Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku dalam nostalgia
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja ...
Sebuah penggalan lagu "Yogyakarta" yang dinyanyikan oleh musisi Kla Project mengingatkan saya akan pesona Yogyakarta. Seperti penggalan lagu di atas yang menunjukan bahwa rasanya saya ingin bernostalgia kembali untuk mengarungi indahnya Yogyakarta. Kota yang dulu bersemi di hati saya kurang lebih 2 tahun. Kota yang lebih familiar disebut "Jogja" selalu menghipnotis saya untuk berkunjung kembali. Dan, dari kota inilah banyak pelajaran berharga agar saya menjadi Jogja menjadi Indonesia.
Bakpia Pathok
Jogja identik dengan kuliner gudeg dan bakpia pathok. Kuliner terakhir menjadi target saya saat ingin berkunjung ke Jogja untuk dijadikan oleh-oleh. Setahun yang lalu, saya sempat berkunjung ke Jogja untuk menghadiri sebuah acara diskusi publik yang mengupas tentang bijak dalam bermedia sosial. Dalam waktu senggang, sempat diajak oleh sahabat karib yang notabene seorang narasumber acara tersebut. Beliau mengajak saya ke tempat wisata kuliner Bakpia Pathok 25 dan Toko buku di sekitar jalan Malioboro. Dan, saat saya berkeliling Jogja sendiri berusaha menyempatkan diri untuk mengeksplorasi Benteng Vredeburg.
Bakpia Pathok, kuliner yang dibuat dari adonan tepung dan beberapa bumbu lainnya membuat saya ketagihan. Rasa gurihnya yang dibuat oleh tangan-tangan wanita keibuan adalah resepnya. Saya melihat cara pembuatan Bakpia Pathok tersebut secara langsung. Sungguh, tidak ada tangan lelaki kekar yang mengolah olahan kuliner tersebut. Ini memberikan arti bahwa Bakpia Pathok diolah oleh tangan-tangan keibuan yang penuh dengan keramahan, ketelatenan dan kesabaran untuk menjadi kuliner yang melegenda seluruh Indonesia, bahkan dunia.
Mereka duduk saling berhadapan dan memakai masker. Hal ini menunjukan bahwa kuliner yang dihasilkan adalah bersih dari infeksi penyakit yang ditularkan manusia. Bukan hanya itu, bekerja dengan duduk dalam meja besar menunjukan bahwa pekerjaaan akan menghasilkan terbaik dengan cara bekerja sama dan saling mengayomi. Ini adalah tipe pemimpin bangsa yang harus berdekatan dengan rakyat untuk mengetahui permasalahan bangsa. Sebuah tipe kepemimpinan profetik (kenabian) yang selalu berbuat untuk rakyat karena ia harus dekat dengan rakyatnya.
Kita semua tahu bahwa pemimpin Jogja yang bergelar Daerah Istimewa adalah seorang Raja atau Sultan Jogja yang sudah beberapa kali periode memimpin Jogja. Jogja memang istimewa, di mana sang pemimpinnya yang notabene seorang raja Jogja dipilih atas kemauan rakyatnya tanpa melalui Pilkada langsung. Melanggar konstitusikah? Ini adalah masalah yang pernah muncul ke permukaan.
Apalagi, saat mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyentil bahwa kepemimpinan Jogja bagai "Monarchi" (kerajaan) yang dipimpin seseorang seumur hidup. Statement sang Presiden saat itu mengundang reaksi keras masyarakat Jogja bahwa kepemimpinan sang Sultan jangan diungkit-ungkit lagi ke ranah Pilkada langsung. Ya, Jogja sungguh istimewa karena rakyatnya mengetahui betul bahwa Sultan Jogja tetap merupakan sosok yang pantas memimpin Jogja hingga waktu yang tidak ditentukan.
Saya memahami bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono X merupakan sosok yang mewariskan karakter ayahandanya Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang dikenal sebagai sosok pemimpin profetik kala itu. Kontribusi terhadap bangsa Indonesia tidak ternilai harganya. Beliau benar-benar mementingkan kepentingan bangsa Indonesia. Ketika Universitas pertama di Indonesia, Universitas Gajah Mada (UGM) belum mempunyai tempat yang memadai untuk ruang kuliah, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan sukarela menyediakan salah satu ruang di kerajaan untuk tempat kuliah mahasiswa.