Lihat ke Halaman Asli

Casmudi

TERVERIFIKASI

Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Mencapai Gelar Sarjana dalam Waktu 3 Tahun

Diperbarui: 4 April 2017   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14176637721899519294

“Langsung Aksi, Lihat Gimana Hari-hari Terasa Singkat. Betul-betul L.A. Lights!”

Jarum jam dinding terus berdetak dan berjalan. Kita tidak bisa memutarnya kembali. Waktu akan terbuang sia-sia, jika kita tidak mengisi dengan kegiatan yang berguna. Apalagi melakukan tindakan atau gerak yang lebih cepat dibandingkan dengan orang lain untuk menyambut tantangan di depan mata. Kita mempunyai potensi diri. Oleh sebab itu, potensi yang kita punya bisa digunakan secara maksimal.

Bulan Pebruari Tahun 2010 yang Cerah

Waktu masih menunjukan pukul 10 pagi. Aku mempunyai keperluan untuk menagih sisa angsuran pembayaran barang pada konsumen yang bekerja di Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar. Kebetulan saat itu, saya mempunyai usaha distribusi barang. Tetapi, setelah pembayaran angsuran selesai saya tidak langsung pergi meninggalkan 2 orang ibu yang menjadi konsumen saya. Saya lupa namanya 2 orang ibu tersebut, sebut saja namanya Ibu Meike dan Ibu Kadek (nama samaran).

Pemandangan hilir mudik dan gelak tawa mahasiswa yang sedang berdiskusi serta beberapa dosen yang sedang mengajar membuat Aku tergelitik untuk melontarkan beberapa pertanyaan kepada 2 orang ibu yang sedang berada di hadapan saya.

“Maaf nih bu, iseng-iseng mau tanya. Ngomong-ngomongberapa biaya kuliah di sini. Dari awal masuk, SPP sampai biaya-biaya lainnya” tanyaku pada mereka.

Ibu Meike, salah satudari 2 orang ibu tersebut memberikan gambaran rata-rata biaya yang bisa ditanggung oleh seorang mahasiswa. Ibu Kadek juga menambahkan informasi yang Aku butuhkan. Dan menurut Aku, biaya tersebut sepertinya tidak bisa dijangkau. Karena kalau pun Aku mengiyakan, Aku harus mengikuti kelas karyawan yang biayanya jauh lebih mahal.

“Kalau masnya pengin kuliah yang murah dan mutunya bagus serta nggak nganggu kerja, datang aja ke tempat Kuliah Jarak Jauh yang ada di dekat Lapangan Pegok, Sesetan. Cari saja di sekitar situ,ada plangnya kok” katanya memberi masukan. Aku pun berterima kasih mendapatkan informasi yang berharga tersebut.

“Oke deh bu. Terima kasih atas informasinya. Nanti saya cari informasi lebih lanjut”, Aku mengucapkan terima kasih dan minta ijin untuk pamit.

Setelah mendapat informasi dari kedua ibu yang menurutku bagai dewa penyelamatdalam menuntu ilmu. Aku tidak mengingatnya kembali. Karena, selanjutnya saya pun tidak tergugah sedikit pun untuk mencari informasi yang dianjurkan oleh kedua ibu tersebut.

Aku memahami, bahwa diriku merasa sudah tua dan tumpul otak karena tidak pernah membuka-buka buku kurang lebih15 tahun lamanya. Tidak bisa dibayangkan, meskipun ada uang dan Aku harus kuliah. Paling-paling hanya menghabiskan uang saja. Karena Aku merasa tidak mampu, karena otaknya sudah lama tidak pernah diasah lagi.

Dan yang lebih menghalangiku untuk kuliah lagi adalah betapa mahal biayanya jika Aku harus belajar dan kuliah lagi. Lagian, kalau Aku kuliah, secara otomatis Aku tidak akan bisa bekerja lagi. Bagaimana penghidupan anak dan istriku selanjutnya?. Hal itulah yang menjadi beban berat, mengapa Aku tidak ada kesediaan untuk kuliah lagi. Titik.

Meskipun dalam hati kecil, Aku juga tidak bisa berbohong ingin kuliah lagi biar punya gelar seperti orang lain. Apalagi, Aku juga ngiler jika ingat pesan kakakku yang sudah mendapatkan gelar S2 dan Beasiswa Double Degree dari Universitas Diponegoro dan Pemerintah Perancis.

“Kaulah satu-satunya adik lelaki Aku. Bagaimanapun juga kamu harus mempunyai pendidikan yang tinggi. Minimal sarjana”

Pesan tersebut terus terngiang hingga kini. Sepertinya menjadi cambuk bagiku untuk bisa kuliah lagi menggapai ilmu yang lebih tinggi.

Bulan Mei Tahun 2010 yang indah

Sehabis jalan-jalan dari Nusa Dua bersama keluarga, kami terpaksa melewati jalan Sesetan, Denpasar. Konsentrasi kami hanya satu, sampai di rumah dan langsung istirahat. Tetapi mendekatiLapangan Pegok Sesetan, Aku jadi teringat pesan 2 orang ibudi Undiknas yang pernah memberikan masukan baik buatku. Tanpa sadar, Aku pun melihat plang yang tertutup pohon sebagian yang bertuliskan “Universitas Terbuka (UT) …. Pendidikan Jarak Jauh”. Aku berhenti sebentar dan membacanya untuk meyakinkan diri bahwa tempat itulah yang dimaksudkan oleh 2 orang ibu yang pernah memberi nasihat padaku.

“Mungkin ini tempatnya yang dimaksud” pikirku.

“Ma, kita mampir sebentar mau cari informasi” kataku pada istri.

Dari Jalan Sesetan, kita berbelok ke kiri ke Jalan Gurita.Sesampainya di lokasi, Aku baru tahu bahwa di situ berdiri gedung UPBJJ (Unit Program Belajar Jarak Jauh) UT Denpasar yang merupakan Universitas Negeri. Aku pun mendapatkan informasi yang jelas tentang program kuliah, biaya, tata cara belajar dan lain-lain. Aku jadi tertarik untuk mencoba kuliah. Sepertinya ada tenaga pendobrak untuk menuntut ilmu lagi.

Yang lebih meyakinkan adalah Aku bisa kuliah tanpa mengganggu pekerjaannya. Aku katakan pada salah satu petugas yang baru saya tahu bernama Bapak Heri Wahyudi (dosen FISIP). Keinginanku semakin kuat ingin melanjutkan kuliah lagi di bidang hukum. Tetapi, Bapak Heri Wahyudi mengatakan bahwa fakultas hukum belum dibuka. Selanjutnya beliau menyarankan Aku untuk masuk di FISIP Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang nyerempet tentang ilmu hukum.

“Berapa lama pak, kira-kira selesai kuliahnya” tanyaku padanya.

Mungkin pertanyaanku terlalu bodoh atau sudah terbiasa ditanyakan oleh calon mahasiswa baru lainnya. Sehingga beliau hanya tersenyum.

“Yang bisa menyelesaikan waktu kuliahnya adalah bapak sendiri. Tetapi jika setiap semester ngambil 6 mata kuliah ya, kira-kira selesai 4-5 tahun. Asal nilai mata kuliahnya tidak ada yang E dan tidak pernah cuti kuliah” katanya.

Aku pun jadi semakin ketagihan untuk bertanya segala sesuatu yang dirasa perlu. Karena dalam menjalani kuliah nanti, secara otomatis akan mengurangi pemasukan buat anak dan istri.Tentunya, tidak ada rasa penyesalan dalam menjalani masa kuliah. Dengan tekad yang bulat dan atas persetujuan istriku, akhirnya Aku memantapkan diri untuk kuliah lagi. Apalagi menghadapi tantangan jaman dan persaingan kerja yang mengharuskan minimal pendidikan sarjana. Tantangan yang lebih hebat adalah menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.

Sesampainya di rumah, Aku pun membaca buku katalog UT yang berisi tentang segala hal berguna untuk menjalani masa kuliah. Aku mendapatkan kesimpulan bahwa untuk menyelesaikan masa kuliah selama 3 tahun harus ekstra kerja keras. Setiap semester harus mengambil mata kuliah antara 8-10 mata kuliah. Sebuah tindakan yang tidak mungkin untuk sekelas Aku yang baru akan melakukan buka buku lagi setelah 15 tahun lamanya. Tetapi, dalam diriku pun mempunyai potensi dan kemampuan lebih. Aku berpikir, “Aku yakin bisa”.

Tetapi, ada masalah lain yang muncul adalahtersedianya buku bahan ajar atau modul yang harus dimiliki untuk setiap mata kuliah oleh mahasiswa. Karena dengan modul, mahasiswa bisa memahami apa yang diajarkan dosen atau pengampu melalui kuliah tatap muka atau online. Dimana, untuk mendapatkan modul tersebut kita harus membelinya melalui Toko Buku Karunika UT Pusat. Modul tersebut harganya bervariasi antara 30-100 ribu tergantung jenis mata kuliahnya.

Sementara di sisi lain, Aku harus berhemat untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan terpaksa Aku tidak membeli modul satu mata kuliah pun. Untuk mengantisipasi setiap mata kuliah, tindakan yang Aku lakukan adalah menjadi anggota Perpustakaan Provinsi Bali agar bisa bebasmeminjam buku dan mendapatkan rujukan mata kuliah yang aku inginkan dengan mudah.Meskipun masalah yang dibahas dan kurikulumnya sangat berbeda. Tetapi, setidaknya Aku mendapatkan sedikit masukan ilmu yang dibahas seperti apa yang ada dalam modul mata kuliah tersebut.

Aku pun sudah bertekad untuk mengambil mata kuliah sebanyak 8-10 mata kuliah setiap semesternya.Tindakan yang gila bagi pemula, sementara buku bahan ajar atau modul pun tak ada. Bahkan, Aku pun pernah disindir teman kerjaku pada tahun 2004 yang sekarang sudah menjadi pegawai negeri di UPBJJ UT Mataram. Dalam inbox facebook, beliau memberi pesan yang kurang lebih sebagai berikut:

“Tidak usah banyak-banyak ngambil mata kuliahnya pak Cas. 3 mata kuliah saja per semesternya cukup. Karena di UT buku panduan atau modulnya tebal-tebal. Nanti kalau ngambilnya 10 mata kuliah, tidak akan mampu. Kepalanya bisa pecah …”

Sebuah pesan singkat yang menghentak Aku. Antara percaya dan tidak. Percaya, karena beliau adalah pegawai UT, tentu lebih tahu dulu dari pada Aku tentang kondisi mahasiswanya. Tidak percaya, karena otak manusia setiap orang beda. Mungkin otak yang dimaksudkan beliau adalah otak orang lain dengan tipe 3 mata kuliah per semesternya. Aku pun tidak bergeming sedikit pun. Aku tetap yakin akan potensi diriku.

Bekerja Sambil Kuliah

Pendirianku pun teguh. Semester pertama Aku mengambil 10 mata kuliah, meskipun agak ragu karena tidak punya buku bahan ajar atau modul satu mata kuliah pun. Tetapi, Aku rajin mengerjakan tugas dan berdiskusi dengan dosen dan teman-teman mahasiswa lainnya secara online.

Untuk menambah pengetahuan, jalan yang kutempuh adalah rajin ke perpustakaan, melahap semua berita di koran dan televisi. Aku jadi kecanduan tentang berita-berita yang berbau sosial politik maupun ekonomi.Apalagi yang berhubungan dengan mata kuliah, Aku langsung mencatatnya. Sungguh, tindakan yang berubah drastis pada diriku.

Perjalanan kuliah pun ternyata tidak seindah apa yang dibayangkan. Banyak aral melintang. Kemalasan untuk belajar dan mengerjakan tugas kuliah selalu datang melanda. Apalagi, sering terdengar keluhan teman-teman saat UAS (Ujian Akhir Semester) dan mengambil hasil ujian di UT .

“Gimana hasil ujiannya bos” tanyaku yang sering dilontarkan pada mahasiswa lainnya. Banyak jawaban yang bervariasi dari teman-teman, seperti:

“Hancur mina, gimana mau belajar pulang kerjanya saja malam hari. Cape langsung tidur. Boro-boro belajar”

Ya, kenyataannya banyak mahasiswa untuk mendapat nilai yang diharapkan sungguh diperlukan perjuangan yang panjang dan kerja keras. Tetapi, Aku pun tidak mau tergoda atas keluhan-keluhan orang lain. Mereka tentu mendapatkan nilai sesuai apa yang mereka kerjakan.

Bagiku, kalau ingin mendapatkan yang terbaik harus rajin belajar, bertanya, berdiskusi dengan mahasiswa lainnya dan dosen atau pengampu. Serta, harus mengatur strategi belajar mandiri yang efektif. Akhirnya, Aku ambil inisiatif terbaik. Aku sering membawa catatan kuliah atau tugas-tugas kuliah ke tempat pekerjaan. Di saat senggang atau istirahat, Aku sempatkan untuk membaca dan mengerjakannya.

Alhamdulillah, semester pertama 10 mata kuliah yang Aku ambil lulus semua. Meskipun nilainya tidak sesuai dengan apa yang Aku harapkan sebelumnya. Akhirnya, Aku berkeyakinan bahwa Aku mampu dan bertekad bulat untuk menyelesaikan studiku maksimal 3 tahun.

Dengan penuh gairah dan percaya diri atas potensi diriku, semester selanjutnya Aku pun mengambil minimal 8 mata kuliah. Tentu, tugas kuliahnya pun semakin berat dan melelahkan. Tidak kaget, ngelembur sampai pagi untuk mengerjakan tugas kuliah sudah menjadi makanan utama.



1417663807104255155



Aku pernah mengalami masa-masa sulit dan memberatkan di semester4 dan semester 5. Sepuluh mata kuliah yang kuambil dalam 1 minggu (inisiasi) yang masing-masing memberi tugas kuliah untuk membuat karya tulis minimal10 halaman. Dengan demikian, dalam 1 minggu harus mengerjakan 10 karya tulis. Perlu diketahui, bahwa dalam 1 semester setiap mata kuliah mengandung 8 inisiasi.

Selalu ingat tujuan untuk menyelesaikan masa kuliah 3 tahun, membuatku bekerja keras tanpa kenal lelah. Sehabis pulang kerja, Aku harus berkosentrasi untuk mengecek tugas yang diberikan dosen atau pengampu secara online dan mengerjakannya pada saat itu juga. Saya tidak mau menunda-nunda. Karena bagiku, menunda-nuda berarti menambah beban tugas yang berat dan menjadi beban pikiran. Aku ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakan temanku melalui inbox fadebook dulu adalah salah besar.

Pada semester 5, sebenarnya mata kuliah yang kuambil sudah kelar semua. Aku pun bisa langsung mengambil TAP (Tugas Akhir Program). Aku berpikir bahwa Aku mampu menyelesaikan masa kuliah lebih cepat, yaitu selama 2,5 tahun. Tetapi karena ada mata kuliah yang waktu ujiannya bentrok dengan mata kuliah lain, maka harus diundur untuk semester 6 bersamaan dengan TAP (Tugas Akhir Program). TAP (Tugas Akhir Program) pun akhirnya bisa diselesaikan dengan baik bersamaan dengan kelulusan jurnal ilmiah.

Akhirnya, hari istimewa yang ditunggu datang juga. Tanggal 8 Oktober 2013 Aku diwisuda di kantor Gedung UT Pusat sebagai Sarjana Administrasi Publik. Gelar sarjana yang dulumungkin hanya angan-angan dan tidak mungkin kuraih. Tetapi dengan perjuangan dan akselerasi yang kuat, akhirnya Aku mampu menyelesaikan masa kuliah seperti yang diharapkan.



14176638411670394593



Hal yang lebih membanggakan adalah Aku sebagai wisudawan undangan yang tidak dikenakan biaya dan satu-satunya yang berasal dari Bali yang hadir pada acara wisuda di UTCC (Universitas Terbuka Convention Centre) Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Serta sebagai wisudawan tercepat yang mendahului mahasiswa seangkatannya di Bali.

Sekarang, Aku jadi ketagihan untuk belajar dan belajar lagi. Kalau ada waktu dan materi yang cukup, Aku pun ingin melanjutkan kuliah ke tingkat Magister. Dari kegiatan kuliah, Aku pun mengenal sosok Kompasiana yang menjadikanku rajin menulis.

Jadi, kalau ada waktu dan kesempatan, Jangan tunggu besok. Jangan sampai waktu mengatur kita. Kitalah yang harus mengatur waktu untuk mengembangkan potensi diri.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline