PT. Kereta Api Indonesia (KAI) Persero merupakan salah satu perusahaan BUMN atau plat merah yang banyak mengalami perubahan. Dahulu, kereta api yang memberi kesan kumuh, banyak pedagang asongan, dan penumpang berjubel bak ikan pindang berganti dengan ruangan berAC dan aman dari pedagang asongan.
Ini adalah sebuah prestasi yang menggembirakan. Karena, kini kereta api menjadi sarana transportasi andalan masyarakat Indonesia khususnya saat mudik Hari Raya Idul Fitri atau musim liburan Hari Raya lainnya.
Mengimbangi perkembangan dunia digital yang kian massif, di mana segala informasi bisa diakses dengan perangkat gadget dalam sentuhan jari (touchscreen) maka cara calon penumpang untuk memperoleh karcis kereta api pun mulai berubah. Pembelian karcis kereta api secara online dan bisa diakses dari mana saja makin mempermudah calon penumpang kereta api. Ya, penumpang kereta api mulai dimanjakan dalam memperoleh pelayanan kereta api.
Karcis Habis
Namun, di balik mudahnya calon penumpang kereta api mendapatkan karcis secara online, justru ada masalah yang belum bisa diatasi dengan baik oleh manajemen PT KAI. Dengan kata lain, PT. KAI belum mampu melayani semua penumpang yang benar-benar ingin membutuhkannya.
Padahal, menurut Undang-undang No. 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian Pasal 133 ayat (1) butir (c) menyatakan, "menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan" memberikan pemahaman bahwa PT KAI harus mampu membawa penumpang yang ingin memanfaatkan jasanya pada lintas yang diinginkan.
Kenyataannya, pada saat-saat yang dibutuhkan seperti saat mudik Lebaran, banyak calon penumpang yang harus gigit jari karena tidak mendapatkan karcis. Dan, manajemen PT KAI selalu menegaskan bahwa jumlah penumpang yang melonjak tinggi tidak mampu diatasi dengan baik oleh web server.
Bahkan, dalam kondisi sangat dibutuhkan web PT KAI justru tidak mampu diakses, bahkan informasi yang tampil online adalah karcis telah habis terjual.
Bagaimana, proses pembelian karcis saat hari-hari biasa? Sebagai pembanding dengan peristiwa mudik Lebaran, saya mencoba mengakses reservasi karcis di web PT KAI pada tanggal 29 September 2017 kemarin.
Saya berniat untuk membeli karcis kereta api dari stasiun Gubeng Surabaya dengan tujuan stasiun Senen Jakarta. Tiket untuk keberangkatan tanggal 20 Oktober 2017 yang masih 3 minggu lagi menunjukan hasil bahwa karcis kereta api Jayabaya (143) dan Jayakarta Premium (10067) telah terjual habis. Dan, saya berniat untuk membeli karcis kereta api Jayabaya (143) tersebut hanya bisa gigit jari.
Selanjutnya, saya mencoba lagi untuk mengakses web PT KAI untuk keberangkatan dari stasiun Pasar Turi Surabaya dan tujuan stasiun Pasar Senen Jakarta untuk keberangkatan tanggal 20 Oktober 2017 menunjukan hasil karcis penumpang kereta api Jayabaya (143), Gumarang (77) bisnis, dan Kertajaya (177) ekonomi telah habis terjual. Dan, dari tampilan ini saya berencana membeli tiket Kertajaya (177) ekonomi.
Namun, lagi-lagi saya harus menahan kekecewaan. Pantas saja, jika saat mudik Lebaran tiba banyak calon penumpang yang tidak bisa mendapatkan karcis akhirnya mencari sarana transportasi lain seperti bus umum, pesawat terbang atau kendaraan pribadi.
Transportasi Massal
Ketidakmampuan sarana transportasi kereta api untuk mengangkut semua calon penumpang adalah Pekerjaan Rumah (PR) besar manajemen PT KAI. Niat mulia kereta api untuk meredam masyarakat Indonesia akan ketergantungan kendaraan pribadi perlu dievaluasi lagi. Apalagi, tekad kuat PT KAI untuk bisa memberangkatkan penumpang kereta api kurang lebih satu juta penumpang setiap harinya perlu diapresiasi.