Setiap perayaan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus merupakan hari istimewa dan suasana gegap gempita. Semua masyarakat Indonesia mengadakan renungan malam atau malam "tirakatan" untuk mengucapkan syukur atas kemerdekaan bangsa Indonesia. Kebiasaan yang sudah menjadi ritual bangsa Indonesia untuk mengucapkan syukur terhadap jasa-jasa para pejuang yang telah mengorbankan jiwa dan raga untuk kemerdekaan Indonesia.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai jasa pahlawannya" memberikan gambaran bahwa pejuang kemerdekaan mempunyai satu tujuan untuk membebaskan dari belenggu penjajahan. "Sepi ing pamrih rame ing gawe" kata peribahasa Jawa yang berarti bahwa pejuang memerangi penjajahan semata-mata untuk mendapatkan kemerdekaan yang hakiki. Tidak ada pikiran untuk mendapatkan balas jasa baik materi maupun pujian.
Ketika kemerdekaan bangsa Indonesia telah berumur 72 tahun, maka renungan bangsa Indonesia adalah apa saja yang telah diperbuat bagi bangsa Indonesia. Kita semua memahami bahwa para pejuang tidak berharap lebih terhadap generasi bangsa saat ini. Dengan mengisi kemerdekaan sesuai kemampuan masing-masing, maka sebuah kebanggaan bagi warisan pejuang.
Saat kata "merdeka" ada di depan mata, maka sejatinya setiap anak bangsa berhak untuk menikmati kemerdekaannya dalam segala lini kehidupan. Namun, ketika kemerdekaan sudah berjalan 72 tahun maka usaha meraih kemerdekaan bangsa sejatinya masih berjalan. Ya, kemerdekaan secara ekonomi masih menjadi perbincangan hangat setiap elemen masyarakat. Itulah sebabnya yang melatarbelakangi bagi ssaya tentang sudah seberapa jauh kontribusinya terhadap bangsa.
Video Conference
Di malam dan di siang hari 17 Agustus 2017 merupakan momen terbaik saya dalam merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Saya menyadari bahwa kemerdekaan berhak dinikmai siapa saja baik berwujud fisik maupun material. Sebagai warga yang sedang belajar sebagi blogger dan tinggal dipulau Dewata Bali, bersyukur saya diberi kepercayaan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Bali (Diskominfo) untuk menjadi narasumber tentang dunia blogging dalam rangka Pameran Pembangunan Provinsi Bali. Kebetulan saya menjadi narasumber bersama Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bali yang membahas tentang pelanggaran konten-konten penyiaran. Dan, narasumber KPI sangat berhubungan erat dengan dunia blogging tersebut.
Tayangan yang dilakukan secara live melalui video conference 2 arah antara Kantor Diskominfo Bali yang berada di Kawasan Renon Denpasar dan Art Center di jalan Nusa Indah Denpasar. Video Conference yang dilakukan tersebut digeber kurang lebih selama 11 hari selama pameran pembanguan. Di mana, pameran tersebut juga digelar dalam rangka Hari Ulang Tahun Provinsi Bali ke-59 dan HUT Kemerdekaan RI KE-72. Berita tentang video conference bisa lihat di Video Conference di HUT Provinsi Bali.
Petani Kusamba
Siang hari tanggal 17 Agustus 2017 tadi, saya bersama blogger Bali lainnya merayakan peringatan 17 Agustus 2017 tidak seperti biasanya. Kami merayakannya di kawasan pembuatan garam di Kampung Kusamba Klungkung Bali. Saya dan teman-teman blogger lainnya memahami bahwa ketika isu stok garam begitu langka, tentu harga garam akan melambung tinggi. Dan, para petani pembuat garam akan "ketiban rejeki dadakan". Faktanya, para petani garam di Kusamba seperti "pungguk merindukan bulan". Ketika harga garam merangkak naik karena stok langka, maka kondisi petani garam di Kusamba Bali tidak berubah sama sekali. Sepertinya isu garam yang langka hanyalah berita yang "numpang lewat saja".
Yang lebih menyentuh perasaan saya adalah, para petani rerata telah menjadi petani garam lebih dari 30 tahun lamanya. Namun, kondisi ekonomi tetap seperti biasanya, berjalan stagnan. Oleh sebab itu, saat orang lain begitu gegap gempita, tertawa terbahak-bahak dan ceria untuk mengisi kemerdekaan dengan berbagai ajang lomba, petani Kusamba tetap harus meracik air laut demi sesuap nasi. Hari Kemerdekaan saat ini tidak bisa membuat senyum mereka terbuka lebar.
Oleh sebab itu, kami mengambil inisiatif untuk meringankan beban mereka dan sejenak untuk tersenyum lebar dalam berbagai ajang lomba kecil-kecilan di kawasan pembuatan garam. Anak-anak mereka pun dilibatkan untuk menimbulkan keceriaan. Dan, senyum lebar begitu muncul dengan renyahnya. Ya, mereka sejenak melupakan beban mereka dari meracik garam yang hanya menjadi korban harga dari para tengkulak.