Lihat ke Halaman Asli

Casmudi

TERVERIFIKASI

Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Meningkatkan Supply Chain Management (SCM) Industri Dalam Tata Kelola Hulu Migas

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14285015233635159

“Cadangan dan produksi minyak nasional saat ini semakin turun. Bukan hanya karena dana, namun minimnya pekerja di industri migas dalam negeri juga jadi hambatan tersendiri”.(Rudi Rubiandini, Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas))

Minyak dan Gas (Migas) adalah energi tidak terbarukan (unrenewable energy) yang masih menjadi kebutuhan penting masyarakat. Tentunya untuk menghasilkan migas guna kebutuhan dalam negeri membutuhkan penanganan produksi yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Hal tersebut semata-mata agar sesuai dengan amanah yang terkandung dalam UUD 1945, di mana kekayaan alam yang terkandung di bumi nusantara dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat.

Merujuk pada Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang disusun dengan tujuan untuk memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dalam mendorong kemajuan industri nasional secara terencana. Peran tersebut adalah mendorong kemajuan sektor industri di masa depan dilakukan secara terencana dan sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Kemudian,dokumen tersebut akan menjadi pedoman dalam menentukan arah kebijakan untuk mendorong pembangunan sektor industri dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri nasional. Industri dalam negeri di sektor hulu migas diharapkan bisa menemukan jati dirinya demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apalagi merujuk pada Visi Pembangunan Industri Nasional pada tahun 2035 adalah Menjadi Negara Industri Tangguh yang bercirikan: 1) Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan; 2) Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global; dan 3) Industri yang berbasis inovasi dan teknologi.

Dalam jangka pendek, tujuan pembangunan industri tahun 2015-2019, yaitu: Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing yang dapat dicapai dengan strategi sebagai berikut: 1) Mengembangkan industri hulu dan antara berbasis sumber daya alam; 2) Pengendalian Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi; 3) Meningkatkan penguasaan teknologi dan kualitas SDM industri; 4) Mengembangkan Wilayah Pengembangan Industri (WPI), Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Industri (KI), dan Sentra Industri Kecil dan Menengah; 5) Menyediakan langkah-langkah afirmatif berupa perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas; 6) Pembangunan sarana dan prasarana Industri; 7) Pembangunan industri hijau; 8) Pembangunan industri strategis; 9) Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri; dan 10) Kerjasama internasional bidang industri.

Keberadaan industri dalam negeri mampu memberikan pemasukan APBN dalam melaksanakan program-program pro-rakyat dari Sabang sampai Merauke. Hingga sekarang, sektor industri migas merupakan industri yang mampu menyumbangkan penerimaan negara sebesar USD 35 miliar (kurang lebih Rp 300 triliun). Tetapi, kenyataannya pendapatan dari sektor migas hanya 27 persen yang masuk ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Apalagi, produksi migas punsemakin turun produksinya. Bahkan, produksi migas sejak tahun 1995 didominasi oleh produksi gas.



Kita sudah memahami bahwa industri hulu migas adalah ladang para investor untuk mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu, SKK Migassebagai lembaga negara diberi kewenangan dalam mengaturdan mengawasi tata kelola hulu migas.Industri hulu migas di Indonesia dijalankan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC). Negara melalui SKK Migas melakukan kerja sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), seperti: PT Pertamina EP, PT Chevron Pacific Indonesia, dan lain-lain. Perkembangan investasi di sektor hulu migas dari tahun 2010-2014 bisa dilihat di grafik berikut:


1428501566188195535



Agar kontribusi industri dalam negeri di sektor hulu migas mampu memberikan manfaat bagi bangsa, SKK Migas menerapkan kebijakan yang kewajibkan kontraktor migas untuk mengutamakan perusahaan nasional sebagai pemasok barang dan jasa dalam kegiatan industrinya. Kebijakan tersebut tertuang dalam Pedoman Tata Kerja Pengelolaan Rantai Suplai yang dikeluarkan oleh SKK Migas yang mewajibkan Kontraktor KKS untuk menggunakan, memaksimalkan, atau memberdayakan barang produksi dalam negeri yang memenuhi jumlah, kualitas, waktu penyerahan, dan harga, dengan mengacu pada buku Apresiasi Produk Dalam Negeri (APDN) yang dikeluarkan Kementerian ESDM. Kontraktor KKS tidak diperbolehkan impor dan pengerjaan pada kontrak jasa dilakukan di dalam wilayah Indonesia. Sebagai bukti, total komitmen pengadaan barang dan jasa dalam periode Januari-Juli 2014 sebesar US$13,3 miliar, persentase tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mencapai 51 persen.


1428501627955240992



Di balik gemilangnya industri migas, ada beberapa masalah yang masih dihadapi industri dalam negeri di sektor hulu migas, seperti masalah pertanahan. Pasca diterbitkannya UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum masih mengandung interpretasi yang berbeda mengenai beberapa ketentuan. Selanjutnya, industri hulu migas membutuhkankepastian tentang nama yang akan digunakan dalam sertifikat tanah untuk kegiatan operasi. Karena tanah yang dipakai akan menjadi aset negara. Oleh sebab itu, tanah yang dipakai sebagai tempat operasi diatasnamakan Pemerintah Republik Indonesia. Apalagi status tanah tersebut perlu diperjelas, apakah akan diatasnamakan Pemerintah Republik Indonesia cq Kementerian Keuangan atau Pemerintah Republik Indonesia cq Kementerian ESDM.

Contoh mengenai penyelesaian status tanah yang dipakai untuk operasi industri migas telah dilakukan Bupati Bojonegoro, Jawa Timur H. Suyoto, yaitu dengan membuat terobosan terkait pengadaan tanah untuk kegiatan usaha hulu migas di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Bupati juga menginisiasi proses penyederhanaan dan percepatan proses perizinan untuk rencana kegiatan pengeboran potensi Lapangan Sukowati bagian barat, yaitu Sumur Sukowati PAD C-1, yang berada di Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro. Pemaparan status tanah tersebut telah dibahas dalam Rapat Koordinasi Rencana Kegiatan Pengeboran Sumur Sukowati PAD C-1 di Surabaya pada 23-24 September 2014 mengenai model proses penyederhanaan dan percepatan proses perizinan, pengadaan lahan, mitigasi, serta penanganan masalah dampak lingkungan dan sosial.

Masalah-masalah lain yang sering dihadapi industri dalam negeri sektor hulu migas, seperti Proses Perizinan Berbelit-Belit dan Memakan Waktu; Regulasi Perpajakan di Sektor Migas; Masalah Perpanjangan dan Pemutusan Production Sharing Contract (PSC); Masalah Kontrak Kerja Dengan Pihak Ketiga;dan Cost Recovery Migas. Masalah perizinan merupakan proses yang memakan biaya, energi dan waktu yang tidak sedikit bagi para pengusaha migas. Kurang lebih sekitar 300 perizinan harus diurus oleh para pengusaha migas. Sungguh berbelit-belit dan banyak dikeluhkan oleh pelaku usaha. Tetapi, sekarang Pemerintahmenjamin cukup membutuhkan waktu tujuh (7) hari untuk mengurus perizinan di Indonesia karena tidak lebih dari 70 perizinan.

Masalah perpajakan juga kerap dipermasalahkan oleh pelaku usaha sektor migas. seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) offshore, dan pajak untuk penggunaan fasilitas bersama antar KKKS. Bahkan pada tahun 2014 lalu, Direktorat Jenderal Pajak menolak permintaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menghapus pengenaan PBB ketika kontraktor melakukan tahapan eksplorasi.

Industri migas memang masih menjadi primadona bagi pelaku usaha. Meskipun, hasil yang diperoleh tidak sehebat dulu. Kondisi lapangan hulu migas pun mengalami penurunan produksi sejak tahun 1995. Itulah sebabnya, pada awal tahun 2015 sebanyak 41 Kontrak Migas diputus oleh Pemerintah karena masalah hasil pengeboran yang tidak mencapai target, lambannya proses perizinan, ketidaktersediaan pendanaan, hingga kemampuan kontraktor yang kurang memadai. Di sisi lain, awal tahun 2015 kontraktor-kontraktor juga telah mengajukan perpanjangan kontrak pengelolaan blok migas. Memang, industri migas adalah bisnis yang banyak dilirik oleh siapa pun.

14285016861095309739



Kontrak kerja untuk pengerjaan Blok Migas ternyata tidak hanya antara Pemerintah dengan KKKS saja. Namun, juga terdapat kontrak kerja antara KKKS dengan pihak ketiga. Dalam perjalanannya, kontrak dengan pihak ketiga tersebut yang kerap menimbulkan masalah hingga ke pengadilan. Mulai dari terkait penyerahan jaminan pelaksanaan, pemutusan hubungan kerja, hingga itikad baik selama pelaksanaan kerja sama tersebut. Masalah lain yang tidak kalah penting adalah Tim Reformasi Tata Kelola Migas kini sedang menggagas untuk mengganti konsep cost recovery dengan konsep pajak dan royalti. Hal ini yang mampu mengakibatkan berpindahnya para investor berpindah ke luar negeri.

Dalam mengelola industri hulu migas, banyak hal yang diperlukan untuk memaksimalkan industri dalam negeri. Karena industri migas dilakukan olehKontraktor KKS yang merupakan partner kerja dalam memproduksi migas untuk kebutuhan dalam negeri. Salah satu hal yang paling penting dalam mengelola industri migas adalah memaksimalkan Manajemen Rantai Pasokan atau Supply Chain Management (SCM) dalam tata kelola hulu migas.Manajemen Rantai Pasokan atau Supply Chain Management (SCM)merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga menjadi produk dalam proses, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan pengiriman kepada konsumen melalui sistim distribusi. SCM mengintegrasikan mulai dari pengiriman order dan prosesnya, pengadaan bahan mentah, order tracking, penyebaran informasi, perencanaan kolaboratif, pengukuran kinerja, pelayanan purna jual, dan pengembangan produk (sumur migas) baru.

Perlu dipahami bahwa dalam Rantai Pasokan (supply chain) ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan Kontraktor KKS yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu: 1) Supplies; 2) Manufactures; 3) Distribution; 4) Retail Outlet; dan 5) Customers. Sedangkan, aktivitas yang dilakukan dalam Manajemen Rantai Pasokan adalah: 1) Meramalkan permintaan pelanggan (kebutuhan dalam negeri dan ekspor); 2) Membuat jadwal produksi; 3)Menyiapkan jaringan transportasi; 4) Memesan persediaan pengganti dari para pemasok; 5) Mengelola persediaan: bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi; 6) Menjalankan produksi; 7) Menjamin kelancaran transportasi sumber daya kepada pelanggan; dan 8) Melacak aliran sumber daya material, jasa, informasi, dan keuangan dari pemasok, di dalam perusahaan, dan kepada pelanggan.

Dalam tata kelola hulu migas pun hendaknya memaksimalkan Manajemen Rantai Pasokan. Untuk membangun sistem Manajemen Rantai Pasokan yang maksimal perlu memperhatikan lima (5) hal mendasar, yaitu: 1) Perencanaan (proses awal yang strategis, harus dipikirkan mulai dari awal bagaimana membuat suatu tolok ukur untuk menentukan tingkat efisiensi, harga, kualitas, dan nilai pada pelanggan); 2) Pemasokan (pilihlah pemasok-pemasok yang paling baik, dan tentukan tolok ukur untuk menjaga kualitas, komitmen, penerimaan barang, pemeriksaan, pemindahan ke pabrik, serta pembayaran); 3) Pembuatan (langkah pabrikasi, tentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk pembuatan, pemeriksaan, pemaketan, dan persiapan pengiriman. Tentukan tolok ukur yang jelas tentang tingkat kualitas, tingkat produksi, dan produktivitas karyawan); 4) Pengantaran atau logistik (atur penerimaan pesanan dari pelanggan, buat jaringan pergudangan, pilih ekspedisi pengiriman barang ke arah pelanggan, dan juga masalahpembayaran); dan 5) Pengembalian (menangani masalah pengembalian barang cacat atau produksi berlebih dari pelanggan).

Peningkatan Kualitas SDM

Peningkatan SCM tidak akan ada artinya tanpa peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam tata kelola hulu migas. Perlu diketahui bahwa target program pengembangan SDM industri di Indonesia pada tahun 2015, yaitu: pertama, tersedianya tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten sebanyak 21.880 orang; kedua, tersedianya SKKNI bidang industri sebanyak 30 buah; ketiga, tersedianya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK) bidang industri sebanyak 20 unit; keempat, meningkatnya pendidikan dan skill calon asesor dan asesor kompetensi dan lisensi sebanyak 400 orang; dan kelima, pendirian 3 akademi komunitas di kawasan industri. Apalagi, dalam industri migas membutuhkan SDM yang terampil di bidangnya.

Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan peran SDM sektor industri hulu migas dalam menghadapi pemberlakuan ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 menuntut para profesional dan pimpinan di bidang manajemen SDM agar mencetak tenaga atau pekerja baru yang berkualitas. Hal ini sebagai upaya agar SDM lokal atau anak bangssa bisa bersaing dengan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia.

“Tikus mati di lumbung padi” adalah perumpamaan yang harus kita buang jauh-jauh. Kita tidak mau jadi penonton di tanah kita sendiri. Menderita di dalam kekayaan alam kita sendiri. Sementara, orang asing dengan lahapnya menikmati kue migas yang kita miliki. Anak bangsa hendaknya menjadi pelaku dalam industri hulu migas. Oleh sebab itu, semua pihak yang berkepentingan dalam tata kelola hulu migas hendaknya memperhatikan SDM lokal yang berhak melanjutkan estafet kepemimpinan industri dalam negeri. Hal yang dilakukan adalah melalui strategi dan kebijakan yang diambil pembuat kebijakan dalam perusahaan hendaknya mempertimbangkan atau bahkan melibatkan masyarakat lokal (daerah sekitar operasi) sehingga tujuan perusahaan dapat terwujud optimal. Mengapa? Kita memahami bahwa sektor hulu migas sebagai salah satu industri yang menyerap banyak tenaga kerja, berperan dalam mengembangkan kapasitas nasional. Selanjutnya, pengembangan kapasitas SDM lokal juga bisa dilakukan perusahaan dengan memberikan pemagangan dan kesempatan kerja bagi penduduk sekitar daerah operasi.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK Migas, J. Widjonarko, saat membuka The 41st Asian Regional Training and Development (ARTDO) Internasional Leadership and HRD Conference & Exhibition and the 6th Indonesia HR Summit di Yogyakarta pada 9 September 2014 menyatakan, “Perusahaan perlu mendorong upaya untuk meningkatkan daya saing putra daerah dalam kewirausahaan sehingga tingkat sosial ikut terangkat bersama dengan berkembangnya dunia usaha”. Dengan demikian, pimpinan danpraktisi SDM memiliki peran penting dalam mempersiapkan dan membangun SDM yang berkualitas, baik SDM yang ada dalam perusahaan maupun calon pekerja dari daerah sekitar untuk membantu menciptakan masyarakat yang madani.

Sebagai lembaga yang dipercaya oleh Pemerintah dalam mengurusi tata kelola migas,SKK Migas menjalankan beberapa program dalam meningkatkan SDM di Indonesia, antara lain: 1) National Capacity Building (NCB), menyelenggarakan Indonesia HR Summit tiap tahun, serta program-program lain untuk sertifikasi berstandar internasional; dan 2) berpartisipasi dalam penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang manajemen SDM bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), para professional dari berbagai industri, dan pihak perguruan tinggi menjelang implementasi AFTA 2015. Selanjutnya, standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh SDM tersebut memiliki empat (4) manfaat, yaitu: 1) sebagai rujukan pelatihan, pendidikan, dan sertifikasi; 2) sebagai acuan dalam proses rekrutmen kerja; 3) sebagai sarana pengembangan karier; dan 4) sebagai acuan dalam menetapkan remunerasi.

14285017451455499313

Kementrian lain yang berperan dalam meningkatkan SDM industri adalah Kementerian Perindustrian terus melakukan berbagai langkah strategis untuk menyiapkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang terampil di bidang industri dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015. Langkah-langkah yang diambil, adalah: pertama, meningkatkan daya saing industri dengan memperkuat struktur industri (hilirisasi, penguatan pasar dalam negeri, SNI wajib bagi produk tertentu); dan kedua, meningkatkan kemampuan SDM sesuai kebutuhan industri (pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi; pelatihan dan pemagangan industri; penyusunan sertifikasi kompetensi wajib).

Kita memahami bahwa migas merupakan energi fosil yang diprediksi beberapa puluh tahun lagi akan mengalami kelangkaan atau krisis energi. Jadi, tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri adalah dengan mencari sumber migas baru atau mencari energi alternatifterbarukan yang ramah lingkungan. Tetapi, menurut Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini mengatakan bahwa satu-satunya kunci untuk meningkatkan produksi migas adalah dengan mencari sumur baru lewat pengeboran.

Program 1.200 pengeboran sumur eksploitasi dan 250 sumur ekplorasi migas, yang bisa direalisasikan masih sangat sedikit sekali. Permasalahan utama adalah kekurangan rig (alat bor minyak dan gas bumi). Tetapi, setelah rig tersedia, masalah lain yang muncul adalah kurangnya SDM yang ahli di industri migas. Sebagai informasi, kekurangan SDM di industri migas bukan perkara sepele. Negeri kita masih kekurangan sarjana perminyakan dan lainnya yang ahli di bidangnya, karena banyak yang bekerja di perusahaan migas asing. Embel-embel gaji yang fantastis antara US$ 1.500-US$ 2.500 per hari (sekitar Rp. 23 juta), membuat mereka enggan untuk bekerja di dalam negeri, seperti di Pertamina.

Dari pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan industri dalam negeri di sektor hulu migas hendaknya dilaksanakan dengan memegang amanah yang tertuang dalam UUD 1945. Tujuan akhirnya adalah memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerintah melalui SKK Migas dan stakeholders lainnya juga perlu ambil bagian dalam tata kelola hulu migas. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan ketat terhadap tata kelola hulu migas bisa maksimal. Oleh sebab itu, untuk mengatur dan mengawasi industri dalam negeri di sektor hulu migas perlu dilakukan peningkatan atau memaksimalkan sistem Manajemen Rantai Pasokan atau Supply Chain Management (SCM) di semua Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebagai partner negara. Bukan hanya itu, Pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan strategis dalam pengelolaan migas dan ikut andil dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) industri dalam negeri di sektor hulu migas. Tujuan utamanya adalah agar tenaga trampil anak bangsa di bidang migas mampu bersaing dengan tenaga asing. Apalagi, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015, Indonesia harus mampu bersaing dengan negara lain dan tidak menjadi penonton di negeri sendiri.

1428501793787870491



Referensi:

Anwar, Sariyun Naja. 2014. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management): Konsep dan Hakikat;

Alfian. 2014. Industri Hulu Perlu Kejelasan Sertifikasi Tanah. Jakarta: SKK Migas;

Hukumonline.com. 2015. Ini 5 Permasalahan Sektor Hulu Migas Yang Layak Anda Waspadai. Diambil dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54e6d9f592a45/ini-5-permasalahan-sektor-hulu-migas-yang-layak-anda-waspadai;

Migas Indonesia.com.2013. (SDM) RI Kekurangan Tenaga Perminyakan - bag 1. Diambil darihttp://migas-indonesia.com/2013/06/sdm-ri-kekurangan-tenaga-perminyakan-bagian-1.html;

Neraca.co.id. 2015. Kemenperin Siapkan Kompetensi SDM Industri Hadapi MEA 2015. Diambil dari http://www.neraca.co.id/article/50910/Kemenperin-Siapkan-Kompetensi-SDM-Industri;

Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun2015-2035;

Rimbono, Rudianto. 2015.Industri Hulu Migas. Jakarta: Materi Presentasi SKK Migas;

Riyandi, Saugy. 2013. Pekerja sektor hulu migas disebut pahlawan. Diambil dari http://www.merdeka.com/uang/pekerja-sektor-hulu-migas-disebut-pahlawan.html;

Suhendra.2014. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia Berkualitas. Jakarta: Buletin SKK Migas No. 21 I Oktober 2014;

UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline