu orang tua memanen padi milik orang lain alias menjadi kuli panen padi.

Sebenarnya, orang tua tidak memaksakan saya untuk membantu mereka. Tetapi, rasa kepedulian seorang anak Sekolah Dasar (SD) justru lebih besar daripada hanya berpangku tangan di rumah. Tidak tega rasanya melihat orang tua berpanas-panasan di sawah mencari nafkah buat anak.    

Sengatan sinar matahari di sawah, merontokkan padi yang telah dipotong pada sebatang kayu yang didesain sebagai alat perontok, mengemas dan mengangkatnya ke rumah sang juragan yang jaraknya kurang lebih 5 km membuat badan benar-benar capai "tujuh turunan".

Harus melewati pematang sawah atau galengan seperti jalan kerbau. Uniknya, saya tak ada pikiran sama sekali untuk membatalkan puasa. Salah satu cara terbaik untuk mempertahankan puasa adalah menenggelamkan badan di air sawah. Dan, badan menjadi segar kembali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline