Lihat ke Halaman Asli

Casmudi

TERVERIFIKASI

Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Mencari Pemimpin Ibu Tiri?

Diperbarui: 1 September 2015   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Betapa malang nasibku
Semenjak ditinggal ibu
Walau kini dapat ganti
Seorang ibu
Ibu tiri
Tiada sama rasanya
Ibu kandung yang tercinta
Menyayang sepenuh jiwa
Penuh kasih lagi mesra
Reff.
Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja
Selagi ayah di sampingku
Ku dipuja ku dimanja
Tapi bila ayah pergi
Ku dinista dan dicaci
Bagai anak yang tak berbakti
Tiada menghirauku lagi
Aduhai ibu tiriku
Kasihanilah padaku
Bagai anakmu sendiri
Agar dapat ku berbakti 

Lirik lagu di atas yang berjudul “Ratapan Anak Tiri” memberi gambaran jelas bahwa betapa tidak adilnya seorang ibu tiri terhadap anak tiri (anak dari suaminya). Meskipun, ada juga ibu tiri yang sangat sayang terhadap anak tirinya, tetapi perlakuan tidak adil seorang ibu tiri terhadap anak tirinya selalu saja terjadi. Dan, prosentase kekerasan ibu tiri terhadap anak tirinya sangat dominan dibandingkan dengan sikap lemah lembut dan kasih sayang ibu tiri terhadap anak tirinya.

Lantas bagaimana dengan pemimpin, kepala daerah atau wakil rakyat kita yang dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu? Pemimpin kita sekarang ini hampir seperti ibu tiri kebanyakan. Jika, pemimpin, kepala daerah atau wakil rakyat kita anggap sebagai ibu tiri, sedangkan pemilu (pemilihan umum) sebagai ayah dan rakyat sebagai anak dari ayah. Maka, akan terjadi korelasi yang tidak bisa dipisahkan.

 

Menjadi pemimpin yang diikuti oleh rakyat bukan karena janjinya, tetapi karena karakter yang menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa

Bagaimana tingkah ibu tiri terhadap anak tirinya ketika suami (ayah dari anak tirinya) ada di rumah? Sangat baik, penyayang dan benar-benar tebar pesona. Tingkah laku ibu tiri begitu menggoda dan membutakan suaminya. Suaminya pun menganggap bahwa istrinya adalah sosok yang pantas menjadi pendamping hidupnya dan bisa membimbing, mengayomi dan memberi ilmu yang bermanfaat terhadap anak tirinya. Anak tiri pun akan senang, hormat, berharap bahwa ibu tiri tersebut merupakan hasil pencarian ayahnya yang benar untuk mendampingi hidupnya serta mampu memberi kasih dan sayang terhadap dirinya.

Tetapi, setelah suami (ayah dari anak tirinya) tidak ada di rumah atau pergi bekerja atau pergi untuk selama-lamanya, karakter asli alias boroknya mulai muncul secara alamiah dan spontanitas. Anak tirinya tidak lagi menjadi belahan jiwa. Rasa kasih dan sayang untuk melindungi, mengayomi, memberi pelajaran hidup terbaik pun musnah alias hilang secara pelan-pelan atau drastis. Anak tirinya pun mulai menjadi bulan-bulanan ibu tirinya. Kekerasan mulai terjadi setiap hari. Kebutuhan makan, pakaian dan lainnya mulai dibatasi. Bahkan, kebutuhan layak anak tirinya mulai dihilangkan. Kejadian selanjutnya adalah anak tirinya terlantar dan kondisinya semakin mengenaskan. Bahkan ada yang mendekati kematian karena menderita sakit berkepanjangan.

Yang lebih mengerikan adalah ibu tirinya pun mulai mengatur strategi untuk mengeruk harta atau maaf (menghabisi) suaminya agar berpindah tangan kepadanya. Padahal, prosentase yang besar harta suaminya yang berlimpah biasanya secara alami akan diwariskan kepada anaknya. Tetapi, kenyataannya justru anak tirinya mengalami perlakuan yang tidak manusiawi. Secuil harta ayahnya pun tak bisa didapat. Sebuah karakter ibu tiri yang licik, picik dan lain sebagainya.

Gambaran di atas merupakan sebuah gambaran yang sering terlihat dalam dunia nyata dan dibuat dalam sebuah film atau sinetron. Negeri kita adalah negeri yang kaya raya. Mencari apapun ada di sini. Tak heran jika penyanyi legendaris Koes Plus memberikan gambaran bahwa negeri kita bagaikan kolam susu. Tentunya kekayaan tersebut adalah harta yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Rakyat yang dianggap sebagai anak membutuhkan ibu atau pemimpin untuk membesarkan, membimbing dan mengayomi dirinya. Sedangkan, pemilu yang merupakan proses untuk mencari calon pemimpin atau ibu merupakan sosok ayah dalam mencari pasangan yang cocok untuk membimbing anaknya.

Ibu atau pemimpin yang sedang dipilih-pilih oleh ayahnya atau pemilu mengeluarkan pesonanya yang luar biasa. Begitu manis ucapannya, begitu sayang dan perhatian terhadap calon anak tirinya. Dan, biasanya sang ayah akan meminta atau memperkenalkan calon ibu ke anaknya. Di sinilah mulai sang calon ibu buat anak tirinya mengatur strategi untuk meluluhkan hati anaknya. Sang pemimpin mulai mengatur rencana agar rakyat mau menjatuhkan pilihannya. Aksi turba (turun ke bawah) alias blusukan pun mulai dilakukan. Berbagai bantuan yang mengatasnamakan rakyat mulai dikeluarkan. Sembako mulai digulirkan, politik uang mulai digelontorkan. Janji-janji manis alias rayuan yang meninabobokan rakyat mulai didendangkan. Rakyat pun mulai terbuai dan mengikuti apa yang diucapkannya.

Sama halnya dengan calon ibu tiri yang mau menjadi istri dari suami yang kaya raya. Dia mulai mengeluarkan jurus saktinya. Pendekatan terhadap calon anak tirinya begitu membuai. Apalagi jika calon anak tirinya belum dewasa alias anak-anak. Sang calon ibu tiri mengeluarkan janji-janji manis, kalimat-kalimat merayu yang membuai sang calon anak tiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline